Kemampuan Dasar Lintas Mata Pelajaran di Era Digital
Setiap orang memiliki kemampuan atau daya untuk melakukan sesuatu dalam hidupnya. Kemampuan yang dibawa sejak lahir dapat disebut dengan kemampuan dasar. Kemampuan atau keterampilan yang harus dimiliki di abad 21 yang dikemukakan oleh World Economic Forum (2015) dibagi menjadi tiga kategori, salah satunya adalah literasi dasar. Literasi dasar meliputi literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya dan kewargaan.
Kemampuan literasi (khususnya literasi membaca dan numerasi) siswa di Indonesia berdasarkan PISA menunjukkan hasil yang rendah. Berdasarkan hasil tersebut, Kemdikbud meluncurkan program yang dapat mendukung peningkatan kemampuan literasi masyarakat Indonesia.
Mulai dari program Gerakan Indonesia Membaca (GIM) pada 2015, muncullah Gerakan Literasi Nasional (GLN) pada tahun 2016 yang salah satu implementasinya berupa Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Hingga kini, pemerintah memunculkan program-program lainnya yang mendukung budaya literasi di tengah gaya hidup yang serba digital.
Literasi dalam Pembelajaran
Program Merdeka Belajar yang kini diusung dalam pendidikan di Indonesia menghapus UN dan menggantinya dengan asesmen atau penilaian dari sekolah. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya menyelenggarakan pembelajaran berbasis literasi dan numerasi dengan tujuan pemetaan dan perbaikan mutu pendidikan secara nasional.
Selama proses pembelajaran, aktivitas yang memunculkan kemampuan literasi sudah pasti melalui membaca dan menulis. Namun, kegiatan tersebut memiliki tingkat kesulitan dan kompleksitas berbeda yang merujuk pada Capaian Pembelajaran yang diukur dengan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM).
Dari enam jenis literasi dasar yang harus dimiliki oleh siswa di era digital, hanya dua jenis literasi, yaitu baca tulis (literasi) dan numerasi yang menjadi fokus dalam AKM. Mengapa demikian? Sebab baca tulis dan numerasi bersifat general dan mendasar. Dalam konteks personal, sosial, hingga profesional diperlukan kemampuan berpikir terkait bahasa serta matematika. Selain itu, baca tulis dan numerasi dapat dikembangkan pada berbagai mata pelajaran.
1. Literasi Baca Tulis
Literasi baca tulis merupakan dasar dari seluruh kegiatan literasi. Pengertian literasi baca tulis tidak lagi hanya sekedar melek aksara, tetapi bermakna keterampilan dalam berkomunikasi di masyarakat. Tanpa menguasai keterampilan membaca, siswa tidak akan dapat mengakses pengetahuan.
Menemukan informasi, membuat tautan antara berbagai bagian teks, menghubungkan informasi yang didapat dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari yang telah dikenal, menafsirkan gaya bahasa, mengevaluasi teks, hingga mengakomodasi konsep yang betentangan dengan keinginan merupakan kemampuan dalam membaca dan menulis.
Di kehidupan sehari-hari, contoh terkait kemampuan literasi baca tulis adalah ketika membaca resep dan cara memasak makanan. Siswa memerlukan kemampuan memahami takaran dan urutan pelaksanaan agar menghasilkan makanan yang layak untuk dimakan dan disajikan.
2. Literasi Numerasi
Kecakapan ini digunakan untuk memecahkan masalah dengan berbagai macam konteks dalam kehidupan sehari-hari yang melibatkan angka dan simbol terkait matematika dasar. Menyelesaikan dan mengaplikasikan konsep dan kaidah matematika dalam kehidupan sehari-hari bisa menggunakan berbagai cara dan mungkin saja tidak tuntas menjadi ciri yang membedakan numerasi dengan kompetensi matematika.
Penalaran spasial, menggunakan pengukuran, membaca, atau menafsirkan informasi statistik, dan mengenali pola merupakan beberapa bentuk dari kegiatan literasi numerasi. Kegiatan yang mencerminkan penerapan literasi numerasi dalam kehidupan sehari-hari tercermin pada aktivitas pulang pergi ke sekolah yang mana harus memperhatikan jarak dan waktu tempuh untuk mencapai tempat yang dituju.
Literasi dalam Pembelajaran Lintas Mata Pelajaran
Literasi lintas mata pelajaran adalah kemampuan yang menggunakan lima keterampilan bahasa untuk mendapatkan informasi dalam disiplin tertentu. Keterampilan tersebut antara lain mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan melihat.
Melalui literasi, siswa diharapkan memiliki kemampuan berpikir kritis dan terampil dalam memecahkan masalah. Sementara itu, dengan pembelajaran lintas mata pelajaran, siswa diharapkan memiliki pengetahuan luas dan bijaksana.
Pada dasarnya, pembelajaran pada semua mata pelajaran tidak terlepas dari penggunaan teks sebagai sumber belajar. Teks yang digunakan tidak hanya berwujud teks tulis, bisa juga berupa audio, visual, nonverbal, dan sebagainya. Di era kemajuan teknologi, teks juga banyak yang berupa digital. Meskipun begitu, penggunaan teks tulis pada strategi literasi dalam pembelajaran sifatnya harus tetap ada. Dalam hal penguatannya, dapat menggunakan moda teks yang lain.
Dengan demikian, literasi lintas mata pelajaran menjadi alat yang digunakan tenaga pendidik agar siswa dapat memiliki kompetensi yang diperlukan di abad 21 berpikir kritis dan memecahkan masalah.
a. Strategi Literasi
Strategi literasi dalam pembelajaran yang melibatkan berbagai mata pelajaran dapat menjadi cara untuk membantu siswa meningkatkan pemahaman bacaan, membangun pengetahuan konseptual, dan menumbuhkan keterampilan memecahkan masalah.
Berbagai model pembelajaran dapat digunakan untuk menerapkan strategi literasi, dengan tetap memperhatikan karakteristik mata pelajaran dan capaian pembelajaran. Pada strategi literasi tercermin pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa aktif dalam pembelajaran, misalnya pada kegiatan membaca untuk memaknai teks berdasarkan pengalaman dan pengetahuan mereka sebelumnya.
Pembelajaran yang menerapkan strategi literasi yang dapat mengembangkan kemampuan metakognitif baiknya memiliki tujuh karakter, yaitu:
- Memantau proses pemahaman teks pada tiga tahan dalam pembelajaran (sebelum, ketika, dan setelah membaca);
- Menggunakan teks multimoda selama pembelajaran;
- Memberikan instruksi yang jelas dan eksplisit dengan menggunakan modeling;
- Menggunakan alat bantu seperti pengatur grafis;
- Mengembangkan respons terhadap berbagai jenis pertanyaan;
- Membuat pertanyaan; serta
- Melakukan analisis, evaluasi, sintesis, dan refleksi terhadap teks yang dipelajari.
Strategi literasi yang dapat mengembangkan kemampuan metakognitif wujudnya berupa langkah-langkah pelaksanaan untuk memahami konten, bukan berupa konten mata pelajaran. Sebagai contohnya, pada langkah atau tahap sebelum membaca teks dengan melakukan skimming atau membaca cepat. Pada tahap ketika membaca, siswa diminta mencari informasi yang tersirat. Kemudian, pada tahap setelah membaca, siswa diminta membuat ringkasan.
Mengembangkan keterampilan berbahasa di mata pelajaran non-bahasa juga dapat mengacu pada 8 strategi literasi berikut:
1. Memupuk kolaborasi;
2. Mendorong diskusi;
3. Menggunakan pengatur grafis;
4. Membuat keterkaitan antarteks;
5. Model think aloud;
6. Representasi visual;
7. Mengintegrasikan kosakata yang menarik; dan
8. Mendorong keterampilan menulis secara autentik.
b. Contoh Literasi dalam Lintas Mata Pelajaran
Literasi dalam pembelajaran dapat diajarkan melalui materi yang kontekstual. Materi tersebut dapat dibungkus dalam kegiatan atau proyek, misalnya dalam proyek yang bertema “Bahan Pangan Lokal dengan Cita Rasa Global”.
Proyek tersebut dapat mencakup mata pelajaran PJOK, Bahasa Indonesia, Prakarya, dan Bahasa Inggris. Mempelajari materi pada mata pelajaran yang didiskusikan hingga mencari informasi dengan internet merupakan bentuk dari kegiatan literasi. Tidak hanya itu, seperti yang telah disebutkan bahwa literasi tidak terbatas hanya melalu teks tulis, tetapi juga pada kegiatan yang memerlukan analisis, perancangan, dan pengelolaan untuk memecahkan masalah dari proyek yang dilakukan. Berikut peta kompetensi pada proyek lintas mata pelajaran untuk mendukung gambaran terkait contoh penguatan literasi lintas mata pelajaran.
Demikianlah penjelasan mengenai kemampuan dasar lintas mata pelajaran di era digital yang penting untuk dimiliki oleh setiap pendidik. Semoga bermanfaat!