Tips Sekolah Mengembangkan Budaya Numerasi di Sekolah
Hasil studi dari Programme for International Student Assessment (PISA) memiliki tujuan untuk mengetahui efektivitas sistem pendidikan dalam standar internasional dengan fokus pada hasil asesmen literasi sains, literasi numerasi (matematika), dan literasi membaca. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa AKM merupakan bentuk asesmen pengganti Ujian Nasional (UN). AKM memiliki kualifikasi minimal yang dimaksud meliputi kemampuan diskusi dengan bahasa (literasi), kemampuan berdiskusi dengan matematik (numerasi), serta peningkatan pembentukan kepribadian.
Literasi bukan hanya kemampuan membaca, tetapi juga kemampuan menganalisis bacaan dan memahami konsep di balik tulisan tersebut. Di sisi lain, kekuatan numerasi terletak pada kemampuan untuk menganalisis menggunakan angka. Pentingnya literasi numerasi sangat signifikan bagi kehidupan sehari-hari dalam merancang dan menggapai cita-cita. Kenapa bisa begitu, ya?
Jawabannya, hampir seluruh hal di dunia ini sangat berkaitan dengan angka atau numerik. Dari bangun tidur hingga tidur lagi, kita tidak terlepas dari penggunaan kemampuan numerasi. Sebagai contoh, dari pagi kita melihat jam, memasak nasi dengan memperhatikan durasi agar tidak gosong, menggunakan baju yang sudah dirancang, menggunakan ojek harus membayar sesuai dengan nominalnya, semuanya menggunakan proses numerasi. Bahkan, saat kembali tidur kita masih menggunakan kemampuan ini untuk menyetel alarm di ponsel.
Meksipun tidak semua individu memiliki kemampuan yang menonjol dalam literasi numerasi, tetapi mereka yang tidak ahli juga perlu sekali mempelajarinya. Seperti yang kita ketahui dari uraian sebelumnya, literasi numerasi itu penting untuk kehidupan. Minimalnya, setiap anak mengetahui dasar-dasar numerasi dan cara menganalisisnya. Dalam tes-tes masuk sekolah maupun perguruan tinggi, rata-rata logika menganalisis numerasi yang pasti diujikan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan analisis peserta didik.
Untuk memahami literasi numerasi dan bagaimana cara kerjanya, kita dapat mengetahuinya melalui beberapa poin berikut ini. Mari kita simak!
a. Menggunakan macam-macam angka dan simbol-simbol yang berkaitan dengan matematika dasar guna memecahkan masalah praktis dalam konteks kehidupan sehari-hari.
b. Menganalisis informasi yang disajikan dalam berbagai bentuk seperti grafik, tabel, bagan, dan lain-lain.
c. Menggunakan interpretasi hasil analisisnya untuk memprediksi dan mengambil keputusan.
Numerasi berbeda dengan kompetensi matematika. Memang landasan pengetahuan dan keterampilannya sama. Letak perbedaannya berada pada pemberdayaan pengetahuan dan keterampilan tersebut.
Pengetahuan matematika belum tentu membuat seseorang memiliki kemampuan numerasi. Kemampuan numerasi mencakup keterampilan pengaplikasian konsep serta kaidah matematika dalam situasi nyata sehari-hari, biasanya ditemukan dalam permasalahan yang tidak terstruktur (unstructured), mempunyai berbagai cara penyelesaian, bahkan tidak ada penyelesaian yang tuntas, dan berhubungan dengan faktor nonmatematis.
Sebagai contoh, seorang siswa belajar bagaimana membagi bilangan bulat dengan bilangan bulat lainnya. Saat bilangan yang pertama tidak habis dibagi, ada sisa hasil pembagian.
Biasanya siswa diajarkan untuk menuliskan hasil bagi beserta angka sisa pembagian. Lalu, mereka juga belajar menyatakan hasil bagi dalam bentuk desimal. Pada kehidupan sehari-hari, hasil bagi yang presisi/sempurna (dengan desimal) biasanya langsung dilakukan pembulatan.
Secara matematis, kaidah pembulatan ke bawah dilakukan apabila nilai desimalnya lebih kecil dibanding angka 5. Pembulatan ke atas jika nilai desimalnya berangka lebih besar daripada 5. Lalu, pembulatan ke atas atau ke bawah bisa di lakukan apabila nilai desimalnya 5.
Akan tetapi, dalam konteks nyata, kaidah itu tidak selalu dapat diterapkan. Mari kita ambil contoh kasusnya. Apabila terdapat 40 orang yang akan study tour dengan melakukan perjalanan menggunakan bus mini yang memuat 12 orang, secara matematis bus mini yang dibutuhkan untuk memuat semua orang itu adalah 3,333333. Jumlah tersebut tentu tidak masuk akal sehingga dibulatkan ke bawah menjadi 3 bus mini. Namun, jika satu tempat duduk hanya boleh diduduki oleh satu orang, berarti ada 4 orang tidak mendapatkan tempat duduk. Maka dari itu, jumlah bus mini yang harus dipesan adalah 4 buah.
Penting untuk dicermati bahwa numerasi tetap butuh pengetahuan matematika yang di pelajari dalam kurikulum. Akan tetapi, pembelajaran matematika belum tentu mengembangkan kemampuan numerasi.
Lalu, sebagai pemimpin satuan sekolah alias kepala sekolah, kira-kira bagaimana cara mengembangkan budaya numerasi di lingkungan belajar? Berikut ini tips yang dapat membantu para kepala sekolah!
1. Meningkatkan jumlah pelatihan guru bidang matematika dan nonmatematika.
2. Peningkatan intensitas pemanfaatan serta penerapan numerasi dalam proses belajar mengajar.
3. Peningkatan intensitas pembelajaran matematika berbasis permasalahan serta pembelajaran matematika berbasis project.
4. Peningkatan intensitas pembelajaran nonmatematis yang melibatkan unsur literasi numerasi.
5. Peningkatan kuantitas dan nilai matematika dalam PISA/TIMSS/INAP.
Sasaran Gerakan Peningkatan Literasi Numerasi di Sekolah dengan Basis Budaya Sekolah
1. Peningkatan jumlah serta variasi bahan bacaan literasi numerasi.
2. Peningkatan frekuensi peminjaman bahan bacaan literasi numerasi. Ini bisa memberikan reward bagi siswa yang rutin ke perpustakaan untuk sekadar membaca.
3. Meningkatnya jumlah kegiatan literasi numerasi di sekolah. Contoh kegiatan tersebut berupa komunitas dan ekskul.
4. Peningkatan intensitas dalam menyajikan informasi yang berbentuk presentasi numerasi (contoh: grafik siswa teladan atau grafik peningkatan nilai siswa).
5. Membuat kebijakan sekolah tentang literasi numerasi beserta memberikan alasan sebagai tujuan yang jelas agar siswa-siswi dapat mudah mengaplikasikannya.
6. Peningkatan akses website yang berkaitan dengan literasi numerasi.
7. Menyediakan alokasi dana yang dikhususkan untuk literasi numerasi.
8. Membentuk tim literasi sekolah.
Sasaran Gerakan untuk meningkatkan Literasi Numerasi di Sekolah dengan Basis Masyarakat
1. Peningkatan jumlah fasilitas yang mendukung literasi numerasi di sekolah, contohnya seperti jaringan internet yang memadai.
2. Peningkatan keterlibatan orang tua serta masyarakat dalam perkembangan literasi numerasi di sekolah.
Berikut ini terdapat lima (5) strategi yang dapat dilakukan selain gerakan-gerakan dengan basis tertentu.
1. Penguatan Kapasitas Fasilitator (baik guru maupun staf sekolah yang memiliki keterlibatan).
2. Peningkatan jumlah sumber belajar yang bermutu bagus. Sering kita temui sumber bacaan yang kurang bermutu seperti Lembar Kegiatan Belajar Siswa yang memunculkan soal dengan bahan bacaan atau gambar sinetron. Harusnya pimpinan sekolah wajib menyeleksi sebelum memberikan acc. Selain itu, perbanyak buku-buku yang berkualitas isinya, tidak hanya tergiur dengan cover yang menarik. Penyediaan buku ini bisa berupa buku fiksi maupun nonfiksi.
3. Memperbanyak sarana penunjang berupa poster, mading, atau bentuk-bentuk grafik yang menarik perhatian para peserta didik.
4. Peningkatan keterlibatan publik, contohnya seperti mengundang orangtua untuk berkegiatan yang berkaitan dengan literasi numerasi, seperti membuat kontes memasak keluarga, membuat permainan yang dapat diaplikasikan di rumah, dan semacamnya.
5. Menguatkan tata kelola seperti menganggarkan dana yang sesuai, membentuk tim literasi sekolah yang terdiri dari pimpinan sekolah, guru, staf, wali murid dan siswa. Tim ini bekerja sama untuk membudayakan literasi numerasi di sekolah dengan program-program pilihan.
Nah, sangat aplikatif, bukan? Jika Anda kepala sekolah, Anda dapat segera menerapkan informasi di atas melalui pembentukan tim literasi terlebih dahulu. Kemudian, program-program lain dapat dimunculkan setelahnya. Selamat mencoba!