Apa Pentingnya Higher Order Thinking Skills (HOTS) di Kurikulum Pak Nadiem?
Apakah Anda sudah mengetahui kurikulum baru yang diusung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia (Mendikbud) yaitu Nadiem Anwar Makarim? Ya, Mendikbud yang biasa dipanggil Pak Nadiem ini memiliki konsep kurikulum yang rencananya mulai akan dilaksanakan pada tahun 2021. Konsep kurikulum tersebut bernama ‘Merdeka Belajar’.
Sesuai motto dari kurikulum Merdeka Belajar yaitu ‘Merdeka Belajar, Guru Penggerak’, konsep yang digunakan pada kurikulum ini mengacu pada inisiatif guru sebagai tangan pertama pemberi materi dan contoh bagi murid.
Itu berarti segala ilmu yang guru akan ajarkan ke murid harus diterapkan dengan baik terlebih dulu oleh guru yang bersangkutan. Program kebijakan baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) yang dicanangkan Pak Nadiem ini diyakini sebagai solusi untuk reformasi sistem pendidikan di Indonesia.
Pak Nadiem berpendapat bahwa pembelajaran tidak akan pernah terjadi jika dalam prosesnya tidak ada proses penerjemahan dari kompetensi dasar dan kurikulum yang ada oleh guru dalam kompetensi di level apapun. “Tanpa guru melalui proses interpretasi, refleksi dan proses pemikiran secara mandiri, bagaimana menilai kompetensinya, bagaimana menerjemahkan kompetensi dasar, ini menjadi suatu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang baik,” tambahnya, dikutip dari TEMPO.CO.
Konsep Merdeka Belajar akan merubah sistem pengajaran yang biasanya berada di dalam kelas kini menjadi di luar kelas. Murid dapat berdiskusi lebih dengan pengajar dan belajar dari segala hal yang mereka lihat sehingga tidak hanya mendengarkan penjelasan guru. Konsep tersebut diusung untuk membentuk karakter peserta didik menjadi lebih baik lagi. Diharapkan melalui konsep Merdeka Belajar, anak-anak dapat menjadi seorang yang mandiri, berani, pintar bersosialisasi, sopan, beradab, dan berkompetensi.
Selain peran guru sebagai tombak pelaksana, konsep Merdeka Belajar membutuhkan sumber materi yang tepat agar kurikulum berjalan maksimal. Guna mempersiapkan hal tersebut, guru dan murid di masa kini dituntut untuk memiliki kemampuan HOTS atau Higher Order Thinking Skills. Lalu, apa pentingnya HOTS di kurikulum Pak Nadiem?
Sebelum kita mencari tahu seberapa pentingnya HOTS bagi kelangsungan konsep kurikulum Pak Nadiem, kita harus mengetahui terlebih dulu pengertian dari HOTS.
Higher Order Thinking Skills ; Mempelajari Sesuatu dan Mengaplikasikannya Pada Situasi Baru
Sesuai dengan namanya, Higher Order Thinking Skills atau biasa disingkat dengan HOTS merupakan suatu proses berpikir peserta didik dalam level kognitif yang lebih tinggi dari dari berbagai konsep dan metode kognitif dan taksonomi pembelajaran yang sudah ada, seperti Problem Solving, Bloom Original (1956), dan Bloom revisi Ander & Krathwohl (2001). HOTS adalah hasil dari pengembangan konsep dan metode sebelumnya yang meliputi kemampuan pemecahan masalah, kemampuan berpikir kreatif, berpikir kritis, kemampuan berargumen, dan kemampuan mengambil keputusan (Dinni, 2018 dalam Jurnal PRISMA 1).
Tujuan utama dari HOTS adalah bagaimana meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik pada level yang lebih tinggi, terutama yang berkaitan dengan kemampuan untuk berpikir secara kritis dalam menerima berbagai jenis informasi, berpikir kreatif dalam memecahkan suatu masalah menggunakan pengetahuan yang dimiliki, berargumen dengan baik dan mampu mengkonstruksi penjelasan, serta membuat keputusan dalam situasi-situasi yang kompleks.
Melalui HOTS, siswa diharapkan mampu untuk mempelajari hal yang ia tidak tahu lalu kemudian berhasil mengaplikasikannya pada situasi baru. Kemampuan-kemampuan tersebut tentu sangat dibutuhkan bagi generasi muda guna menghadapi era Industri 4.0 yang memiliki dinamika kerja tak menentu. Lingkungan dengan berbagai jenis permasalahan dan beragam asal manusia menuntut kita untuk mudah beradaptasi sehingga kemampuan HOTS ini sangat mendukung.
Merdeka Belajar dan HOTS Membentuk Siswa Yang Adaptif
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kurikulum Merdeka Belajar menekankan kemampuan observasi siswa terhadap lingkungan sekitar dalam proses pembelajarannya. Konsep ini sangat cocok dengan pola HOTS yang mengharapkan peserta didik untuk terbiasa memecahkan masalah yang ditemui dan membuat solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki. Penerapan kedua sistem tersebut dapat membentuk siswa yang adaptif.
Adaptif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti yaitu mudah menyesuaikan diri dengan keadaan.
Adaptif dapat dilihat sebagai kematangan diri dan sosial seseorang dalam melakukan kegiatan sehari-hari sesuai usia dan budaya di suatu lingkungan.
Perilaku adaptif tidak dibawa sejak lahir, tetapi ditumbuhkan dengan stimulus yang tepat. Oleh karena itu, perilaku adaptif menjadi parameter sejauh mana seseorang dapat menangani permasalahan yang muncul dalam kehidupan.
Keterampilan adaptif memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi sesuatu lebih banyak sehingga permasalahan yang dihadapi semakin beragam. Ketika siswa sudah terlatih menghadapi berbagai jenis masalah yang berbeda maka ia akan terbiasa menyusun strategi penyelesaian masalah secara cepat dan akurat. Hal ini penting dalam proses belajar agar kapasitas diri mereka semakin meningkat dan dapat menjadi stimulus pengembangan HOTS pada anak.
HOTS Adalah Bekal Reformasi Pendidikan Indonesia
Inti dari HOTS sesungguhnya yaitu kemampuan memecahkan persoalan dengan nalar. Pola pembelajarannya tidak hanya bertanya tentang apa, tetapi bagaimana persoalan bisa dipecahkan sesuai nalar siswa. Pola HOTS menjadi pendekatan pembelajaran yang ideal karena siswa tidak hanya berkutat pada bahan ajar dan hafalan.
Metode yang hanya berfokus pada hafalan seperti pola Low Order Thinking Skill (LOTS) yang diterapkan Indonesia sebelumnya, kenyataannya membuat siswa tidak berkembang karena selalu dibuai oleh zona nyaman.
Sebelum murid-murid diberikan pemahaman HOTS, guru sudah harus dilatih terlebih dahulu dengan HOTS dan cara membuat soal-soal HOTS. Ketika guru sudah menguasainya, barulah giliran para siswa yang mempelajarinya.
Urutan tingkatan HOTS sendiri terdiri dari menghafal (remembering), memahami (understanding), menerapkan (applying), menilai (evaluating), dan tingkatan tertingginya yaitu mencipta (creating). Guru dapat memberikan materi sesuai tingkatannya satu per satu secara fokus tanpa dibebani kejar target setor materi seperti yang sebelumnya.
Pada kurikulum Pak Nadiem yaitu Merdeka Belajar, gebrakan penilaian yang dibuat meliputi literasi, numerasi, dan survei karakter. Penggunaan HOTS merubah fokus penilaian dari masing-masing subjek. Literasi bukan hanya mengukur kemampuan membaca, tetapi juga kemampuan menganalisis isi bacaan dan memahami konsep dibaliknya. Bukan pelajaran matematika yang dinilai menjadi kemampuan numerasi, tetapi kemampuan siswa saat menerapkan konsep numerik dalam kehidupan nyata. Penilaian survei karakter bukanlah sebuah tes, melainkan pencarian sejauh mana penerapan asas-asas Pancasila oleh siswa.
Banyak sekali aspek yang harus diperhatikan dan diperbaiki selama penerapan HOTS di Indonesia. Tetapi tanpa HOTS, generasi muda di Indonesia tidak akan memiliki daya inisiatif, daya kritis, kreasi, dan keberanian mengungkapkan pendapat di depan umum.
HOTS merupakan bekal reformasi pendidikan karena dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan kualitas lulusan.
Reformasi pendidikan sebuah negara membutuhkan waktu sedikitnya 10 – 15 tahun untuk berhasil. Selain pemerintah, peran masyarakat juga sangat dibutuhkan untuk mencapai pendidikan Indonesia yang lebih cerah.
“Karena reformasi pendidikan gak hanya bisa dilakukan oleh pemerintah. People society harus berpartisipasi, perusahaan – perusahaan harus berpartisipasi,” ujar Pak Nadiem, dikutip dari CNBC Indonesia.
Demikian artikel mengenai apa pentingnya HOTS di kurikulum Pak Nadiem. Ikuti blog.kejarcita.id untuk mendapatkan kumpulan artikel seputar pendidikan jarak jauh, usaha sosial dan inovasi teknologi.