Tantangan Menjadi Pengajar dalam Mendidik Siswa di Era Digital
Mendidik siswa di era digital harus mengikuti perkembangan zaman. Kemajuan teknologi digital sangat memudahkan hidup manusia. Namun ada juga perubahan yang harus diikuti termasuk di bidang pendidikan dan menjadi tantangan menjadi pengajar. Untuk menjadi semakin go digital, semakin melek teknologi.
Bisa jadi laju murid memahami teknologi jauh lebih cepat daripada pengajar atau guru yang masih harus beradaptasi. Kesulitan menggunakan teknologi harus segera diatasi dengan mengikuti pelatihan yang dibutuhkan.
Pengajar perlu menguasai keterampilan untuk mentransformasi kelasnya menjadi kelas online. Mengubah materi belajar cetak menjadi bentuk konten digital. Selain itu juga perlu mengetahui cara menyesuaikan metode belajarnya sehingga murid bisa terus terhubung dengan baik walau proses belajar mengajar tidak bertatap muka langsung.
Pengajar Perlu Menguasai Keterampilan Digital Dasar
Berikut beberapa keterampilan teknis dasar yang perlu dikuasai oleh pengajar di era digital:
- Merekam dan mengedit video dan audio
- Membuat desain gambar digital yang menarik
- Membuat konten digital visual yang sesuai dengan karakter murid
- Menggunakan teknologi cloud computing
- Memanfaatkan learning management system (LMS)
- Mengoptimalkan media sosial dan aplikasi kirim pesan untuk berkomunikasi
Proses belajar mengajar di era digital, akan lebih mudah jika konten disajikan secara digital. Akan tetapi materi belajar cetak, manual atau bisa disentuh langsung juga masih perlu digunakan.
Misalnya untuk pengajar anak usia dini. Tentu siswanya masih butuh berlatih cara menulis, menggambar,menggunting, mengelem, menggenggam, merobek dan lain sebagainya dengan cara manual. Proses pelatihan keterampilan motorik halus ini tidak bisa diwakilkan 100% secara digital.
Pengajar Mengetahui Platform Digital Online Yang Mudah, Gratis dan Legal
Beruntung sekali saat ini banyak produsen dan provider platform digital dan online yang bisa diakses gratis dan legal. Contohnya aplikasi yang dibuat oleh google. Dengan tag Google Apps For Education (GAFE), kita bisa mengetahui cara memanfaatkan berbagai google apps untuk proses belajar mengajar.
GAFE terdiri dari google search, gmail, google drive, google classroom, google hangout, google keep, google calender, blog dan juga you tube.
Google search adalah mesin pencari. Biasanya orang awam mengira yang dimaksud google hanyalah mesin pencari ini. Yaitu alat untuk mencari segala informasi di internet. Padahal google apps atau aplikasi yang dibuat oleh google beragam macamnya.
Gmail adalah aplikasi berkirim surat atau email. Setiap pengajar atau siswanya yang ingin memanfaatkan GAFE sebaiknya mempunyai akun di gmail yang akan digunakan untuk syarat login ke aplikasi lainnya dengan lebih mudah.
Google drive adalah bentuk teknologi cloud computing atau komputasi awan buatan google. Yaitu alat untuk menyimpan file di “awan”. Google drive terdiri dari banyak apps. Yaitu google doc untuk menulis dokumen. Google slide untuk membuat slide presentasi. Google form untuk membuat formulir online dan bisa digunakan untuk membuat soal latihan (kuis) online bagi murid. Ketiga apps google drive ini yang paling banyak digunakan dalam kelas belajar. Ada apps lainnya yaitu google sheet, goole suite, google drawing, google map dan lain sebagainya yang cukup jarang digunakan.
Google classroom adalah bentuk learning management system (LMS) dari google. LMS ibarat ruang kelas online yang lengkap. Ada lemari penyimpan berkas guru berupa fitur menyimpan silabus. Juga beranda google classroom yang bisa dijadikan guru dan siswanya untuk saling berkomunikasi langsung seperti tampilan beranda di media sosial.
Google hangout bermanfaat untuk video conference. Jadi bisa dimanfaatkan untuk kelas online streaming langsung. Pengajar bisa menunjukkan wajahnya langsung kepada siswa, sehingga tetap terjaga ikatan akrab. Pengajar juga bisa membagikan materi belajar berupa slide, dokumen, atau tutorial online langsung setiap tahap kepada siswa. Untuk bisa memanfaatkan google hangout ini, baik dari pihak pengajar maupun siswa butuh akses internet yang cukup kuat. Sebaiknya dilakukan dengan akses wifi nirkabel. Jika menggunakan kuota paket data dikhawatirkan akan cepat habis dan berhenti sebelum proses belajar selesai. Proses belajar streaming ini bisa direkam selama online dan kelak bisa diakses kembali secara berulang-ulang. Video rekaman bisa diposting di channel youtube sehingga tidak hilang atau bisa digunakan untuk adik kelas siswa di tahun berikutnya.
Semua konten yang dibuat dengan google drive, google classroom dan lainnya bisa dikumpulkan jadi satu, atau disajikan dengan manis di blog. Blog buatan google ini disebut blog dengan platform blogspot.
Dengan blog, pengajar bisa membuat buku interaktif, jurnal online atau catatan online untuk menampilkan tulisan menjadi materi belajarnya. Pengajar juga bisa memasukkan berbagai tautan sumber belajar untuk siswa. Sekaligus memberikan tautan atau link soal online yang sudah dibuat sebelumnya dengan google form.
Pengajar Fokus Membuat Konten Edukasi
Dengan penguasaan pada tools GAFE saja, pengajar bisa lebih mudah untuk mengajar dan menyampaikan materi belajarnya kepada siswa. Semua apps itu tidak perlu membayar atau gratis dengan batasan memori atau kuota data sebesar 15 GB. Jatah data ini cukup untuk keperluan guru dan kelas, asalkan bisa menyiasati besar data gambar yang disajikan. Untuk menampilkan video, lebih baik di posting terlebih dahulu di You Tube lalu dimasukkan ke dalam tulisan di blog.
Dengan ini, pengajar bisa leluasa untuk tidak terlalu risau harus menguasai banyak sekali teknologi yang tidak akan ada habisnya. Cukup menguasai teknologi dasar dan memusatkan energi dan fokus untuk membuat konten sebagai sumber belajar siswa di sekolah.
Pengajar Terus Belajar Metode Digital Learning
Setelah pengajar menguasai kedua pengetahuan di atas, ada lagi yang perlu untuk dicermati yaitu metode digital learning dan hal terkait lainnya.
Digital learning itu tidak semata-mata hanya mengubah hal yang manual menjadi digital dan mengubah kelas tatap muka menjadi kelas online. Jika hanya ini yang dipahami, maka guru cuma memindahkan file buku langsung diberikan ke siswa, lalu mereka diminta membaca sendiri.
Hal ini yang mulai muncul di masyarakat dan memberikan kehebohan sendiri. Ini terjadi karena banyak sekolah yang dengan terpaksa, mendadak mengubah kelas menjadi online dikarenakan sesuatu hal. Sementara metode penyampaian kelas online belum diberikan dengan baik.
Untuk memahami cara menyampaikan materi di kelas online dengan baik adalah dimulai dengan mengetahui karakter dari siswa itu sendiri.
Siswa kita adalah generasi Z yang sejak lahir bahkan sejak janin sudah mengenal gadget (gawai) dan melihat screen (layar). Kalau generasi sebelumnya, yaitu generasi boomer, dininabobokan dengan suara dan tampilan televisi. Generasi Z bertemu dengan smartphone dan lagu dari video yang ada di youtube. Anak batita sekarang sudah bisa swipe dan scroll up down menyentuh layar dan memilih video yang mereka inginkan.
Generasi Z juga punya rentang fokus yang sangat pendek. Jauh lebih suka menonton film atau video daripada membaca buku atau teks yang sangat panjang. Nah diingat lagi jika siswa punya karakter seperti ini, diberikan materi ebook buku pelajaran penuh. Ini juga hal yang perlu diperhatikan oleh pengajar dalam mendidik siswa di era digital.