Mengenal Konsep Pendidikan Ala Ki Hajar Dewantara dan Implementasinya
Siapa yang tak mengenal tokoh pahlawan yang terpampang di pecahan mata uang dua puluh ribuan rupiah emisi 1998? Ya, beliau adalah Ki Hajar Dewantara. Sosok pendiri sekolah Taman Siswa yang menjadi tombak penting dari lahirnya sekolah-sekolah di negeri kita. Sosok Ki Hajar Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Pengajaran setelah diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia.
Lahir dengan nama asli Soewardi Soerjaningrat pada tanggal 2 Mei 1889, Ki Hajar Dewantara dinobatkan sebagai Bapak Pendidikan Indonesia. Hari lahirnya juga diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Beliau pernah diasingkan ke Belanda setelah menulis sebuah artikel berjudul Als Ik Nederlander Was yang artinya “Seandainya Aku Seorang Belanda”. Mengapa pihak Belanda begitu geram atas tulisan beliau? Tentu saja karena isinya yang mengandung kritik pedas terhadap pemerintahan Hindia-Belanda. Berikut ini tulisan yang mengantarkan Ki Hajar Dewantara ke Negeri Kincir Angin.
"Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan fikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si penduduk pedalaman memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Fikiran untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghinakan mereka, dan sekarang kita membongkar pula koceknya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahawa bangsa penduduk pedalaman diharuskan ikut mengkongsi suatu pekerjaan yang beliau sendiri tidak ada kepentingan sedikit pun".
Diasingkan ke Belanda tidak serta-merta menyiutkan semangat Ki Hajar Dewantara dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Di sana, beliau membangun pelajar Indonesia yang tengah studi di sana, yakni Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia). Bersama dua rekannya yang lain, Douwes Dekker dan Tjipto Mangunkusumo, beliau mengembangkan sistem pendidikan yang juga mengadopsi beberapa sistem di Belanda.
Buah pemikiran Ki Hajar Dewantara merupakan warisan budaya bangsa dan menjadi salah satu kekayaan keilmuan milik Indonesia. Konsep pendidikan yang dicetuskan Ki Hajar Dewantara pada dasarnya sesuai untuk meningkatkan kualitas pembangunan SDM Indonesia maupun pembangunan nasional yang bercirikan kepribadian bangsa Indonesia. Konsep pemikiran beliau kita kenal dengan “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani".
Ing Ngarsa Sung Tuladha
Istilah Ing Ngarsa Sung Tuladha memiliki makna yang berada di depan memberikan contoh baik/ teladan. Dalam implementasinya, teladan ini bisa jadi para pemimpin, tenaga pengajar atau siapa pun yang akan memberikan contoh baik terhadap siapa pun yang mengikutinya.
Pemimpin sebuah negara adalah seorang presiden. Maka dari itu, seorang presiden sebagai orang yang berada di depan masyarakat Indonesia wajib memberikan contoh baik. Contoh tersebut misalnya dengan bertutur kata baik, menerima aspirasi masyarakat, dan membuat keputusan-keputusan yang memajukan negaranya. Lalu, presiden menunjuk seorang menteri pendidikan yang tujuannya untuk memperbaiki sistem pendidikan. Menteri tersebut wajib menjadi teladan bagi masyarakat, baik dari sikap maupun program-programnya. Hal tersebut dianjutkan ke satuan pendidikan atau sekolah. Kepala sekolah dan guru wajib menjadi teladan bagi para siswa-siswinya. Selain mentransfer ilmu akademis, penting sekali untuk membagikan ilmu-ilmu kehidupan agar mengembangkan karakter berbudi luhur para peserta didik.
Sebutan “guru” sering kali dimaknai dengan “Digugu lan ditiru”. Artinya, guru adalah orang yang dipatuhi dan perilakunya ditiru oleh murid-muridnya. Maka dari itu, profesi guru sangat berat tanggung-jawabnya. Tak heran jika guru disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka memberikan ilmu dan menjadi contoh bagi generasi penerusnya. Guru yang berkualitas merupakan investasi terbaik bagi bangsa. Jadi, penting sekali untuk memberikan apresiasi pada guru-guru dengan sepantasnya.
Ing Madya Mangun Karsa
Konsep kedua dari yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara adalah Ing Madya Mangun Karsa yang memiliki makna “yang berada di tengah membangun atau mencetuskan ide-ide”. Jika diimplementasikan dalam dunia pendidikan, ini bermakna guru memiliki peranan yang amat sangat penting dalam menstimulasi para peserta didik agar mampu menciptakan prakarsa atau ide-ide dalam proses belajar.
Inisiatif para penerus bangsa perlu dibangun sejak dini, salah satunya melalui pendidikan formal. Guru dapat mengarahkan siswa melalui pelajaran sehari-hari. Sebagai contoh, dalam membuat tugas kelompok, para peserta didik diminta untuk mengerjakan tugas yang melibatkan kreativitas, inisiatif, kepemimpinan, dan komunikasi asertif.
Anak-anak yang terlatih dalam mengembangkan ide dan memiliki keberanian menyuarakan pendapat nantinya akan tumbuh menjadi pribadi berkarakter pemimpin. Ini yang diperlukan bangsa kita, calon-calon pemimpin inovatif, kreatif, dan adil.
Tut Wuri Handayani
Tentu tak asing, bukan mendengar istilah Tut Wuri Handayani? Iya, istilah tersebut terpampang dalam logo Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Tut Wuri Handayani memiliki makna "dari belakang, seorang pendidik harus memberikan dorongan dan arahan bagi para peserta didik". Namanya juga “tenaga pendidik” pastinya akan memberikan didikan agar terjadi perubahan yang positif bagi peserta didik itu sendiri.
Ki Hajar Dewantara sangat mengedepankan pendidikan karakter. Tentu saja ini sangat relate dengan Kurikulum Merdeka Belajar. Konsep pendidikan yang diusung oleh Kemendikbud di era milenial ini mengantarkan para generasi Z untuk mencapai self-awareness.
Individu yang memiliki self-awareness yang baik akan lebih mudah membangun karakter positif dan meningkatkan segala potensi yang dimiliki. Kabar baiknya, teknologi di zaman sekarang sangat mendukung para guru dan orangtua untuk mengakses segala bentuk pengetahuan. Akan tetapi, yang perlu digarisbawahi adalah sikap bijak kita dalam menerima, mengelola, dan menyampaikan kembali informasi.
Perubahan positif akibat kombinasi pendidikan karakter dan teknologi adalah terciptanya lapangan kerja baru seperti terapis online, edukator online, content creator dari berbagai bidang. Mereka yang bertahan di industri pendidikan-hiburan ini bertahun-tahun tanpa skandal atau masalah biasanya adalah mereka yang memiliki integritas, karakter, dan vibes positif bagi seluruh pemirsanya.
Banyak anak muda zaman sekarang bercita-cita ingin menjadi Youtuber, Influencer, Tiktokers, Selebgram. Namun, banyak generasi sebelumnya mengecilkan mimpi mereka. Bukannya yang berada “di belakang” harusnya memberikan dorongan? Baiknya anak-anak yang memiliki cita-cita tersebut diwadahi dan diberikan pengetahuan, misalnya dilatih dengan public speaking, influence skill, editing, videography, photography, menulis script, dan lain-lain.
Sepuluh hingga dua puluh tahun kedepan bangsa kita akan dipimpin dari generasi yang lebih muda. Dibandingkan mendikte mereka agar mendapat nilai ujian yang sempurna, lebih baik menjadi teladan bagi mereka untuk menjadi pemimpin yang adil dan bertanggung jawab. Bangsa kita butuh penerus yang berkualitas luar dalam, bukan hanya mereka yang memiliki IPK sempurna.
Sampai kapanpun, konsep Ki Hajar Dewantara ini tetap akan terus harum mewarnai perkembangan pendidikan di Indonesia. Apa pun perubahan yang dibuat oleh Kemdikbud beserta jajarannya, ujung tombaknya adalah karakter manusia itu sendiri. Manusia yang memanusiakan manusia, berakal dan berbudi luhur.
Nah, begitulah gambaran konsep yang dicetuskan Bapak Pendidikan Indonesia beserta implementasinya!