5 Strategi Guru untuk Mengatasi Kesenjangan di Kelas PJJ
Beberapa bulan terakhir bermunculan berita mengenai sulitnya akses internet untuk pembelajaran jarak jauh, terutama para pelajar yang berada di wilayah rural atau terpencil. Ada yang terpaksa berkumpul di pemakaman demi mendapat akses internet yang lebih baik, ada pula yang menggunakan HT (handie talkie) karena dirasa lebih murah dibandingkan harus membeli kuota internet. Kondisi ini semakin memperlihatkan kesenjangan digital atau teknologi yang terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Pandemi COVID-19 berhasil memaksa dunia pendidikan bertransformasi dengan cepat namun pada waktu bersamaan turut mengangkat beberapa masalah krusial ke permukaan. Masalah umum, yang hadir sejak dulu, mencakup perbedaan status sosial dan pembangunan infrastruktur yang tidak merata, sehingga memberikan dampak nyata pada kesenjangan akses pendidikan berkualitas.
Sejak pemerintah menerapkan kebijakan pembelajaran jarak jauh di bulan Maret 2020, banyak terdapat kesenjangan dalam pelaksanaannya. Kesenjangan ini meliputi akses terhadap prangkat pembelajaran maupun kesiapan antara semua elemen, baik peserta didik, guru maupun orang tua.
PJJ menunjukkan bahwa pendidikan masih belum merata. Guru sebagai ujung tombak dalam proses pendidikan dituntut berperan aktif untuk mengatasi kesenjangan yang terjadi saat proses PJJ ini. Lantas bagaimana strategi untuk guru dalam mengatasi kesenjangan di kelas PJJ?
Pendidikan di Masa Pandemi
Pendidikan di masa pandemi identik dengan digitalisasi. Era edutech ini sebenarnya sudah dimulai sejak sebelum pandemi terjadi. Selama satu dekade terakhir, gelombang digital yang melanda industri pendidikan telah menciptakan disrupsi, salah satunya di bidang teknologi pendidikan atau edtech.
Layanan edutech di Indonesia mulai menjadi hype memasuki tahun 2015. Kendati startup seperti Zenius sudah ada sejak tahun 2004. Pemain besar lain, seperti Ruangguru dan HarukaEdu, baru debut di 2013. Popularitas platform tersebut juga mengikuti tren digital yang berkembang di masyarakat, termasuk sebaran broadband yang meluas, makin akrabnya masyarakat dengan layanan berbasis aplikasi, hingga opsi pembayaran digital yang lebih banyak.
Ketika tahun 2020 dimulai, tepat sebelum COVID-19, pendidikan online mulai mendapatkan pengakuan karena dianggap cukup, atau bahkan lebih efektif, daripada pendidikan kelas tradisional. Teknologi pembelajaran digital yang inovatif memasuki pasar, sedangkan semakin banyak orang yang terhubung ke area daring di seluruh dunia berkat investasi publik dan swasta dalam infrastruktur jaringan. Literasi digital berkembang di tengah masyarakat, terutama di kalangan anak muda.
Saat pandemi terjadi, pendidikan jarak jauh diambil sebagai win win solution. Pendidikan jarak jauh atau biasa disebut PJJ menjadi model baru yang diterapkan di Indonesia di semua jenjang pendidikan, mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.
PJJ yang dilaksanakan lebih banyak menggunakan sistem sekolah online. Dimana dalam prosesnya membutuhkan jaringan internet dan gadgetseperti laptop ataupun telepon pintar. PJJ menjadi jalan terbaik agar pendidikan bisa tetap berjalan meski pandemi.
Guru mengajar melalui aplikasi-aplikasi video conference maupun chatt seperti WhatssApp ataupun Telegram ada juga yang menggunakan Google Classroom. Peserta didik mengerjakan tugas-tugas melalui google form atau surat elektronik.
Kendala PJJ
Meski demikian, pada kenyataannya proses PJJ tidak berjalan dengan mulus. PJJ juga memiliki banyak kendala yang pada akhirnya menyebabkan adanya kesenjangan pendidikan.
Konsep pembelajaran jarak jauh (PJJ) ini sebenarnya bukan hal baru, namun keragaman wilayah Indonesia, menjadi sebuah tantangan yang besar untuk bisa mewujudkan pemerataan akses pendidikan. Sebagaimana diatur dalam SE Mendikbud No. 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan pada Masa Darurat Penyebaran Covid-19, satuan pendidikan harus menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh sejak akhir Maret 2020.
Dalam pelaksanaannya, PJJ menimbulkan respon yang sangat variatif dari seluruh elemen sekolah (guru, peserta didik dan wali murid). Ada yang menyikapi dengan positif, ada yang mencanangkan protes, ada pula yang masih kebingungan. Dukungan fasilitas, administrasi, serta latar belakang ekonomi siswa bisa dikatakan menjadi pemicu reaksi terhadap perubahan dalam dunia pendidikan. Sekolah yang termasuk kriteria golongan menengah ke atas tentu tidak menemukan masalah signifikan dalam menerapkan konsep PJJ ini.
Pergeseran tiba-tiba dari metode tatap muka di kelas ke pembelajaran jarak jauh di rumah memperlihatkan perlunya peningkatan kapasitas guru. Selain itu juga adalah akses yang tidak merata ke Internet, disparitas dalam kualifikasi guru dan kualitas pendidikan, serta kurangnya keterampilan TIK menjadi kerentanan dalam inisiatif pembelajaran jarak jauh di Indonesia.
Pembelajaran jarak jauh membuat perubahan ritme belajar. Ritme belajar yang selama ini dikontrol guru, berubah menjadi diatur guru, murid dan orangtua. Dulu ketiga pihak bersepakat mengenai waktu pembelajaran. Misal jam 8-12, maka guru, peserta didik dan orangtua melakukan upaya-upaya agar terselenggara pembelajaran pada jam yang telah disepakati itu. Sementara pada pembelajaran jarak jauh, ada sejumlah faktor yang menjadi pembeda mulai dari kemampuan orangtua, kesibukan orangtua, jumlah anak, ketersediaan gadget dan akses internet.
Strategi Guru untuk Mengatasi Kesenjangan di Kelas PJJ
Belum ada informasi yang pasti kapan sekolah akan dibuka. Dengan begitu bisa disimpulkan bahwa PJJ masih menjadi alternatif pelaksanaan pendidikan di era pandemi. Ini membuat guru harus mencari solusi agar PJJ bisa tetap berjalan dengan baik. Guru perlu mengatasi kesenjangan-kesenjangan yang ada di kelas PJJ.
Berikut strategi yang bisa dilakukan guru untuk mengatasi kesenjangan di kelas PJJ.
1. Mapping kondisi sosial peserta didik
Hal pertama yang perlu dilakukan oleh guru sebelum memulai PJJ adalah melakukan mapping atas kondisi para peserta didik. Bagaimana kondisi sosial mereka mulai dari akses terhadap internet dan gadget, bagaimana kondisi orang tua. Mapping ini akan memudahkan guru dalam mencari metode yang paling efektif dalam PJJ. Metode yang paling efektif adalah yang sesuai dengan kondisi sosial peserta didiknya.
2. Menerapkan blended learning
Akses internet dan gadget masih menjadi kendala terbesar dalam pelaksanaan PJJ. Oleh karena itu akan sangat bijak bila PJJ tidak harus selalu online. Guru bisa menggunakan sistem pembelajaran blended learning, yang memadukan luring dan daring. Tugas tidak hanya dikumpulkan secara online tapi bisa juga dalam bentuk lembar kerja yang bisa dikumpulkan secara berkala.
3. Penggunaan aplikasi yang mudah diakses
Agar semua peserta didik bisa mengikuti PJJ dengan sistem online, pastikan guru menggunakan aplikasi yang mudah diakses oleh semua peserta didik, misalnya Zoom, WhatssApp ataupun Google Classroom.
4. Meningkatkan kemampuan di bidang TIK
PJJ juga menuntut guru untuk lebih kreatif mengemas pembelajaran yang menarik saat sekolah online. Guru perlu meningkatkan kemampuan di bidang TIK. Mulai dari kemampuan mengelola pembelajaran online, membuat video belajar hingga mengoperasikan berbagai aplikasi yang mendukung PJJ.
5. Menjalin kerjasama yang baik dengan orang tua
Saat PJJ, orang tua menjadi patner utama guru. Orang tua yang membantu peserta didik belajar di rumah. Oleh karena itu perlu ada komunikasi dan kerjasama yang baik antara guru dan orang tua. Agar keduanya mampu berkolaborasi dengan baik dalam proses PJJ ini.