Mengenal Kultur Inklusi, Mewujudkan Kelas Merdeka Meski Ada Diferensiasi
Kultur inklusi masih belum dikenal luas dalam proses pendidikan di Indonesia. Selama ini banyak anggapan bahwa kultur inklusi dalam dunia pendidikan diidentikkan dengan pelaksanaan pendidikan terhadap ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) saja. Kenyatannya, dalam dunia pendidikan, kultur inklusi lebih luas dari itu. Inklusi dalam dunia pendidikan tak sekadar memberikan pendidikan kepada ABK saja, tetapi juga untuk memberikan ruang kepada setiap karakteristik yang berbeda dari setiap siswa.
Kurikulum Merdeka yang menjadi acuan proses pembelajaran di Indonesia saat ini dianggap sebagai kurikulum yang bisa memberi tempat terhadap kultur inklusi. Kurikulum ini memungkinkan terwujudnya kelas merdeka meskipun ada diferensiasi.
Bagaimana Kurikulum Merdeka bisa memberikan ruang bagi kultur inklusi ini? Apa strategi yang harus dilakukan untuk bisa mewujudkan kelas merdeka meski ada diferensiasi? Artikel ini selanjutnya akan membahas tentang mengenal budaya inklusi, mewujudkan kelas merdeka meski ada diferensiasi.
Mengenal Kultur Inklusi
Apa itu kultur inklusi? Bagaimana penerapan kultur inklusi dalam proses pembelajaran? Kultur inklusi dalam pendidikan didefinisikan sebagai seperangkat nilai dan perilaku yang mencerminkan upaya untuk mewujudkan tujuan sekolah inklusi, yaitu memberikan hak yang sama bagi setiap siswa untuk mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Dengan demikian, setiap siswa bisa mengembangkan setiap potensinya secara optimal.
Kultur inklusi ini menunjukkan bahwa selama proses pembelajaran, setiap siswa dari karakteristik yang berbeda bisa diterima. Setiap siswa dengan ciri khasnya masing-masing bisa menerima pelajaran untuk mengembangkan kompetensinya.
Perbedaan-perbedaan seperti suku, ras, agama, kemampuan, kondisi fisik, maupun minat dan bakat dari masing-masing siswa bukanlah hal yang menghambat proses pembelajaran. Hal-hal tersebut justru bisa semakin memperkaya proses pembelajaran itu sendiri. Kultur inklusi memungkinkan terwujudnya kelas merdeka meski ada diferensiasi.
Mewujudkan Kelas Merdeka Meski Ada Diferensiasi
Tahun ajaran baru ini, Kurikulum Merdeka menjadi acuan proses pembelajaran di Indonesia. Kurikulum Merdeka adalah kurikulum yang memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk bisa berkembang dengan minat dan bakatnya masing-masing. Ada tiga hal utama yang menjadi fokus Kurikulum Merdeka, yaitu pemberian materi yang esensial, penguatan karakter, dan pengembangan potensi siswa.
Kurikulum Merdeka memberikan pembelajaran intrakurikuler yang beragam. Konten akan lebih optimal agar siswa memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Guru memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat siswa.
Ada tiga karakteristik utama dari Kurikulum Merdeka ini. Pertama, pembelajaran berbasis proyek. Proses pembelajaran yang dilakukan mendorong setiap siswa membuat proyek, hasil produk dari materi yang sudah dipelajari. Pembelajaran berbasis proyek ini bisa meningkatkan soft skill dan penguatan karakter Pelajar Pancasila setiap siswa.
Kedua, fokus pada materi esensial. Hal ini memungkinkan setiap siswa untuk punya cukup waktu dalam mempelajari materi kontekstual yang lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari, membuka lebih banyak ruang diskusi, mempertajam kemampuan bernalar hingga meningkatkan kreativitas siswa.
Ketiga, fleksibilitas bagi guru. Pada Kurikulum Merdeka ini, guru memiliki fleksibilitas untuk melakukan pembelajaran terdiferensiasi sesuai dengan karakteristik siswa dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal.
Berdasarkan pengertian dan karakteristik dari Kurikulum Merdeka belajar di atas, jelaslah jika pembelajaran terdiferensiasi adalah metode pembelajaran yang paling sesuai untuk penerapan kurikulum ini.
Menurut Road to Guru Penggerak (2021) , pembelajaran terdiferensiasi adalah serangkaian kegiatan pembelajaran yang dibuat berdasarkan kebutuhan siswa dan bertujuan untuk membantu siswa sukses dalam belajar. Pembelajaran terdiferensiasi ini bisa mengakomodasi kebutuhan belajar setiap siswa. Guru bisa memfasilitasi siswa sesuai dengan kebutuhan belajarnya. Setiap siswa memiliki kebutuhan belajar yang berbeda-beda, jadi tidak bisa diberi perlakuan yang sama. Saat menerapkan pembelajaran terdiferensiasi guru perlu memikirkan tindakan yang masuk akal yang akan dilakukan selama proses pembelajaran. Alasannya, pembelajaran terdiferensiasi bukan berarti pembelajaran dengan memberikan perlakuan yang berbeda untuk setiap siswa.
Ada 4 tindakan masuk akal yang bisa dilakukan oleh guru untuk melaksanakan pembelajaran terdiferensiasi. Berikut adalah tindakan-tindakan tersebut.
1. Menciptakan Lingkungan Belajar yang Mendukung
Menciptakan ingkungan belajar yang mendukung, adalah Tindakan masuk akal yang pertama dilakukan guru saat akan melaksanakan pembelajaran terdiferensiasi. Lingkungan belajar ini diartikan bukan sebatas dari segi fisik saja, seperti susunan meja atau fasilitas-fasilitas yang ada di kelas. Namun, juga bagaimana sisi psikologis. Bagaimana guru bisa menciptakan kedekatan kepada siswa-siswanya saat proses pembelajaran.
Guru tak hanya harus mampu mengajar materi pelajaran dengan baik. Namun, guru juga harus mampu memotivasi siswanya untuk bisa sukses belajar.
2. Menentukan Kurikulum yang Berkualitas
Pembelajaran terdiferensiasi akan berjalan baik jika guru mampu menentukan kurikulum yang berkualitas. Kurikulum berkualitas artinya kurikulum yang tidak hanya fokus kepada hal-hal apa saja yang harus diajarkan. Tetapi juga memperhatikan apa keinginan dan kebutuhan belajar siswa. Kurikulum berkualitas ini setidaknya mencakup tiga hal penting. Pertama, yaitu apa yang harus diketahui, dipahami, dan dilakukan siswa. Kedua, menghasilkan pemahaman siswa tentang pentingnya manfaat dari materi yang dipelajari. Ketiga, yakni melibatkan siswa dalam proses belajar.
3. Membuat Penilaian yang Menunjukkan Proses Belajar
Dalam pendidikan terdiferensiasi, guru harus mampu membuat penilaian yang menunjukkan proses belajar. Hal ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana efektivitas pembelajaran, guru perlu tahu sejauh mana pemahaman siswa sebelum memulai pembelajaran dan sejauh mana siswa bisa menerima proses pembelajaran yang berlangsung. Oleh karena itu, dalam pembelajaran terdiferensiasi biasanya guru melakukan pre-test dan post-test setiap melakukan pembelajaran.
4. Memberikan instruksi yang menjawab kebutuhan belajar siswa
Saat menerapkan pembelajaran terdiferensiasi, guru harus bisa memberikan instruksi pembelajaran yang mampu menjawab kebutuhan belajar siswa. Instruksi disini fokus pada bagaimana guru mengajar dan bagaimana siswa menerima pelajaran.
Instruksi yang diberikan pada akhirnya mampu memastikan bahwa setiap siswa memiliki pengalaman belajar yang terbaik, sebagai cara untuk memaksimalkan peningkatan kompetensi siswa.
Kurikulum Merdeka adalah kurikulum yang sangat kental dengan kultur inklusi. Kurikulum ini memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk bisa mengembangkan kompetensinya sesuai karakteristiknya masing-masing. Perbedaan-perbedaan yang ada bukan sebagai penghalang, tetapi justru membuat proses pembelajaran semakin bermakna.
Kurikulum Merdeka yang diwujudkan dalam pembelajaran terdiferensiasi menjadi jawaban atas permasalahan pendidikan yang ada di Indonesia. Setiap siswa di Indonesia bisa belajar sesuai karakteristiknya masing-masing. Mereka bisa mengembangkan kompetensinya sesuai minat dan bakatnya masing-masing.
Kultur inklusi adalah semangat utama dalam mewujudkan merdeka meski ada diferensiasi. Tak perlu takut dengan diferensiasi yang ada. Melainkan, berikan ruang kepada setiap diferensiasi yang ada.
Demikian artikel tentang mengenal budaya inklusi, mewujudkan kelas merdeka meski ada diferensiasi. Semoga artikel ini bisa memebrikan inspirasi bagi Anda dalam tentang mengenal budaya inklusi, mewujudkan kelas merdeka meski ada diferensiasi.