Ketika Koding dan AI Masuk Kurikulum: Apa Implikasinya bagi Sekolah dan Guru?

teknologi 9 Jul 2025

Belum lama ini, dunia pendidikan di Indonesia dikejutkan dengan kebijakan baru yang memasukkan koding dan kecerdasan artifisial (AI) sebagai mata pelajaran dalam kurikulum nasional. Di tengah perkembangan teknologi yang semakin pesat, pemerintah menilai bahwa penting bagi setiap siswa untuk memahami dasar-dasar pemrograman dan AI sejak dini. Namun, di balik ambisi yang ingin direalisasikan ini, apa implikasi kebijakan ini bagi sekolah dan guru?

Melalui kebijakan ini, pemerintah tidak hanya ingin mengikuti adanya perkembangan zaman saja, tetapi juga telah mempersiapkan generasi yang tidak hanya menjadi pengguna teknologi saja, tetapi juga sebagai pencipta inovasi. Mata pelajaran koding dan AI akan mulai diperkenalkan kepada siswa di jenjang SD secara sederhana  melalui pemikiran komputasional (computational thinking) dan berkembang ke SMP-SMA dengan materi pemrograman dasar, machine learning, serta penerapan AI dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan adanya kebijakan ini, pemerintah menekankan pentingnya literasi digital tingkat lanjut untuk menghadapi revolusi industri 4.0 dan society 5.0, yang mana hampir semua sektor telah memanfaatkan teknologi cerdas sebagai bagian dari operasionalnya.

Implikasi Mata Pelajaran Koding dan AI bagi Sekolah

a. Infrastruktur

1. Komputer atau Laptop

  • Jumlah dan Spesifikasi: Idealnya sekolah mempersiapkan minimal satu perangkat komputer atau laptop per dua siswa dalam menerapkan pembelajaran koding dan AI melalui kegiatan praktik. Adapun spesifikasinya harus mampu menjalankan software pemrograman dasar dan software AI yang ringan tanpa lag.
  • Pemeliharaan: Selain menyediakan alatnya, sekolah harus memikirkan biaya perawatan yang dilakukan secara berkala, pembaruan sistem operasi, dan antivirus untuk memastikan keamanan dan kelancaran proses kegiatan belajar.
  • Laboratorium TIK: Selain itu, sekolah juga perlu mempersiapkan ruangan khusus yang dapat mendukung proses kegiatan belajar, seperti ruang laboratorium yang memiliki aliran listrik yang stabil dan ventilasi yang memadai agar perangkat tidak cepat rusak.

2. Jaringan Internet yang Stabil

  • Kecepatan dan Kuota: Minimal 10 Mbps digunakan untuk satu kelas yang mengakses materi daring secara bersamaan. Pembelajaran AI membutuhkan akses cloud atau dataset online.
  • Keamanan Jaringan: Perlindungan firewall dan kontrol situs agar penggunaan internet tetap terarah untk kegiatan pembelajaran.
  • Ketersediaan di Daerah 3T: Tantangan terbesar yang akan dihadapi dalam penerapan kebijakan ini adalah akses internet yang cenderung tidak stabil atau terbatas. Oleh karena itu, penting untuk membuat alternatif lain, seperti materi offline atau software stand-alone harus disiapkan untuk daerah ini, serta pengadaan jaringan VSAT di daerah sangat terpencil.
Tips Mengajarkan Coding bagi Anak Sejak Dini
Coding memiliki banyak manfaat, terutama dalam mengembangkan keterampilan berpikir logis, kreatif, dan pemecahan masalah

3. Software Pendukung

  • Jenjang SD: Scratch, Blockly, dan Hour of Code yang berbasis visual dapat mempermudah siswa dalam memahami konsep algoritma tanpa harus menulis sintaks.
  • Jenjang SMP: Python dasar dengan IDE seperti Thonny atau Mu Editor, serta penggunaan micro:bit atau Arduino untuk proyek fisik sederhana.
  • Jenjang SMA: Python dengan library AI (TensorFlow Lite, scikit-learn) untuk pengenalan machine learning, pengolahan data, atau pembuatan chatbot.
  • Lisensi dan Pembaruan: Sekolah perlu memastikan software bersifat open source atau memiliki lisensi resmi, dan guru menguasai cara instalasi serta pembaruannya.

b. Kurikulum dan Silabus

  • Penyesuaian kurikulum agar dapat terintegrasi dengan mata pelajaran yang lain, misalnya pada mata pelajaran Matematika dan IPA
  • Pengembangan silabus dan modul pembelajaran praktis yang kontekstual, bukan hanya sekadar teori abstrak saja
  • Penyusunan asesmen yang dapat menilai kompetensi berpikir komputasional, problem solving, dan kreativitas siswa

Implikasi Mata Pelajaran Koding dan AI bagi Guru

a. Kompetensi Guru

Dengan diterapkannya kebijakan ini, guru dituntut untuk mampu menguasai materi pemrograman dan AI, meskipun mata pelajaran tersebut bukan bagian dari latar belakang guru tersebut, yaitu IT. Hal ini berarti:

  • Guru perlu diberikan pelatihan intensif, workshop, atau program sertifikasi guna meningkatkan kompetensi digital mereka
  • Guru harus mampu menguasai pedagogi digital untuk mengajarkan koding dan AI dengan metode pembelajaran yang menarik, terutama bagi siswa yang berada di jenjang SD dan SMP yang masih berada di tahap berpikir konkret.

b. Beban Kerja

Bukan hanya sekadar mempelajari materi baru saja, guru juga harus:

  • Menyiapkan RPP, LKPD dan asesmen berbasis koding dan AI
  • Menghadapi potensi stres yang berlebih jika pelatihan yang diberikan tidak optimal, terutama bagi guru senior yang belum terbiasa dengan pemrograman.

Peluang dan Tantangan yang Dihadapi Guru

Peluang

1. Guru dan Sekolah Menjadi Pionir Inovasi Digital

Dengan adanya mata pelajaran koding dan AI, guru tidak hanya berperan sebagai pengajar, tetapi juga fasilitator inovasi. Melalui kebijakan ini, guru yang menguasai teknologi ini akan:

  • Diakui sebagai agen perubahan di sekolah
  • Memotivasi guru lain untuk meningkatkan kompetensi digital mereka

Sekolah yang berhasil mengimplementasikan pembelajaran koding dan AI dengan baik akan:

  • Memiliki branding positif sebagai sekolah berbasis teknologi
  • Menarik minat masyarakat untuk mendaftarkan anaknya di sana
  • Membuka peluang mengikuti kompetisi inovasi pendidikan digital tingkat nasional dan internasional

2. Siswa Memiliki Bekal Keterampilan Masa Depan (Future Skills)

sumber: kejarcita.id
sumber: kejarcita.id

Kemampuan koding dan AI kini bukan lagi keterampilan eksklusif programmer, melainkan kebutuhan di hampir semua bidang, seperti:

  • Ekonomi dan bisnis (otomatisasi analisis data)
  • Kedokteran (AI diagnosis medis)
  • Pendidikan (pengembangan media pembelajaran interaktif)

Dalam penerapannya, pembelajaran ini akan:

  • Melatih computational thinking yang meningkatkan kemampuan problem solving dan logika siswa
  • Menyiapkan mereka bersaing di era global dan ekonomi digital, termasuk peluang pekerjaan remote atau freelance di bidang teknologi.

3. Terbukanya Peluang Kolaborasi dengan Industri IT dan Start-Up

Kebijakan ini akan memicu:

  • Kerjasama antara sekolah dengan perusahaan IT untuk pengembangan materi ajar, pelatihan guru, hingga magang siswa
  • Start-up edutech menyediakan platform pembelajaran koding dan AI yang kontekstual dan affordable.

Tantangan

1. Kesenjangan Kesiapan Infrastruktur dan Kompetensi Guru Antar Daerah

  • Di kota besar: Infrastruktur TIK relatif tersedia dan guru memiliki akses pelatihan daring maupun luring.
  • Di daerah 3T: Banyak sekolah belum memiliki komputer memadai atau internet stabil.

Guru kesulitan menerapkan pembelajaran berbasis koding dan AI jika belum memiliki pemahaman dasar TIK. Akibatnya, terjadi kesenjangan kualitas pendidikan teknologi yang dapat memperlebar ketimpangan sosial.

sumber: kejarcita.id
sumber: kejarcita.id

2. Resistensi Guru atau Sekolah yang Belum Memahami Urgensi Literasi Koding dan AI

Sebagian guru merasa:

  • Materi ini terlalu sulit dan di luar bidang mereka
  • Tidak relevan untuk siswa yang tidak bercita-cita menjadi programmer.

Sikap ini dapat menghambat implementasi kebijakan, terutama jika pelatihan hanya bersifat teoritis tanpa pendampingan praktik. Perlu adanya pendekatan sosialisasi kebijakan yang menekankan manfaat nyata koding dan AI dalam kehidupan sehari-hari serta karier masa depan siswa.

3. Kurangnya Sumber Daya Pelatihan dan Modul Praktis Berbahasa Indonesia

Sebagian besar materi pembelajaran coding dan AI masih berbahasa Inggris. Guru dan siswa yang memiliki keterbatasan literasi bahasa Inggris akan kesulitan mempelajari dokumentasi software atau library pemrograman. Dengan begitu proses kegiatan belajar tidak berjalan optimal, karena hanya mengandalkan hafalan tanpa harus memahami konsep dari materi yang dipelajari. Oleh karena itu, dibutuhkanlah pengembangan modul lokal:

  • Materi coding dan AI yang kontekstual dengan budaya dan lingkungan Indonesia.
  • Penggunaan bahasa Indonesia dengan penjelasan visual agar mudah dipahami.
Mengenalkan Coding Sederhana untuk Melatih Kemampuan Berpikir Kritis Anak
Belajar coding sejak dini membantu anak memiliki keterampilan pemecahan masalah, mampu berpikir secara kritis dan mampu berpikir secara logis.

Memasukkan koding dan AI ke dalam kurikulum bukanlah sekadar tren pendidikan global, melainkan kebutuhan nyata untuk mempersiapkan generasi yang mampu menghadapi tantangan masa depan. Kebijakan ini membuka peluang besar bagi sekolah untuk bertransformasi menjadi pusat inovasi, serta bagi guru untuk berkembang menjadi fasilitator pembelajaran digital yang adaptif.

Namun, kesuksesan implementasi mata pelajaran koding dan AI tidak hanya bergantung pada kebijakan tertulis, tetapi juga pada kesiapan infrastruktur, kompetensi guru, dan dukungan pelatihan yang berkelanjutan. Jika tantangan-tantangan ini tidak diantisipasi dengan baik, tujuan mulia kebijakan ini justru berisiko menimbulkan kesenjangan pendidikan yang semakin lebar.

Agnes Meilina

content writer - content creator - reviewer books

Great! You've successfully subscribed.
Great! Next, complete checkout for full access.
Welcome back! You've successfully signed in.
Success! Your account is fully activated, you now have access to all content.