Sudah Tahukah Guru, Apa Perbedaan Rapor Kurikulum Merdeka dengan Biasanya?
Dalam mewujudkan suatu visi, dibutuhkan misi sebagai subtarget yang dijabarkan secara umum. Tentunya, perlu langkah dan strategi konkret supaya visi dapat tercapai. Langkah tersebut dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi.
Perencanaan dibutuhkan sebagai pandangan dan gambaran untuk melaksanakan berbagai upaya dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Di sisi lain, pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang telah dibuat. Tanpa ada evaluasi, perencanaan dan pelaksanaan suatu program bisa saja tidak akan berkembang. Dengan begitu, target yang ingin dituju akan sulit tercapai.
Ketiga proses tersebut sangat penting dalam mencapai visi misi suatu kinerja profesional individu, organisasi, lembaga, atau perusahaan. Begitu juga di lembaga pendidikan. Proses pembelajaran pasti dilakukan dari merencanakan (misalnya, membuat RPP 1 lembar), melaksanakan, dan mengevaluasi.
Merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran adalah upaya yang ditujukan guru pada siswa. Sementara itu, melakukan evaluasi bukan hanya untuk memperoleh hasil penilaian kinerja belajar siswa. Hal itu juga membantu guru melakukan perbaikan untuk mendukung perencanaan dan pelaksanaan.
Dalam pendidikan, evaluasi dilakukan dengan memberikan ujian atau tes pada peserta didik. Sebagai upaya mengetahui tingkat pemahaman materi maupun keterampilan yang telah diajarkan. Dari sudut pandang pendidik, evaluasi dalam pembelajaran sangat penting untuk mengetahui efektif tidaknya suatu sistem maupun strategi yang diterapkan. Hasil dari evaluasi pembelajaran biasanya ditunjukkan dalam bentuk rapor.
A. Rapor (Laporan Pembelajaran)
Berdasarkan Wikipedia, rapor adalah suatu cara pengukuran kinerja siswa. Rapor berasal dari kata raport dalam Bahasa Inggris, yang berarti laporan. Sesuai asal katanya, rapor bisa menjadi alat untuk memberikan pemberitahuan, menyampaikan informasi, keterangan, maupun pertanggungjawaban suatu kinerja, baik lisan maupun tulisan.
Umumnya, buku rapor ini disusun oleh guru-guru kepada siswa atau orang tua siswa dua kali hingga empat kali dalam setahun. Namun, ada juga lho, lembaga pendidikan yang menerapkan sistem menyusun rapor oleh siswa sendiri, salah satunya yang dilaksanakan di Sanggar Anak Alam.
Mengapa Rapor Penting?
- Bagi guru, rapor menjadi alat yang memudahkan penyampaian hasil pembelajaran baik bagi siswa maupun orang tua. Rapor juga menunjukkan hasil kinerja atau performa belajar siswa. Dengan begitu, guru dapat menentukan tindak lanjut yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran.
- Bagi siswa dan orang tua, rapor menunjukkan hasil belajar siswa selama satu semester maupun tengah semester. Orang tua juga mendapatkan laporan keberhasilan siswa dalam mempelajari mata pelajaran tertentu.
B. Bentuk Rapor
Rapor yang telah disusun guru, lalu diberikan kepada orang tua atau wali murid dapat disebut juga sebagai prestasi belajar. Hal tersebut karena dalam rapor tercatat lengkap tentang perolehan nilai siswa pada masing-masing mata pelajaran.
Prestasi belajar merupakan hasil evaluasi pendidikan yang dicapai oleh peserta didik setelah menjalani proses pendidikan secara formal dalam jangka waktu tertentu dan hasil belajar tersebut berupa angka-angka (Sumadi Suryabrata, 2006:6).
Dapat dikatakan, rapor sebagai laporan pembelajaran menunjukkan prestasi belajar pada siswa. Baik bagi guru, siswa maupun orang tua, rapor sangat penting.
Mulanya sebelum diterapkan Kurikulum 2013, rapor hanya berisi angka-angka serta kriteria ketuntasan minimal (KKM) untuk setiap mata pelajaran. Hingga kemudian, kurikulum berganti menjadi K-13 yang fokusnya tidak hanya pada nilai akademik.
Sejak K-13 ditetapkan, buku rapor siswa tidak hanya berupa perolehan angka-angka semata. Namun, rapor juga dilengkapi deskripsi berupa kalimat yang menjelaskan perolehan angka-angka tersebut. Dalam keberlangsungannya, K-13 secara resmi dan serentak dilaksanakan di semua satuan pendidikan sekitar 7 tahun lamanya. Di tahun 2020, dengan adanya pandemi Covid-19, pemerintah memberikan opsi kurikulum prototype untuk mendukung kegiatan pembelajaran jarak jauh. Dari Kurikulum Prototype atau darurat ini, selanjutnya disesuaikan dengan berubah menjadi Kurikulum Merdeka.
Lalu, seperti apa dan bagaimana perbedaan kurikulum 2013 dengan Kurikulum Merdeka?
C. Perbedaan Kurikulum 2013 dengan Kurikulum Merdeka
Sebagai upaya perbaikan kurikulum sebelumnya, K-13 memiliki ketetapan dalam buku rapor yang tidak hanya berupa angka-angka saja. Hal ini dikuatkan dari peraturan pemerintah berdasarkan Permendikbud nomor 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian. Pada pasal 3 ayat 1 dijelaskan bahwa nilai yang diperoleh oleh peserta didik juga meliputi tiga aspek sebagai berikut.
1. Aspek Pengetahuan
Aspek pengetahuan dalam buku rapor ditunjukkan oleh angka. Aspek pengetahuan merupakan prestasi belajar peserta didik dalam menguasai kompetensi dasar (KD.3) yang diharapkan, ditulis dengan rentangan nilai 0—100 beserta deskripsinya.
2. Aspek Keterampilan
Aspek penilaian berdasarkan keterampilan merupakan capaian hasil belajar siswa dalam menguasai aspek keterampilan (KD.4). Aspek ini juga ditunjukkan dalam rentangan 0—100 dan deskripsi.
3. Aspek Sikap
Nilai sikap diperoleh dari pengamatan sikap yang ditunjukkan siswa di kelas selama satu semester. Pengamatan sikap dinilai baik segi spiritual siswa maupun sosial yang ditulis dengan huruf “sangat baik, baik, cukup atau kurang”, beserta deskripsinya juga.
Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum yang digunakan dan telah disesuaikan dari Kurikulum Darurat (prototype). Kurikulum ini merupakan opsi yang ditawarkan pemerintah dalam mencegah learning loss pada siswa selama perubahan proses pembelajaran di masa pandemi Covid-19.
Kurikulum Merdeka berbeda jika dibandingkan dengan Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 yang laporan penilaiannya menyasar pada aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Sementara itu, dalam Kurikulum Merdeka, aspek pengetahuan ditunjukkan oleh angka dan keterangan capaian kompetensinya. Sebenarnya, jika dilihat dari tujuan utama adanya Kurikulum Merdeka yang berarti diberikan kebebasan, fleksibelitas, juga kemudahan. Maka, begitu pula pada rapor pendidikan Kurikulum Merdeka lebih mudah dan sederhana formatnya dibandingkan dengan K-13. Berikut ini infografik dari perbedaan Kurikulum 2013 dengan Kurikulum Merdeka.
Dilihat dari infografik tersebut, bisa dibayangkan rapor Kurikulum Merdeka lebih sederhana dibandingkan K-13. Kurikulum Merdeka biasanya berupa 2 halaman, sedangkan K-13 ada 3—4 halaman. Halaman pertama rapor K-13 berupa penilaian aspek spiritual dan sosial siswa yang dinilai dengan predikat. Setiap bagian penilaiannya ada deskripsinya. Halaman kedua dan ketiga memuat penilaian hasil belajar siswa aspek pengetahuan dan keterampilan. Penilaian ini dipisahkan setiap aspeknya. Selain predikat, aspek penilaian di rapor K-13 juga mencantumkan nilai KKM setiap mata pelajaran. Di halaman keempat, memuat penilaian kegiatan ekstrakurikuler, absensi siswa, dan tanda tangan orang tua, wali kelas, serta kepala sekolah.
Tampilan rapor Kurikulum Merdeka tampak lebih sederhana dibandingkan dengan K-13. Halaman pertama langsung memuat hasil laporan belajar siswa per mata pelajaran sekolah. Tampilan rapor siswa di halaman pertama Kurikulum Merdeka memuat mata pelajaran, nilai akhir, dan capaian kompetensi. Kemudian, di halaman kedua terdapat penilaian kegiatan ekstrakurikuler siswa, absensi, dan tanda tangan orang tua, wali kelas, dan kepala sekolah.
Meskipun ada beberapa perbedaan, ada pula kesamaan dari rapor K-13 dan KSurikulum Merdeka. Persamaannya ada pada sistem ranking yang tidak lagi digunakan.