Ragam Pendidikan di Desa yang Menginspirasi

pendidikan 18 Jul 2023

Badan Pusat Statistik Indonesia mengungkapkan terdapat 83.794 desa dan 34 provinsi di Indonesia pada tahun 2022. Layaknya pemerataan infrastruktur di perkotaan, daerah perdesaan juga tidak luput dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Meski tak selengkap infrastruktur di kota, desa juga menyediakan layanan pendidikan yang bisa diakses oleh masyarakat perdesaan.

Pendidikan Desa vs Pendidikan Kota

Salah satu prioritas pembangunan nasional adalah upaya meningkatkan pemerataan mutu pendidikan di setiap wilayah. Namun, tetap saja terdapat perbedaan tajam yang ditemukan antara pendidikan di desa dengan kota, misalnya kondisi fasilitas. Ditinjau dari segi fasilitasnya, pendidikan di kota memiliki fasilitas penunjang yang lebih baik dalam proses pembelajaran dibandingkan pendidikan di desa.

Kendati begitu, bukan berarti pendidikan di desa tertinggal karena terbatasnya fasilitas dan pendidikan. Di sisi lain, belum tentu kualitas pendidikan di kota menjadi sempurna tanpa celah. Sebagai contohnya, disiplin moral. Banyak siswa di kota yang gemar melakukan tindakan merugikan seperti tawuran antarsekolah dan kenakalan remaja lainnya. Sementara itu, pendidikan di desa mungkin belum dapat sepenuhnya didukung pembangunan infrastruktur untuk mendorong pembelajaran. Namun, bukan berarti siswa yang mengenyam pendidikan di desa tidak bisa menunjukkan prestasi seperti halnya pendidikan di kota.

Salah satu penyebabnya adalah karena semangat belajar yang tinggi dari para siswa di desa. Mereka berbeda dengan siswa di kota yang harus menyesuaikan perkembangan teknologi terkini. Teknologi yang tidak dimanfaatkan dengan baik dapat berdampak buruk terhadap pembelajaran. Akibatnya, siswa malah dapat kecanduan gawai atau game online. Sementara itu, memiliki alat teknologi saja mungkin masih menjadi impian bagi sebagian anak di desa. Efek negatif dari pesatnya teknologi mungkin tidak terlalu dirasakan oleh anak desa.

Tantangan Pendidikan di Desa

Sebagai kontributor untuk memajukan suatu bangsa, mewujudkan pendidikan yang berkualitas secara merata menjadi tantangan seluruh pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia berkualitas, mempunyai integritas, berakhlak mulia, dan penuh kreativitas untuk pembangunan bangsa.

Namun, menghilangkan kesenjangan kualitas mutu pendidikan di seluruh wilayah di Indonesia masih tergolong sulit untuk diwujudkan. Beberapa daerah perdesaan juga menjadi tantangan terutama dalam menyediakan layanan pendidikan di daerah terpencil, terdepan, dan terluar (3T).

Beberapa masalah yang sering muncul dari kualitas pendidikan di desa, di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Fasilitas pendukung yang kurang memadai.

2.  Angka putus sekolah yang tinggi.

3.  Keterbatasan tenaga pengajar yang kompeten.

Karakter Sekolah Favorit untuk Referensi Jelang Tahun Ajaran Baru
beberapa karakter sekolah favorit yang dijadikan referensi mencakup memiliki sarana dan prasarana yang baik, menjalin kerja sama dengan orang tua siswa dengan baik, menerapkan pembelajaran bermutu

Keterbatasan fasilitas pendidikan tak jarang membuat anak-anak perdesaan yang ingin mendapatkan akses pendidikan harus merelakan waktu mereka untuk berjalan jauh agar sampai di sekolah. Bahkan, ada pula yang harus menyeberang melewati jembatan yang tingkat keamanannya tidak bisa dijamin (atau kondisi rusak), atau menyeberang sungai menggunakan perahu demi bisa belajar di dalam kelas. Sungguh kondisi yang sangat memprihatinkan.

Belum lagi masalah kebutuhan guru yang kurang mencukupi. Guru yang tidak betah hidup di tengah keterbatasan pasti menginginkan mutasi atau pindah, ditambah pula dengan berbagai alasan lainnya. Contohnya di Banda Aceh, siswa yang ingin melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang SMA harus dibuat kecewa karena tidak adanya lokasi ke sekolah terdekat.

Mereka harus pergi ke desa tetangga yang sulit untuk diakses apabila tetap ingin melanjutkan pendidikan. Hal serupa juga terjadi di Kabupaten Seruyan, Provinsi Kalimantan Tengah yang memiliki pelayanan pendidikan dengan begitu minim, guru yang kurang, maupun sarana prasarana belum memadai sehingga tidak dapat diakses peserta didik secara optimal.

Berbagai permasalahan penyelenggara pendidikan di desa atau daerah terpencil seharusnya menjadi tanggung jawab bersama baik pemerintah, organisasi masyarakat, maupun masyarakat sendiri untuk membantu mengatasi kekurangan layanan pendidikan ini.

Ragam Pendidikan di Desa yang Menginspirasi

Dengan keterbatasan fasilitas dan akses terhadap layanan pendidikan, berbagai ragam cerita inspiratif lahir dari pendidikan di desa. Beragam kisah inspiratif di desa bukan hanya dialami oleh siswa yang mungkin harus menghabiskan waktu berjalan kaki selama 2,5 jam atau lebih untuk tiba ke sekolah, tetapi juga guru. Salah satu contohnya adalah guru yang mengajar di SD yang terletak di wilayah pedalaman suatu desa di Sulawesi Tenggara.

Pengorbanan guru yang mengabdikan diri untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak di desa pedalaman tersebut harus dibayar dengan jarak tempuh yang jauh dan merelakan berpisah dengan keluarga. Bagaimana tidak, Edi Arham harus rela meninggalkan keluarga selama lima hari dalam seminggu demi menjalankan tugas dan pengabdian sebagai guru dengan jarak tempuh yang harus dilalui sejauh 148 KM dari rumah ke sekolah.

Kendati begitu, kecintaannya terhadap anak-anak di desa pedalaman sudah begitu mendalam sehingga tak pernah terlintas baginya untuk mengajukan pindah meski sudah 12 tahun mengajar. Bahkan di tengah keterbatasan yang dimiliki seperti listrik dan jaringan internet, Edi mampu menyampaikan program “Aku dan Cita-citaku” yang ia jadikan sebagai cara menginspirasi peserta didik di desa pedalaman agar mau belajar dengan keras untuk mencapai cita-cita yang mereka inginkan.

Tak hanya Edi, sosok Aynut Dhobit, pemuda yang berasal dari Pati, Jawa Tengah juga tak kalah menginspirasi dalam mengembangkan kembali Desa Puncu di Kediri, Jawa Timur. Ia menjadi sosok penggerak di Desa Puncu yang tahun 2014 silam pernah mengalami dampak akibat erupsi Gunung Kelud. Berbagai program pemberdayaan masyarakat di jalankan oleh Dhobit, meski bukan perkara mudah untuk menjadi desa yang kembali bangkit dan berdaya.

Dhobit juga mengaku apa yang dilakukannya sudah menjadi panggilan hati dan rasa kepedulian untuk membangun desa. Dhobit membangun Desa Puncu sejak April 2015. Dengan begitu, terhitung sudah 7 tahun ia menyaksikan desa yang sempat terkena erupsi Gunung Kelud itu, perlahan mulai bangkit.

Empat pilar yang menjadi fokus Dhobit dalam mengembangkan desa, antara lain bidang ekonomi, pendidikan, keagamaan, dan kesehatan. Berbagai program telah ia rancang selama menjalankan tugas, yaitu mengelola kelompok swadaya masyarakat untuk mendukung dan mengembangkan kegiatan perekonomian desa. Selain itu, ia juga menginisiasi masyarakat untuk mengembangkan dan mengelola hasil pertanian berupa cabai dan kopi yang melimpah di desa tersebut.

Untuk mengembangkan sektor pendidikan desa, ia bersama pengurus divisi pendidikan mengembangkan program Literasi Lintas Desa sebagai bentuk membumikan budaya membaca buku kepada generasi muda.

Sejumlah Teknologi di Masa Lalu yang Masih Relevan dalam Pendidikan
Teknologi pendidikan ini bisa dibilang alat bantu dalam proses kegiatan belajar mengajar.

Pada bidang keagamaan, Dhobit melakukan kegiatan rutin khatmil Al-Qur'an dan mengaji bersama. Sementara di bidang kesehatan, ia membuat program kerja bakti lingkungan dan penanaman pohon yang diusung setiap bulannya. Menanggapi perubahan dan perkembangan teknologi, ia juga menjadi mesin penggerak untuk melakukan penyesuaian perkembangan digital yang inspiratif dan kreatif dengan bantuan pemuda desa. Menjadi sosok yang berperan dalam mengembangkan desa, Dhobit memegang falsafah pendidikan Ki Hajar Dewantara yang dikenal dengan “ing ngarso sung tulodo (di depan menjadi teladan), ing madyo mbangun karso, (di tengah membangunkan semangat) serta tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan).

Dhobit paham betul bahwa tujuan dari berbagai program yang ia buat untuk pengembangan desa diharapkan bisa membentuk kemandirian terhadap desa yang ia tinggali tersebut. Parameter kesuksesan program pemberdayaan masyarakat desa adalah menciptakan desa yang mandiri. Jika telah tercapai, Dhobit tetap berharap masyarakat dapat melanjutkan estafet program yang telah dibuat atau bisa menginisiasi program baru secara mandiri sebagai inspirasi bagi desa lainnya.

Demikian artikel mengenai "Ragam Pendidikan di Desa yang Menginspirasi". Semoga artikel ini dapat menginspirasi Anda untuk mengembangkan kualitas pendidikan di desa menjadi lebih baik lagi dengan memanfaatkan perkembangan teknologi terkini.

Great! You've successfully subscribed.
Great! Next, complete checkout for full access.
Welcome back! You've successfully signed in.
Success! Your account is fully activated, you now have access to all content.