Haruskah Anak Tetap Belajar Walaupun Sedang Sakit
Anak-anak memiliki aktivitas yang padat setiap hari. Mulai dari bermain, membantu orang tua, serta belajar. Khususnya di masa pandemi ini saat kegiatan belajar berlangsung secara daring. Di samping itu anak-anak, terpaksa membatasi kegiatan sosialnya karena mematuhi protokol kesehatan yang dicanangkan oleh pemerintah. Ketika anak-anak mengalami sakit, kegiatannya pasti terganggu. Sementara tidak bisa bebas bermain, ataupun bercengkarama dengan keluarga. Lalu, bagaimana dengan kegiatan belajarnya?
Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan diperkuat.
Belajar merupakan akibat adanya suatu interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika telah dapat menunjukkan perubahan perilakunya.
Berpendapat bahwa belajar merupakan perubahan yang relatif menetap dalam potensi tingkah laku yang terjadi sebagai akibat dari latihan dengan penguatan yang tidak termasuk perubahan-perubahan karena kematangan, kelelahan dan kerasukan pada susunan syaraf atau dengan kata lain mengetahui dan memahami sesuatu sehingga terjadi suatu perubahan dalam diri seseorang yang belajar.
Dari tiga pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu bentuk kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk memperoleh suatu perubahan, baik perubahan sikap, tingkah laku, pola pikir, dan proses penambahan ilmu pengetahuan. Belajar ini dapat dilakukan dimana saja, kapan saja, dengan siapa saja dan tak terbatas oleh waktu. Dapat pula diperoleh di bangku sekolah, pengalaman pribadi, buku-buku maupun media lainnya.
Saat Anak Sakit, Haruskah Tetap Belajar
Sebagai orang tua tentu Anda yang lebih tahu dan paham kondisi anak . Apakah anak harus lebih banyak istirahat atau masih bisa mengikuti kegiatan PJJ dengan segala tugasnya.
Jika Anda merasa bahwa anak butuh istirahat yang cukup atau dokter menyarankan untuk istirahat dulu, sebaiknya orang tua meminta izin kepada guru di sekolah agar untuk sementara Ananda tidak mengikuti aktivitas sekolah.
Masih Tetap Bisa Belajar Walau Sakit
Anak yang sedang sakit biasanya butuh perhatian lebih dari orang tuanya. Terutama untuk anak usia SD ke bawah. Saat anak hanya berbaring atau duduk-duduk, Anda bisa tetap bisa mengajak anak untuk belajar. Bisa membacakan cerita dari sebuah buku, menonton acara TV yang bermanfaat, atau Anda bisa bercerita tentang apa saja kepada anak. Anak pun akan senang dan terhibur dengan kegiatan ini, serta akan ada sesuatu yang menjadi inspirasi.
Tanpa Paksaan
Jadikan kegiatan belajar adalah hal yang menyenangkan dan bukan merupakan beban. Belajar sambil bermain. Sebaiknya ikuti kemauan anak ingin bermain apa. Konsepnya adalah belajar sambil bermain. Tanpa paksaan.
Misalnya, jika anak ingin bermain mobil-mobilan, Anda bisa mengaitkan kegiatan belajar bermain ini dengan materi pelajaran di sekolah. Misalnya tentang mengenal warna, penjumlahan dan pengurangan, tentang rambu-rambu lalu lintas, dan masih banyak lagi. Banyak hal yang bisa dieksplorasi dari kegiatan bermain anak.
Sesuaikan dengan Kondisi Tubuh
Tidak perlu memaksa anak belajar, apalagi pada saat anak kondisi anak sedang tidak fit. Orang dewasa saja, saat merasa kurang sehat atau sedang tidak semangat, biasanya juga merasa malas untuk belajar. Apalagi anak-anak yang memang masih senang bermain. Anda harus maklum dengan kondisi ini.
Saat anak ingin lebih banyak tidur, biarkan saja. Obat untuk anak juga biasanya mengandung obat tidur agar mereka lebih banyak beristirahat. Saat anak sudah bangun dan hanya ingin bermalas-malasan, juga biarkan saja. Biasanya anak yang sudah agak enakan kondisi badannya akan tampak dari gerakannya yang kembali lincah.
Jika Anda merasa anak sudah siap untuk diajak belajar, pilihlah kegiatan ringan dan santai. Menyusun puzzle, bermain tebak-tebakan, menggambar, atau yang semisalnya. Tetap dengan konsep bermain sambil belajar.
Dampak Memaksa Anak Belajar
Meskipun mungkin program sekolah anak sangat padat dan ketat, sebagai orang tua tak baik juga terlalu kaku memaksa anak untuk selalu belajar. Apalagi saat anak sedang sakit dan butuh istirahat yang cukup.
Biasanya orang tua yang terlalu keras memaksa anak untuk belajar orientasinya adalah hasil berupa nilai yang bagus, peringkat kelas yang baik, dan penghargaan lain. Masih banyak yang tidak menghargai sebuah proses. Hampir semua orang tua ingin anaknya pintar dan berprestasi, bukan?
Belajar dengan rajin masih dianggap sebagai satu-satunya jalan menuju kesuksesan dalam dunia pendidikan. Setiap hari anak-anak dipaksa mengerjakan tugas sekolah, ikut les ini itu, dan lain sebagainya. Sementara anak tidak merasa bahagia dengan semua yang dilakukannya, bahkan mungkin ada yang merasa tertekan.
Padahal menurut para ahli, anak yang senantiasa berada dalam tekanan, yang selalu dipaksa untuk belajar bisa berdampak buruk bagi tumbuh kembangnya. Apa saja?
1. Stres
Orang tua yang terlalu memaksa anak untuk belajar, anak akan menjadi stres. Di usia anak-anak, dunianya masih bermain. Mereka masih butuh santai dan bersenang-senang. Ini akan membantunya untuk mengisi ulang energinya.
Stres di usia dini dapat menurunkan kecerdasan alami. Anak bisa mengalami depresi dan tumbuh menjadi anak yang kurang percaya diri.
2. Cepat Lelah
Anak-anak yang selalu dipaksa untuk belajar akan menjadi cepat lelah karena kegiatannya terasa membosankan. Mereka tidak punya banyak waktu untuk bermain. Aktivitas bermain bagi anak itu banyak manfaatnya, antara lain membantu keterampilan emosionalnya, melatih komunikasi, dan masih banyak lagi.
Anak yang kurang bermain dan berinteraksi sosial, rawan mengalami gangguan komunikasi. Ia terlalu fokus belajar dan kurang memedulikan sekitarnya.
3. Gampang Sakit
Anak yang dipaksa untuk belajar terus menerus, sama artinya Anda melemahkan fisik anak. Salah satu akibat fisik dari anak yang tertekan mentalnya adalah sakit perut, pusing, dan sesak napas.
Mudah lelah berpotensi lebih besar terserang penyakit karena daya tahan tubuhnya melemah, kurang istirahat, dan kondisi mentalnya tidak bahagia. Penyakit itu tak selalu datang dari virus atau bakteri. Perasaan anak yang tidak bahagia dan tertekan juga bisa menyebabkan metabolisme dalam tubuh kurang lancar.
Meski ia mendapatkan waktu tidur yang cukup di malam hari, namun istirahat menjadi kurang berkualitas. Ia tetap merasa lelah dan kurang nyaman di pagi harinya. Anak pun jadi gampang sakit.
4. Kurang Semangat
Memaksa anak belajar bukannya membuat ia semangat tapi justru sebaliknya karena terlalu banyak beban materi pelajaran yang bisa membuatnya stres. Betul, setiap orang tua pasti menginginkan anaknya berprestasi, namun jangan sampai melupakan kebahagiaannya. Menjadi anak yang tidak punya semangat dan sensitif. Anak yang takut untuk bermimpi.
5. Prestasi Menurun
Memaksa anak belajar juga mengakibatkan penurunan prestasi. Terlalu banyak informasi yang harus diserap otak menjadikan proses belajar kurang optimal. Rata-rata sistem belajar di Indonesia menuntut anak menghapal, bukan memahami. Betul?
Itulah beberapa dampak negatif terlalu memaksa anak untuk selalu belajar. Pada masyarakat kita memang masih mempunyai anggapan bahwa anak pintar adalah anak yang rajin belajar dan tak banyak bermain. Anggapan ini terus berkembang dan membudaya hingga kini. Padahal sebenarnya anggapan ini keliru.