Pentingnya Perkembangan (Kognitif, Psikososial, Emosional, Sosial-Konteks) dalam Kaitannya dengan Pembelajaran Paradigma Baru
Pembelajaran paradigma baru mengusung konsep pembelajaran yang berbeda dari yang terdahulu, diantaranya pemetaan capaian pembelajaran berdasarkan fase-fase tertentu sesuai dengan usia dan jenjang peserta didik. Pemetaan fase dalam capaian pembelajaran disusun bukan dalam satu tahun melainkan dalam rentang 1-3 tahun. Pemetaan berdasarkan fase-fase ini erat kaitannya dengan pentingnya perkembangan kognitif, psikososil, emosional, sosial konteks yang dimiliki peserta didik di dalam pembelajaran dengan paradigma baru.
Total fase yang ditentukan dalam capaian pembelajaran yaitu 6 fase ditambah satu fase pondasi di jenjang PAUD. Pada jenjang PAUD atau fase pondasi, capaian pembelajaran dibuat bertujuan untuk mengarahkan peserta didik berdasarkan usia dan aspek perkembangan mereka dalam mencapai kompetensi di akhir fase serta peserta didik siap secara kognifif, psikososial maupun emosional untuk memasuki jenjang selanjutnya (misalnya ke fase A).
Pemetaan berdasarkan fase ini juga memberikan kesempatan pada serta didik agar dapat mencapai penguasaan kompetensi lebih lama dan pendidik juga diberikan waktu yang lebih longgar dalam mengembangkan dan memperdalam pemahamannya.
Implementasi Pembelajaran Paradigma Baru
Dalam implementasi pembelajaran paradigma baru di fase pondasi (PAUD) akan mengembangkan tiga unsur yang berkaitan satu sama lain. Unsur tersebut terdiri dari nilai agama dan budi pekerti, jati diri dan dasar-dasar literasi, matematika, sains, teknologi, rekayasa, dan seni yang diharapkan bisa mengeksplorasi aspek perkembangan peserta didik secara utuh dan menyeluruh. Aspek perkembangan yang dimaksud adalah nilai agama dan moral, fisik motorik, kognitif, sosial emosional, bahasa dan nilai Pancasila serta aspek lain yang dapat memenuhi kebutuhan pendidikan anak sesuai dengan abad 21 saat ini.
Perkembangan kognitif, psikososial, emosional dan sosial konteks yang dimiliki peserta didik dapat dioptimalkan sebaik mungkin melalui rancangan pembelajaran yang berfokus dalam pemenuhan kebutuhan peserta didik dan pencapaian kompetensi secara mendalam. Perkembangan kognitif berkaitan dengan kemampuan berpikir dan kecerdasan peserta didik sementara psikososial meliputi perkembangan diri (self) dan emosi peserta didik karena adanya pengaruh lingkungan keluarga maupun perteman yang sebaya.
Dalam konteks perkembangan sosial, perubahan yang dialami peserta didik dapat berdampak pada jalannya proses pembelajaran yang diikuti. Misalnya, perubahan yang dialami oleh peserta didik ketika berada dalam fase transisi dari SD ke SMP (atau dari fase C ke fase D).
Pada kondisi ini, pendidik harus mampu menyesuaikan pembelajaran berdasarkan kebutuhan mereka yang mungkin saja sedang berada dalam tekanan karena banyaknya perubahan yang dialami baik di lingkungan sekolah maupun pertemanan. Oleh karena itu, dukungan dari sekolah melalu pendidik dan orangtua sangat dibutuhkan agar peserta didik dapat menyesuaikan perubahan yang ada sehingga proses belajar menjadi lancar dan kompetensi dalam capaian pembelajaran bisa dipenuhi secara maksimal.
Dalam paradigma pembelajaran baru, rancangan pembelajaran perlu mempertimbangkan perkembangan sosioemosional peserta didik yang berasal dari dalam maupun luar kelas sehingga pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. Desain pembelajaran berdasarkan paradigma baru akan mengakomodir perkembangan yang tidak hanya kognitif namun juga aspek psikososial, emosional, dan sosial konteks. Oleh karena itu, satuan pendidikan diberikan wewenang untuk memodifikasi kurikulum operasional maupun perangkat ajar untuk menyesuaikan kebutuhan dan karakteristik yang dimiliki peserta didik mereka.
Meskipun bersifat dinamis dan fleksibel, namun dalam menyusun rancangan pembelajaran, satuan pendidikan tidak boleh melenceng dari profil pelajar Pancasila yang telah ditentukan pemerintah sebagai acuan dalam kebijakan sistem pendidikan Indonesia. Keleluasaan satuan pendidikan untuk menetapkan kurikulum operasional hingga penggunaan bahan ajar hasil modifikasi mandiri di dalam pembelajaran diwujudkan dalam pembelajaran paradigma baru saat ini.
Satuan pendidikan diberi kemerdekaan untuk menggunakan RPP Plus atau RPP biasa dalam menyusun modul ajar, sesuai yang dibutuhkan tanpa adanya peraturan baku yang mengikat dari pemerintah mengenai teknis penyusunannya.
Kemudahan yang diberikan tersebut bertujuan untuk menciptakan perubahan dalam sistem pendidikan yang berkelanjutan dan lebih baik di masa depan. Paradigma pembelajaran baru ini juga menjadi alternatif pemerintah dalam mengejar keterlambatan pembelajaran di masa transisi akibat covid19 beberapa tahun lalu. Menjadi acuan dalam kebijakan sistem pembelajaran paradigma baru, profil pelajar Pancasila memuat berbagai kompetensi dan karakter esensial peserta didik, salah satunya beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia.
Proses pembelajaran paradigma baru yang diimplementasikan dalam kelas, diharapkan dapat menciptakan peserta didik yang tidak hanya memahami dan menerapkan ajaran agama yang dianut melainkan memiliki akhlak yang baik terhadap diri sendiri, sosial, dan negara. Memilki kemampuan berpikir kritis, mandiri, kreatif dan berkhebinekaan global yang secara tidak langsung melibatkan perkembangan kognitif, psikososial, emosional dan sosial konteks di dalamnya.
Kaitannya Perkembangan Kognitif, Psikososial, Emosional, dan Sosial-Konteks dengan Pembelajaran Paradigma Baru
Perkembangan sosial dan emosional peserta didik dapat didukung melalui pembelajaran di kelas yang memfasilitasi keterampilan peserta didik dalam menjalin relasi dan kolaborasi serta mengambil suatu keputusan dengan penuh tanggung jawab. Dalam pembelajaran paradigma baru, proses ini dapat direalisasikan oleh pendidik dengan bantuan perangkat ajar berupa pengembangan modul projek.
Modul projek akan menstimulus ketajaman berpikir peserta didik serta memunculkan inisiatif dalam memutuskan pilihan yang akan diambil dalam memecahkan permasalahan di dalam projek yang telah ditentukan.
Perkembangan kognitif, psikososial, emosional serta sosial-konteks menjadi penting dalam pembelajaran di kelas karena sesuai dengan prinsipnya, proses pembelajaran dengan paradigma baru akan memberi dukungan terhadap perkembangan kompetensi dan karakter peserta didik secara holistik.
Pendidik harus mampu mengamati dari berbagai perspektif yang akan mendukung kognitif, sosial emosi dan spiritual peserta didik tanpa mengabaikan target yang tercantum dalam profil pelajar Pancasila. Dalam kegiatan pembelajaran, pendidik tidak diperkenankan hanya menangkap dari satu persepektif saja missal kemampuan kognitif dan mengabaikan faktor sosial, emosi, atau spiritual peserta didik.
Selain itu, dalam paradigma pembelajaran baru, kegiatan asesmen yang dilakukan pendidik sebagai bentuk umpan balik dalam proses belajar dapat dilakukan melalui formatif dan sumatif. Hasil asesmen dapat disajikan dalam bentuk laporan hasil belajar yang memuat informasi berdasarkan data dan keputusan yang akan diambil oleh satuan pendidikan atas pencapaian peserta didik. Apabila diperoleh temuan yang menunjukkan adanya keterlambatan psikologis maupun perkembangan kognitif peserta didik maka satuan pendidikan dan pendidik dapat mempertimbangkan layanan bimbingan atau belajar tambahan.
Pendidik sebaiknya tidak langsung membuat keputusan untuk menetapkan peserta didik tidak naik kelas karena dapat berdampak pada perkembangan psikologis mereka. Selain itu, banyak penelitian juga telah menunjukkan bahwa tinggal kelas tidak memberikan dampak positif yang signifikan terhadap peserta didik di dalam proses pembelajaran. Peserta didik yang mengulang pelajaran yang sama, tidak memberikan jaminan bahwa kemampuan akademik dan pencapaian kognitifnya akan lebih tinggi.
Oleh sebab itu, keputusan tinggal kelas yang akan diberikan pada pesarta didik harus dibuat secara hati-hati dan penuh pertimbangan matang oleh pendidik. Jika memungkinkan, tinggal kelas adalah solusi terakhir dari segala pertimbangan yang telah dilakukan karena bisa saja yang sebenarnya dibutuhkan peserta didik bukan mengulang pelajaran selama setahun melainkan strategi belajar yang berbeda.