Kegiatan Non-Kurikuler yang Mendukung Pembelajaran Sosial Emosional di Sekolah
Pembelajaran sosial emosional merupakan proses mengembangkan pengetahuan, kesadaran diri, kesejahteraan diri dan membangun kompetensi sosial pada anak-anak ataupun dewasa agar berhasil di bidang akademik maupun kehidupan sosial. Kegiatan pembelajaran sosial emosional memberi kesempatan kepada peserta didik terhadap kebutuhan yang mereka perlukan untuk menghadapi situasi menantang, lingkungan baru, mindset yang terus berkembang dan menjalin relasi positif dengan teman sebayanya.
Pembelajaran sosial emosional di sekolah dapat dilakukan secara rutin di luar jam belajar akademik. Dalam prosesnya, kompetensi sosial emosional sangat penting untuk diasah oleh guru karena dapat memudahkan dalam pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik agar memiliki kompetensi sosial emosional yang diharapkan.
Pembelajaran sosial emosional memiliki 4 indikator dalam pelaksanaannya seperti pengajaran eksplisit, integrasi pengajaran dengan kurikulum, iklim dan budaya sekolah serta penguatan kompetensi sosial emosional pendidik dan tenaga kependidikan. Implementasi pembelajaran sosial emosional dengan pengajaran eksplisit dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan non-kurikuler yang terdiri dari kegiatan kokurikuler dan ekstrakulikuler.
Kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler diterapkan guna mengembangkan kemampuan sosial emosional peserta didik yang dinilai masih kurang dalam aktivitas pembelajaran intrakulikuler. Dengan adanya kegiatan non kurikuler, peserta didik diberi kesempatan untuk belajar menumbuhkan kompetensi sosial dan emosional mereka dengan cara yang lebih terbuka dan sesuai dengan keberagaman budaya.
Lima kompetensi sosial emosional yang diharapkan dimiliki peserta didik dalam pembelajaran ini di antaranya kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, terampil menjalin relasi serta mampu membuat keputusan yang bertanggung jawab.
Beberapa contoh kegiatan non-kurikuler yang dapat mendukung pembelajaran sosial emosional di sekolah, yaitu:
1. Bernapas dengan Kesadaran Penuh
Kesadaran penuh (mindfulness) menjadi dasar dalam penguatan kompetensi sosial emosional berupa kesadaran diri peserta didik. Meski kesadaran penuh dimiliki secara alami oleh sertiap individu namun seringkali sulit dikendalikan sehingga memerlukan latihan kesadaran diri misalnya dengan melatih bernafas dengan kesadaran penuh sesuai teknik STOP (Stop, Take a deep, Observe, Proceed). Dengan demikian, peserta didik maupun guru memiliki kesadaran diri dan mampu mengenali serta merespon dengan tepat atas emosi yang dirasakan.
Implementasi bernapas dengan kesadaran penuh bisa dengan teknik STOP. Misalnya dengan cara meminta mereka menghentikan sejenak kegiatan dan memberi instruksi untuk berbaring sambil meletakkan buku di bagian atas perut mereka.
Peserta didik diminta untuk menarik napas perlahan dan menghembuskannya keluar sambil merasakan udara segar yang keluar dan masuk melalui hidung. Kemudian, meminta mereka untuk mengamati pergerakan buku yang naik dan turun karena hembusan napas. Selanjutnya, guru meminta refleksi kepada peserta didik terkait apa yang mereka rasakan dan pikirkan terhadap tubuh mereka sebelum dan setelah mengikuti kegiatan tersebut.
2. Melukis dengan Jari
Guru meminta peserta didik menggambar mengunakan jari-jarinya secara bebas. Selanjutnya, mengaitkan aktivitas tersebut dengan kompetensi kesadaran diri dan mengajak peserta didik untuk menyadari pengalaman mereka rasakan ketika melakukan kegiatan melukis dengan jari tersebut.
3. Identifikasi Perasaan
Guru meminta peserta didik untuk mengidentifikasi perasaan mereka dengan menggambarkan kejadian faktual yang sedang mereka dengar.
4. Membuat Jurnal Diri
Indentifikasi perasaan dalam bentuk tulisan dilakukan dengan cara membuat jurnal diri. Guru mengajarkan peserta didik untuk lebih mengenali diri sendiri dengan cara membuat jurnal diri dan mengajarkan mereka untuk terus memantau perkembangan atau kemajuan yang dialami.
5. Membuat Puisi Akrostik
Puisi akrostik dibuat dengan kalimat yang disusun berdasarkan huruf-huruf dari setiap kata di judul puisi. Dalam menulis puisi akrostik ini, setiap kata yang ditulis oleh peserta didik harus mengidentifikasi kekuatan, minat dan hal positif yang mereka miliki.
6. Membuat Kolase Diri
Kolase diri ini akan mendiskripsikan kualitas yang dimiliki oleh peserta didik.
7. Menuliskan Ucapan Terima Kasih
Guru mendorong peserta didik untuk menuliskan terima kasih atas kebaikan seseorang dalam hidupnya. Selanjutnya, peserta didik diajak merefleksikan perasaan mereka usai melakukan kegiatan tersebut.
8. Kegiatan Mencari Teman Baru
Guru memberi tantangan kepada peserta didik untuk mencari atau menemukan teman-teman baru ketika jam istrihat tiba. Pada kegiatan ini, guru mendorong mereka untuk menjalin relasi dan memulai percakapan dengan orang lain. Selanjutnya, instruksikan untuk menulis pengalaman mereka di dalam buku jurnal diri.
9. Latihan Body Scanning
Melatih peserta didik untuk memiliki kesadaran diri terhadap kondisi tubuhnya.
10. Kegiatan Menulis Surat atau Jurnal
Aktivitas ini berfokus pada keterbukaan dan kejujuran peserta didik terhadap emosi yang ia rasakan.
11. Menulis Pengalaman Bekerjasama dalam Kelompok
Kegiatan menulis pengalaman bekerjasama dalam kelompok ini akan mengajak peserta didik untuk mengingat dan memikirkan kembali kejadian yang pernah meleka alami, bagaimana kondisi dan solusi untuk merespon perbedaan pendapat dalam kelompok dan bagaimana cara berkomunikasi efektif dengan anggota kelompok. Mintalah peserta didik untuk menceritakannya kembali dalam bentuk tulisan.
12. Bermain Peran (Role Play)
Guru mengajak peserta didik untuk bermain peran secara aktif dalam sebuah cerita. Mintalah peserta didik untuk menempatkan posisi sebagai orang lain sesuai perannya agar dapat memahami situasi dari tokoh yang diperankan.
Sebelum mengimplementasikan kegiatan yang mendukung keterampilan sosial emosional peserta didik, guru perlu memperhatikan kebutuhan yang perlu dimiliki dan diasah karena terdapat perbedaan kebutuhan di setiap fase perkembangannya. Misalnya di pre-school, peserta didik yang baru memasuki kelas perlu memiliki keterampilan sosial dasar seperti regulasi diri, di antaranya mengikuti petunjuk, bermain secara kooperatif dengan teman sekelas, mendengarkan guru.
Sementara di fase sekolah dasar, diajarkan keterampilan sosial dasar dan perilaku kelas yang sesuai, seperti guru memandu untuk berdiskusi, membacakan cerita dengan lantang dan mengajarkan untuk memecahkan masalah.
Pada fase sekolah dasar, keterlibatan orang tua dan masyarakat dapat memperkuat kegiatan belajar sosial emosional peserta didik. Lain halnya dengan sekolah menengah, di mana peserta didik yang mengalami perubahan dinamika sosial yang baru sehingga fokus kompetensi sosial emosionalnya sebaiknya pada hubungan relasi yang sehat serta pengelolaan stress.
Penerapan srategi pembelajaran dapat bekerja paling baik di sekolah menengah karena guru yang mengajar berbeda setiap harinya. Kebutuhan peserta didik di Sekolah Menengah Atas di antaranya dalam hal mengelola stress, membangun hubungan yang solid, mempersiapkan kehidupan di masa depan, perasaan bahwa mereka berada dalam lingkungan yang berharga.
Salah satu contoh kegiatan non-kurikuler yang dapat mendukung pembelajaran sosial emosional di sekolah pada jenjang Sekolah Menengah Atas adalah kegiatan class meeting, di mana peserta didik mengadakan pertemuan kelas untuk membahas bagaimana cara membuat kelas mereka menjadi lebih baik, merencanakan acara kelas dan lainnya. Kegiatan ini dapat membantu mengembangkan keterampilan komunikasi yang efektif, membangun relasi dengan orang lain dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab yang akan berguna bagi peserta didik di masa depan saat kuliah atau bekerja.
Itulah beberapa contoh kegiatan non-kurikuler yang dapat mendukung pembelajaran sosial emosional di sekolah. Semoga artikel ini dapat membantu Anda dalam merancang proses kegiatan belajar di kelas.