Mempraktikkan Instructional Designer dengan Model ASSURE
Pendidikan turut melakukan perubahan seiring dengan perkembangan zaman dan majunya teknologi. Pendidikan di Indonesia menuntut peserta didik dan tenaga didik untuk memiliki kemampuan dan kompetensi yang menunjang pendidikan di abad 21. Salah satu contohnya ialah kemampuan tenaga didik dalam menciptakan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan.
Pengertian Instructional Design
Dalam menciptakan pembelajaran yang efektif, guru memerlukan instructional design atau desain pembelajaran. Desain pembelajaran juga berarti rancangan pembelajaran. Upaya dalam merancang pembelajaran diharapkan dapat menjadikan aktivitas pembelajaran lebih terstruktur dan sistematis.
Selain itu, upaya merancang pembelajaran mencerminkan perubahan peran guru yang salah satunya tidak lagi menjadi otoritas yang maha tahu, tetapi menjadi perancang yang dapat memfasilitasi hingga menampilkan kemampuan terbaik para peserta didik.
Dengan demikian, desain pembelajaran merupakan proses sistematik yang menghasilkan rancangan untuk diimplementasikan pada aktivitas pembelajaran. Desain pembelajaran berorientasi pada peserta didik yang sejalan dengan pengertian dari kata pembelajaran. Pembelajaran bermakna rangkaian peristiwa yang mengakibatkan perubahan perilaku pada peserta didik. Oleh karena itu, desain pembelajaran juga bersifat empirik, berulang, dan dapat dikoreksi atau diukur dengan cara tertentu yang valid.
Guru dapat melalui tiga tahap dalam proses desain instruksional dalam pembelajaran (Sayangan, 2017):
- Tahap pertama melalui proses identifikasi, merumuskan dan menganalisis tujuan pembelajaran; mengidentifikasi perilaku dan karakteristik peserta didik, serta mendeskripsikan latar;
- Tahap kedua dengan menganalisis dan mengembangkan sistem instruksional meliputi tujuan, tes, strategi, dan pengembangan prototipe sistem; dan
- Tahap ketiga berupa evaluasi formasi dari prototipe sistem instruksional.
Pengertian Model ASSURE dalam Desain Pembelajaran
Model ASSURE dikemukakan oleh Smaldino, dkk (2012) sebagai model desain pembelajaran dengan langkah-langkah yang sistematik berserta aktivitas yang dilakukan secara menyeluruh dalam kegiatan mendesain program pembelajaran. Model ini menjadi cara yang efektif untuk mengintegrasikan teknologi, media, dan metode dalam pembelajaran individual maupun kelompok. ASSURE juga mudah dan praktis untuk diaplikasikan.
ASSURE merupakan singkatan dari beberapa komponen, yaitu:
- A, analyze learners;
- S, state standards and objectives;
- S, select strategies and resources;
- U, utilize resources;
- R, require learner participation; dan
- E, evaluate and revise.
Berikut penjabaran dari enam komponen atau langkah tersebut.
a. Analyze Learners
Analisis peserta didik menjadi langkah awal dalam pembelajaran sebagai upaya guru menyesuaikan perbedaan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dan mengoptimalkan pembelajaran hingga mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat tiga informasi yang dapat diketahui dari kegiatan analisis, yaitu: karakteristik umum (jenis kelamin, usia, sikap, dan minat), kompetensi spesifik (kemampuan atau pengetahuan awal peserta didik), dan perbedaan kebutuhan pembelajaran (kecerdasan atau preferensi yang dimiliki setiap peserta didik).
b. State Standards and Objectives
Merumuskan standar dan tujuan menjadi langkah kedua dalam model ini. Pasalnya, standar dan tujuan pembelajaran dapat menjadi acuan untuk menentukan strategi, media, teknologi, penilaian, juga hasil yang diharapkan,
c. Select Strategies and Resources
Strategi pembelajaran yang digunakan hendaknya dapat melibatkan peserta didik sekaligus membangun keterampilan kognitif dan keterampilan konatif mereka. Sementara itu, dalam memilih sumber belajar, guru perlu mempertimbangkan teknologi dan media dengan berbagai jenis bahan pendukungnya.
d. Utilize Resources
Guru dapat memanfaatkaan sumber belajar berupa teknologi, media, dan berbagai jenis bahan dengan melakukan reviu sebelum mempersiapkannya untuk mendukung kegiatan pembelajaran, menyiapkan lingkungan belajar, dan mempersiapkan peserta didik agar siap untuk diberikan pengalaman belajar.
e. Require Learner Participation
Partisipasi peserta didik sangat diperlukan untuk mendukung pembelajaran. Ini karena kini peserta didik dituntut agar tidak hanya sekadar mengetahui dan memahami informasi. Peserta didik juga memiliki pengalaman untuk menerapkannya hingga mampu melakukan evaluasi.
f. Evaluate and Revise
Langkah terakhir berupa evaluasi dan revisi yang tak jarang dilewatkan dalam upaya merancang pembelajaran. Suksesnya pembelajaran dan perlunya revisi didapatkan dengan melakukan langkah ini. Kegiatan evaluasi pengajaran meliputi evaluasi guru sebagai perancang, peserta didik, rekan, dan administrator. Sementara itu, revisi dilakukan sebagai bentuk refleksi dari kegiatan yang telah dilakukan.
Menjadi Perancang Pembelajaran dengan Model ASSURE
Guru atau tenaga pendidikan bukan lagi menjadi seseorang yang maha tahu. Di masa kini, guru lebih berperan menjadi perancang pembelajaran (instructional designer). Merancang pembelajaran dengan menggunakan model ASSURE berarti menggunakan langkah yang sistematis dengan memadukan penggunaan teknologi dan media pembelajaran.
Langkah-langkah yang digunakan tentu berdasarkan enam komponen dalam model ASSURE. Langkah pertama adalah dengan menganalisis siswa. Contoh bentuk pratiknya adalah dengan mengklasifikasikan spesifikasi kemampuan awal siswa melalui tes berbentuk soal maupun penyelesaian masalah. Siswa bisa juga menceritakan diri sendiri yang terkait dengan mapel tersebut maupun wawancara pada guru kelas yang nantinya dideskripsikan dalam RPP.
Menentukan tujuan pembelajaran menjadi langkah kedua dalam rancangan pembelajaran dengan model ASSURE. Tujuan pembelajaran mengacu pada pernyataan KD dan KI mata pelajaran yang telah diberikan oleh pemerintah. Perlu diingat bahwa tujuan pembelajaran sifatnya tidak membatasi siswa dalam bereksplorasi. Dengan demikian, tujuan pembelajaran menjadi pedoman atau arah yang jelas.
Merumuskan tujuan pembelajaran dapat menggunakan rumusan ABCD yang merupakan akronim dari Audience (Peserta didik), Behaviour (Perilaku), Condition (Kondisi), dan Degree (Tingkat). Misalnya pada mata pelajaran Matematika, tujuan pembelajaran yang sesuai dengan rumusan ABCD adalah Siswa mampu menyajikan nilai tempat dan urutan pada bilangan cacah sampai 1000 dengan benar.
Selanjutnya, guru mulai memilih strategi pembelajaran, teknologi media, dan bahan ajar yang akan digunakan. Pemilihan hal-hal tersebut hendaknya dapat melibatkan pembelajaran yang membuat siswa menjadi aktif. Strategi pembelajaran harus dirancang untuk mendorong siswa atas kompetensinya. Misalnya dengan menggunakan strategi instruksional, diskusi hingga discovery learning.
Pada penentuan bahan pengajaran perlu melibatkan penggunaan teknologi. Namun, yang paling penting adalah ketersediaan bahan tersebut. Mengubah dan merancang bahan pembelajaran yang ada menjadi bahan yang baru juga diperbolehkan, jika memang bahan tidak tersedia. Contoh penggunaan teknologi dalam sumber belajara adalah dengan menggunakan video animasi yang didapat dari peramban atau media sosial.
Pada langkah pemanfaatan sumber belajar. Smaldino, dkk (2012) mengemukakan rumus 5P, yaitu mengkaji sumber belajar, menyiapkan bahan ajar, menyiapkan lingkungan belajar, menyiapkan peserta didik, dan memberikan pengalaman belajar.
Selanjutnya, partisipasi peserta didik berupa keterlibatan dalam kegiatan pembelajaran baik berbentuk praktik, proyek, maupun lainnya yang dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Sebagai contohnya, praktik gerakan atau jalannya permainan pada mata pelajaran olahraga. Pada mata pelajaran Agama Islam, siswa diminta untuk membacakan salah satu surah dalam Al-Qur’an. Kemudian, siswa diberi soal atau pertanyaan.
Langkah terakhir adalah mengevaluasi dan merevisi. Evaluasi biasanya berupa soal asesemen maupun pertimbangan guru. Evaluasi dan revisi tidak melulu pada siswa namun juga diri sendiri sebagai tenaga pendidik, dan lingkungan sekitar. Selain itu hal ini juga bukan hanya dilakukan untuk mengukur kepintaran, tetapi juga proses pembelajarannnya.