Tokoh Inspiratif Pendidikan di Indonesia
Tahukah Anda? Perjuangan rakyat Indonesia yang harus dilakukan pada jaman dahulu kala untuk meraih kemerdekaan tidak hanya perjuangan fisik saja, lho. Perjuangan tokoh-tokoh inspiratif pendidikan di Indonesia juga berperan penting dalam pergerakan nasional. Pemikiran mereka yang kritis dan kemampuan diplomasi para tokoh kemudian mampu menyatukan seluruh elemen rakyat untuk memperjuangkan kemerdekaan.
Berkat para pahlawan yang telah gugur, kita bisa merasakan kemerdekaan sampai saat ini. Peningkatan mutu pendidikan, peningkatan kecerdasan masyarakat, dan rakyat yang berhasil lepas dari belenggu penjajah merupakan peran yang berhasil dilakukan para pahlawan pendidikan Indonesia. Kira-kira, siapa saja mereka yang berjasa?
6 Tokoh Inspiratif Pendidikan di Indonesia
Inilah enam tokoh inspiratif pendidikan di Indonesia yang memperjuangkan pendidikan anak bangsa.
1. Ki Hadjar Dewantara
Nama pertama yang akan muncul di benak kalian pastilah beliau. Ya, Ki Hadjar Dewantara yang kita kenal sebagai Bapak Pendidikan Indonesia. Ki Hadjar Dewantara atau yang bernama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat merupakan keturunan darah biru yang lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889.
Ki Hadjar Dewantara adalah anak dari pasangan Gusti Pangeran Harya Surjaningrat dan cucu dari Pakualaman III. Sebagai golongan ningrat dari keluarga keraton Yogyakarta, Ki Hadjar Dewantara mendapat hak istimewa untuk mengenyam pendidikan dari kolonial Belanda.
Ki Hadjar Dewantara pertama kali bersekolah di Eropeesche Legere School (ELS) atau Sekolah Dasar Eropa khusus anak-anak Eropa dan bangsawan Indonesia. Kemudian, ia melanjutkan pendidikannya di School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA) atau yang sekarang lebih dikenal sebagai Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Beliau adalah pendiri Perguruan Nasional Taman Siswa (1922) yang menjadi cikal bakal sistem pendidikan di Indonesia. Dasar perguruan Taman Siswa yakni Panca Darma yang berbunyi “Kemerdekaan” - “Kebangsaan” - “Kemanusiaan” - “Kebudayaan” - “Kodrat Alam”, juga menjadi cita-cita revolusioner dalam perjalanan pendidikan Indonesia. Ia sadar bahwa pendidikan adalah satu-satunya cara untuk bisa melawan penjajahan.
Perjuangan Ki Hadjar Dewantoro tidak hanya mendirikan Taman Siswa saja. Ia produktif menulis konsep-konsep pendidikan dan kebudayaan yang berwawasan kebangsaan untuk berbagai surat kabar. Ki Hadjar Dewantara berusaha mengabaikan segala tekanan kolonial Belanda demi memperjuangkan pendidikan Indonesia, bahkan sampai pernah diasingkan ke Belanda karena tulisannya yang berjudul "Seandainya Aku Seorang Belanda".
Banyak semboyan-semboyannya yang menemani perkembangan pendidikan Indonesia, seperti “Tut Wuri Handayani”, “Lawan Sastra Ngesti Mulia”, “Suci Tata Ngesti Tunggal”, dan lain sebagainya.
2. Raden Ajeng Kartini
Siapa yang tidak tahu karya yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”? Rasa-rasanya, tidak mungkin ada yang tidak tahu dengan sosok penulisnya. Ialah Raden Ajeng Kartini, wanita asal Jepara yang lahir pada tanggal 21 April 1879.
Raden Ajeng Kartini atau biasa dipanggil Kartini ini dikenal sebagai tokoh emansipasi wanita di Indonesia. Hal ini karena ia secara konsisten memperjuangkan hak-hak wanita pribumi yang pada saat itu tidak memperoleh kesetaraan dengan pria.
Ia memperjuangkan hak-hak wanita dalam berbagai sisi, salah satunya yaitu dalam bidang pendidikan. Di masa itu, wanita pribumi tidak bisa merasakan bangku pendidikan seperti pria dengan alasan kodrat dari perempuan ialah mengurus rumah tangga. Kartini mendirikan Sekolah Wanita di Rembang, Jawa Tengah pada akhir hayatnya. Tujuannya yakni agar perempuan Indonesia bisa merasakan bangku pendidikan.
3. K.H. Hasyim Asy'ari
Sebagian orang mungkin hanya mengetahui bahwa K.H. Sosok Hasyim Asy'ari adalah pendiri dari organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Tetapi, tokoh nasional yang lahir pada tanggal 14 Februari 1871 ini tidak hanya sebagai pemrakarsa NU saja. K.H. Hasyim Asy'ari juga merupakan pahlawan nasional yang memperjuangkan dunia pendidikan Indonesia.
K.H. Hasyim Asy'ari mendirikan Pesantren Tebuireng pada tahun 1835. Pesantren yang menjadi pesantren terbesar dan terpenting di pulau Jawa pada abad ke-20 ini menjadi cikal bakal perjuangannya di bidang pendidikan, khususnya bagi umat muslim.
Lokasi pesantren berjarak lima mil dari Pabrik Gula Tjoekir yang didirikan oleh kolonial Belanda. Pendirian pesantren adalah wujud perlawanan atas industrialisasi dan modernisasi yang dilakukan kolonial Belanda untuk memeras rakyat.
Menolak medali kehormatan Belanda hingga mengeluarkan fatwa haram bagi masyarakat Indonesia yang pergi haji difasilitasi Belanda adalah segelintir bentuk perlawanan K.H. Hasyim Asy'ari kepada penjajah. Sikapnya yang tegas ini membuatnya mendapat ancaman pesantrennya akan dibakar habis dan dirinya akan dibunuh. Selain melawan kolonial Belanda, ia juga pernah ditangkap pada masa pendudukan Jepang karena menolak hormat ke arah Tokyo setiap pagi.
4. K.H. Ahmad Dahlan
K.H. Ahmad Dahlan adalah pendiri dari perkumpulan Muhammadiyah di Yogyakarta. K.H. Ahmad Dahlan adalah tokoh yang lahir di Yogyakarta tanggal 1 Agustus 1868. K.H. Ahmad Dahlan adalah tokoh Islam yang ikut memperjungkan kemerdekaan Indonesia, salah satunya di bidang pendidikan.
Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan untuk menciptakan pembaruan Islam di bidang pendidikan. Hal ini dikarenakan sistem pedidikan kolonialisme yang ada pada saat itu tidak sejalan dengan keyakinannya.
Menurut K.H. Ahmad Dahlan, pendidikan dalam Islam harus mengarah pada usaha membentuk umat muslim yang alim dalam agama, berbudi pekerti luhur, memiliki pandangan luas, paham mengenai masalah ilmu dunia, serta mau berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.
Muhammadiyah pun ditegaskan olehnya sebagai perkumpulan yang bersifat sosial dan bergerak dalam bidang pendidikan, bukan politik. Melalui Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan mengajarkan pendidikan Islam secara modern sesuai tuntunan Al-Qur’an dan hadis.
5. Raden Dewi Sartika
Raden Dewi Sartika merupakan tokoh pendidikan perempuan di Indonesia yang lahir di Cicalengka, Jawa Barat. Ia adalah puteri dari Raden Rangga Somanagara dan Raden Ayu Rajapermas. Sejak kecil, ia senang bermain sekolah-sekolahan bersama gadis-gadis anak pelayan dan pegawai rendahan pamannya. Keluarganya pindah ke Bandung setelah ayahnya meninggal dunia, dan disana lah ia mulai mewujudkan perlahan cita-citanya yaitu mendirikan sekolah bagi perempuan.
Cita-cita mulianya ini didukung oleh kakeknya yang pada saat itu menjabat sebagai Bupati Bandung, R.A.A. Martanegara. Inspektur Kantor Pengajaran yaitu Den Hamer juga sepakat mendukung impian Raden Dewi Sartika. Kemudian, “Sekolah Isteri” akhirnya didirikan pada tanggal 16 Januari 1904 untuk perempuan yang ingin bersekolah.
Pada awalnya, mata pelajaran yang ada yakni menulis, berhitung, membaca, dan nilai keagamaan. Setelah Raden Dewi Sartika menikah dengan seorang guru bernama Raden Kanduran Agah Suriawinata, mereka berjuang bersama-sama mengembangkan sekolah tersebut.
“Sekolah Isteri” mengalami banyak perubahan, mulai dari pergantian nama menjadi “Sekolah Keutamaan Isteri” lalu “Sekolah Raden Dewi”, hingga bertambahnya mata pelajaran yang dimasukkan ke kurikulum. Ia dan suaminya juga mendapat dukungan pemerintah pada masa itu berupa pemberian subsidi untuk sekolahnya.
Tetapi, badai mulai menerpa ketika suaminya meninggal pada tanggal 25 Juli 1939 dan datangnya pasukan Inggris dan Belanda yang mengacaukan kota Bandung saat Kemerdekaan Indonesia diproklamirkan yaitu 17 Agustus 1945. Raden Dewi Sartika terpaksa meninggalkan sekolah yang susah payah dibangunnya untuk mengungsi ke Ciparay dan Garut hingga ia wafat karena sakit.
6. Rohana Kuddus
Apakah anda tahu, siapa wartawan perempuan pertama di Indonesia? Namanya adalah Rohana Kuddus. Ia lahir pada tanggal 20 Desember 1884 di Kota Gadang, Sumatera Barat. Sejak kecil sampai remaja, Rohana mulai mengkritisi kondisi perempuan di kota kelahirannya.
Kehadiran Rohana sebagai jurnalis perempuan pertama Indonesia juga menjadikannya simbol kebebasan berekspresi dan kesetaraan gender bagi perempuan pada masa itu.
Rohana tidak mengenyam bangku pendidikan formal, tetapi ia bisa membaca dan menulis dari buku yang dibawa oleh ayahnya yang juga berprofesi sebagai wartawan. Ia juga mahir beberapa asing, misalnya bahasa Arab, Belanda, Latin, dan Arab Melayu. Ketika ayahnya dipindahtugaskan ke daerah Alahan Panjang, ia bertetangga dengan istri pejabat Belanda yang sukarela mengajarkan banyak keilmuan kepadanya, seperti merajut, menjahit, dan menyulam.
Ketika kolonial Belanda meningkatkan serangan dan tekanannya terhadap kaum pribumi, Rohana ikut membantu pergerakan politik melalui tulisannya yang membakar semangat juang kaum muda.
Karir jurnalistiknya dimulai dari surat kabar “Poetri Hindia” pada tahun 1908, “Oetoesan Melajoe” pada tahun 1911, dan mulai mendirikan surat kabarnya sendiri bernama “Soenting Melajoe” pada tahun 1912. Rohana juga berhasil mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS) pada tanggal 11 Februari 1911, yakni sekolah keterampilan khusus perempuan.
Demikian artikel mengenai tokoh inspiratif pendidikan di Indonesia. Anda dapat mengikuti blog.kejarcita.id untuk mendapatkan banyak kumpulan artikel mengenai pendidikan jarak jauh, usaha sosial dan inovasi teknologi.