Bisakah Indonesia Mencapai Target Skor PISA Dengan Program Merdeka Belajar?
PISA (Program for International Student Assessment) atau program penilaian pelajar internasional merupakan suatu program penilaian tingkat dunia yang diselenggarakan setiap 3 tahun guna menguji para pelajar yang berusia 15 tahun. Program ini dilaksanakan oleh sebuah Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD). Program studi internasional ini menilai melalui prestasi matematika, sains dan literasi membaca.
Adapun tujuan dari program PISA yaitu untuk menilai kualitas pendidikan pelajar di suatu negara dan membandingkannya dengan negara lain di seluruh dunia. Sehingga setiap negara dapat mengevaluasi dan meningkatkan mutu pendidikan dengan metode pendidikan lainnya (baru).
PISA yang diselenggarakan setiap 3 tahun sekali ini sudah diikuti Indonesia pada tahun 2000, 2003, 2006, 2009, 2012 dan seterusnya. Negara Indonesia sendiri sudah bergabung sejak tahun 2000, setiap siklus memiliki 1 domain major sebagai fokus tulis.
"Bukan hanya memberikan informasi mengenai benchmark internasional, PISA juga memberikan informasi mengenai kelemahan maupun kekuatan yang dimiliki oleh setiap pelajar beserta faktor penyebabnya."
PISA dilakukan dalam bentuk tes matematika, sains dan membaca yang dikerjakan selama 2 jam. Dalam pelaksanaannya, Indonesia memilih peserta didik secara acak dari berbagai daerah. OECD sendiri menerapkan standar rata-rata internasional dengan skor 500 dalam tingkat literasi matematika, sains serta membaca yang baik.
Namun sayangnya, hasil program PISA pada tahun 2018 yang diumumkan OECD, menjadi kabar buruk bagi dunia pendidikan Indonesia, di mana Indonesia memasuki peringkat 72 dari 77 negara. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelajar Indonesia memiliki kemampuan literasi matematika, sains dan membaca yang cukup rendah. Adapun hasil kemampuan siswa Indonesia yaitu
- Skor rata-rata siswa Indonesia dalam matematika 379, sedangkan rata-rata skor OECD 487.
- Skor rata-rata siswa Indonesia dalam sains 389, sedangkan rata-rata skor OECD 489.
- Skor rata-rata siswa Indonesia dalam membaca 371, sedangkan rata-rata skor OECD 487.
Hal tersebut tentu saja menjadi PR besar bagi Indonesia dan Kemendikbud Nadiem Makarim guna meningkatkan skor PISA 2021 yang akan datang. Lalu apa saja target pencapaian skor PISA dalam program merdeka belajar?
5 PR Indonesia untuk Mencapai Target Skor PISA dalam Merdeka Belajar
Dilansir dari medcom.id, menurut Rahmawati (peneliti pusat penelitian pendidikan balitbang, Kemendikbud), program merdeka belajar menjadi salah satu upaya peningkatan skor PISA, di mana pelajar dapat mengembangkan dirinya dengan leluasa, sehingga penilaian siswa tidak lagi ditakar melalui hasil tes secara nasional.
"Bagaimana penilaian holistik siswa itu sepenuhnya dikembalikan ke guru masing-masing. Yang diukur bukan hanya literasi dan numerasinya saja, tapi juga nalar," kata Rahmawati di kantor World Bank Centre, Jakarta, Rabu, 29 Januari 2020.
Ia juga mengatakan bahwa PISA hanyalah suatu informasi agar kita bisa mengevaluasi kegiatan belajar mengajar di kelas menjadi lebih baik. Adapun berikut ini merupakan 5 PR bagi Indonesia dalam meningkatkan skor PISA, di antaranya yaitu:
1. Kemampuan Baca Siswa Rendah
Kemampuan baca siswa yang rendah menjadi PR bagi Indonesia untuk meningkatkannya. Yuri Belfali (Head of Early Childhood and Schools OECD), menyampaikan bahwa siswa Indonesia memiliki kemampuan baca yang berada dalam negara kelompok kurang seperti negara Republik Dominika, atau Kazakhstan, Filipina, Kosovo, Maroko dan Saudi Arabia. Dalam kemampuan literasi membaca Indonesia memiliki skor 371. Adapun peringkat pertama diraih oleh Cina dengan skor 555, dilanjutkan dengan Singapura yang memiliki skor 549 serta Makau 525.
2. Skor Sains dan Matematika yang Rendah
Bukan hanya kemampuan literasi membaca, Indonesia juga mendapati skor dibawah rata-rata dalam bidang matematika dan sains. Hal tersebut tentu menjadi PR besar pendidikan Indonesia untuk meningkatkan skor PISA untuk sains dan matematika. Sebagai pembanding, posisi tertinggi ditempati oleh China dan Singapura yang memiliki skor matematika 591 dan 569.
3. Mengalami Penurunan Kemampuan
Indonesia pertama kali bergabung dalam program PISA sejak tahun 2000 dan terus mengalami penurunan pada literasi sains, matematika dan membaca. Hal tersebut menjadi PR besar bagi pendidikan Indonesia untuk mengatasi terjadinya penurunan kemampuan.
Adapun pada awal mengikuti program PISA, skor kemampuan baca Indonesia sebesar 371, lalu pada tahun 2003 mengalami peningkatan dengan mendapatkan skor 382, tahun 2006 mendapatkan skor 393, tahun 2009 mendapatkan skor 402. Setelah itu, kemampuan baca Indonesia mengalami penurunan, pada tahun 2012 yaitu 396, tahun 2015 yaitu 397, dan titik terendah terjadi pada tahun 2018 dengan skor 371.
Penurunan pencapaian tersebut juga dialami dalam kemampuan matematika. tahun 2000 Indonesia mencapai skor matematika 360, naik menjadi skor 371 pada tahun 2003, skor 375 pada tahun 2009 dan 2012, dan mencapai skor 386 pada tahun 2015, namun pada tahun 2018 skor mengalami penurunan menjadi 379.
Adapun skor PISA sains juga mengalami penurunan, pada tahun 2006 Indonesia mendapatkan skor 393, tahun 2009 turun menjadi 383, dan 382 pada tahun 2012. Kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2015 dengan skor 403, dan turun kembali pada tahun 2018 dengan skor 396.
Diperlukan strategi dalam mengatasi naik-turun skor PISA Indonesia. Misalnya, pada tingkat sekolah dasar yang membiasakan anak untuk mengerjakan bank soal SD, latihan soal SD, bahkan soal HOTS SD. Semakin sering siswa berlatih soal maka kemampuannya akan semakin meningkat.
4. Persentase Capaian Rendah
Totok Suprayitno yang merupakan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud menjelaskan bahwa hasil tes pada tahun 2018 menjadi peringatan bagi Indonesia untuk melakukan perubahan paradigma pendidikan di Indonesia. Ia juga mengatakan bahwa kemampuan baca, sains dan matematika masih belum merata.
Hanya sebanyak 30% pelajar Indonesia yang dapat memenuhi minimal kompetensi kemampuan baca. Begitu pula dengan kompetensi matematika, sebanyak 71% yang berada dibawah kompetensi minimal dan 40% siswa Indonesia berada dibawah kemampuan minimal sains.
Persentase pencapaian yang masih rendah di Indonesia menjadi PR besar untuk pendidikan Indonesia. Dengan program merdeka belajar diharapkan kegiatan belajar mengajar lebih baik dan dapat meningkatkan kemampuan siswa. Meskipun terdapat beberapa tantangan untuk menjalani program merdeka belajar, dengan kerjasama seluruh pihak baik guru, siswa, orangtua dan pemerintah, maka tantangan tersebut dapat dihadapi.
5. Pemerataan Mutu
Kualitas pendidikan di Indonesia masih belum merata. Seperti yang ditambahkan oleh Totok Suprayitno, berdasarkan hasil PISA terdapat gambaran tingginya disparitas atau jarak mutu dari hasil pendidikan setiap daerah. Hasil PISA pada tahun 2018 menunjukkan bahwa pencapaian nilai siswa di Jakarta dan Yogyakarta hampir mendekati rata-rata OECD, serta sejajar dengan Brunei dan Malaysia dalam literasi baca, sains dan matematika.
Dimana siswa Jakarta dan Yogyakarta meraih skor 410 dan 411 untuk literasi baca, skor 424 dan 433 untuk sains, serta skor 416 dan 422 untuk matematika. Namun pada saat dijumlahkan, hasil keseluruhan skor Indonesia masih rendah. Hal ini disebabkan karena tingginya kesimpangan pemerataan mutu pendidikan antar wilayah Indonesia.
Tentunya hal tersebut menjadi PR yang harus diselesaikan Indonesia. Dengan meratakan kualitas pendidikan di setiap wilayah, maka setiap anak memiliki potensi yang sama tingginya.
Itulah 5 PR Indonesia yang harus diselesaikan untuk mencapai target skor PISA. Dengan adanya program merdeka belajar, diharapkan kualitas pendidikan Indonesia lebih baik dan kemampuan literasi baca, sains dan matematika siswa meningkat.