Perlunya Guru Menguasai Diri dalam Pendidikan Budi Pekerti
Guru tidak hanya mengajar dan menyampaikan materi-materi di depan kelas semata. Lebih dari itu, seorang guru juga menjadi pendidik bagi siswa-siswanya. Beliau melakukan pendidikan agar siswa tak hanya tumbuh menjadi pribadi yang cerdas, melainkan juga berkarakter. Terlebih lagi, dalam Kurikulum Merdeka yang berlaku saat ini, penguatan karakter menjadi salah satu fokus penting. Guru pun berkewajiban membentuk karakter siswa dengan memberikan pendidikan budi pekerti. Artikel ini selanjutnya akan membahas tentang pentingnya guru menguasai diri dalam pendidikan budi pekerti.
Pendidikan Budi Pekerti
Apa itu pendidikan budi pekerti? Mengapa sangat penting memberikan pendidikan budi pekerti di sekolah? Budi pekerti disebut juga watak atau karakter. Budi pekerti didefinisikan sebagai bersatunya gerak pikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauan yang menimbulkan tenaga. Bisa dikatakan bahwa budi pekerti adalah sifat jiwa manusia.
Menurut covergentie-theorie, budi pekerti atau watak manusia terbagi menjadi dua. Bagian pertama adalah intelligible, yaitu bagian yang berhubungan dengan kecerdasan pikiran (intelektualitas). Intelligible ini watak yang bisa berubah melalui pendidikan maupun situasi dan kondisi. Bagian kedua disebut dengan bagian biologis. Bagian biologis ini berhubungan dengan dasar hidup manusia dan sifatnya tetap, tidak bisa berubah sepanjang kehidupan.
Intelligible bisa berubah karena adanya pengaruh, misalnya kelemahan pikiran, kebodohan, kurang cepatnya berpikir, dan lain sebagainya. Di sisi lain, bagian biologis yang tidak bisa berubah ini adalah bagian-bagian jiwa yang disebut perasaan. Perasaan ada berbagai macam, contohnya, rasa takut, rasa malu, rasa egois, rasa kecewa, dan lain sebagainya. Semua perasaan ini akan menetap dalam diri manusia sepanjang hidupnya.
Sebagai contohnya, orang pemalu jika dapat berpikir dengan baik tentang keadaan di sekitarnya, dia dapat mengendalikan perasaan asli yang dimilikinya (sifat malu). Sebaliknya, jika dia tidak bisa berpikir dengan baik, ia pun tidak bisa mengendalikan rasa malunya tersebut. Jadi, bila ada seseorang yang dulunya pemalu, tetapi sekarang tidak, bukan karena sifat malunya hilang. Pikirannyalah yang berkembang dan mampu mengontrol rasa malunya tersebut.
Kemudian, apa itu pendidikan budi pekerti? Pendidikan budi pekerti adalah program pengajaran di sekolah yang bertujuan untuk mengembangkan watak atau karakter siswa dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai kekuatan moral dalam kehidupannya melalui proses kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan kerja sama yang menekankan unsur afektif (perasaan dan sikap), tanpa meninggalkan unsur kognitif (berpikir rasional), dan unsur psikomotorik (keterampilan).
Tak hanya itu, pendidikan budi pekerti juga memiliki tujuan meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter dan akhlak mulia siswa secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai dengan standar kompetensi satuan pendidikan.
Melalui pendidikan budi pekerti ini, siswa diharapkan mampu secara mandiri untuk meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji, serta menginternalisasi nilai-nilai budi pekerti dalam kehidupan sehari-hari.
Budi pekerti juga mendapatkan perhatian dari Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara. Menurut Ki Hajar Dewantara, budi pekerti berarti pikiran, perasaan, dan kemauan.
Ketiga unsur tersebut tertuang dalam metode pengajaran budi pekerti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara. Pertama, Metode Ngerti. Metode ini dilakukan dengan memberikan pemahaman sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pada pendidikan budi pekerti ini, guru dan orang tua wajib menanamkan pemahaman tentang tingkah laku yang baik, sopan santun, dan tata krama yang baik kepada siswa agar mereka bisa mengerti.
Kedua, Metode Ngrasa. Metode ini adalah berusaha semaksimal mungkin memahami dan merasakan tentang pengetahuan yang dimilikinya. Pada hal ini, siswa akan dididik untuk dapat memperhitungkan dan membedakan apa yang baik dan yang salah.
Ketiga, Metode Nglakoni. Menurut Ki Hajar Dewantara, metode ini adalah tahapan pamungkas dalam pendidikan budi pekerti. Metode ini berarti mengerjakan setiap tindakan bertanggung jawab serta memikirkan dari tindakan berdasarkan pengetahuan yang didapat.
Kesimpulannya, pendidikan budi pekerti menurut Ki Hajar Dewantara adalah bertujuan untuk membuat siswa memiliki tingkah laku yang baik, bersikap sopan santun, dan bertata krama, sesuai apa yang sudah diketahuinya.
Pendidikan budi pekerti menjadi bagian dari proses pengajaran di sekolah yang tak terpisahkan. Guru memiliki peran penting dalam melakukan pendidikan budi pekerti ini.
Refleksi Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Pentingnya Menguasai Diri dalam Pendidikan Budi Pekerti
Ki Hajar Dewantara juga mengeluarkan pemikiran tentang pentingnya peran guru dalam pendidikan budi pekerti ini. Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa saat melakukan pendidikan budi pekerti, guru harus mampu menguasai dirinya terlebih dahulu.
Pada tahun 1936, Ki Hajar Dewantara mengeluarkan sebuah karya yang berjudul Dasar-Dasar Pendidikan. Pada karya tersebut, Ki Hajar Dewantara menuangkan gagasan filosofisnya, termasuk tentang pentingnya menguasai diri dalam pendidikan budi pekerti.
Menurutnya, manusia memiliki watak yang bisa berubah dan yang tidak bisa berubah. Dengan berpendapat pada teori konveregensi, Ki Hajar Dewantara menyebut watak manusia menjadi dua bagian: bagian yang berhubungan dengan kecerdasan dan bagian yang berhubungan dengan biologis. Bagian pertama bisa berubah dengan dipengaruhi pendidikan, sedangkan bagian kedua tidak bisa berubah. Kedua watak inilah yang perlu diperhatikan oleh guru dalam memberikan pendidikan budi pekerti.
Meski watak biologi ini tidak bisa berubah, seorang guru tidak boleh berputus asa dalam memberikan pendidikan budi pekerti. Memang benar jika watak biologis itu tidak bisa berubah, tetapi dengan kecerdasan yang bisa dipengaruhi oleh pendidikan, watak biologis yang buruk bisa ditutupi. Di sinilah pentingnya menguasai diri dalam pendidikan budi pekerti.
Memang benar kecerdasan hanya dapat menutupi watak seseorang, tetapi harus diingat bahwa dengan menguasai diri (zelfbeheersching) secara tetap dan kuat, ia akan meleyapkan atau melemahkan watak-watak buruk tersebut. Jadi, jika kecerdasan budi pekerti seseorang itu baik, yaitu dapat mengadakan budi pekerti yang baik dan kokoh sehingga bisa mewujudkan kepribadian dan karakter, ia akan selalu dapat mengalahkan watak biologisnya tersebut.
Oleh karena itu, menguasai diri menjadi tujuan penting dalam pendidikan budi pekerti. Dengan menguasai diri dalam pendidikan budi pekerti, guru akan bisa membentuk siswa yang memiliki kecerdasan dalam mengendalikan sifat-sifat asli biologisnya dalam bertingkah laku sehari-hari. Menguasai diri menjadi hal mendasar yang harus dimiliki oleh guru dalam melakukan pendidikan budi pekerti.
Dengan pendidikan budi pekerti ini, siswa bisa menjadi manusia yang mampu mengendalikan diri dalam menutupi watak-watak biologisnya yang jahat, melalui kecerdasan intelektual yang dimilikinya. Dengan demikian, ia mampu menjadi pribadi yang baik, sopan santun, juga memiliki tata krama yang baik. Inilah tujuan akhir dari pendidikan budi pekerti itu.
Demikian artikel tentang perlunya guru menguasai diri dalam pendidikan budi pekerti. Semoga artikel ini bisa membantu Anda dalam memahami perlunya guru menguasai diri dalam pendidikan budi pekerti.