Jenis-jenis Bullying yang Harus Diketahui

Bullying atau perundungan masih menjadi momok bagi anak-anak. Sekolah ataupun lingkungan bermain nyatanya tidak aman bagi anak. Seringkali anak menjadi korban bullying di sekolah maupun lingkungan bermainnya. Anak tak hanya terluka fisik maupun mental, beberapa ada yang merenggang nyawa karena tindakan bullying.

Tentunya ini menjadi sebuah ancaman serius. Hal ini tentu tidak boleh dibiarkan terus menerus. Orang tua perlu menjalin kedekatan dengan anak. Sebab, seringkali anak tidak mau cerita jika menjadi korban bullying. Kedekatan dan komunikasi yang baik antara orang tua dan anak bisa menjadi langkah preventif untuk melindungi anak dari bullying.

Selain itu, ajari anak tentang apa itu bullying serta bagaimana langkah yang harus dilakukan anak ketika menjadi korban bullying. Anak perlu tahu, perilaku apa saja yang dapat dikatakan sebagai bullying. Anak harus tahu, jenis-jenis bullying.

Artikel ini selanjutnya akan membahas jenis-jenis bullying. Harapannya, saat anak tahu jenis-jenis bullying, anak bisa mengambil tindakan yang tepat jika suatu saat dihadapkan dengan perilaku bullying ini.

Pengertian Bullying

sumber: https://www.pexels.com

Sebelum membahas tentang jenis-jenis bullying, ada baiknya jika membahas tentang pengertian bullying terlebih dahulu. Bullying, berasal dari kata bahasa Inggris “bull” yang artinya banteng. Pengertian epistomologinya, bullying adalah penggertak. Bisa juga diartikan sebagai orang kuat yang menggertak orang yang lebih lemah darinya.

Bullying dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai menyakat yang artinya mengusik (supaya menjadi takut, menangis, dan sebagainya), merisak secara verbal. Sementara itu, menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA), bullying juga dikenal sebagai penindasan/risak.

Bullying adalah tindakan menindas atau kekerasan yang dilakukan secara sengaja oleh seseorang ataupun sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, yang dilakukan dengan tujuan untuk menyakiti serta dilakukan secara terus menerus.

Unicef mengungkapkan perilaku bullying ini memiliki tiga karakteristik tertentu, yaitu dilakukan secara sengaja dengan tujuan menyakiti, terjadi secara berulang dan terjadi karena adanya perbedaan kekuasaan. Di era digitalisasi seperti sekarang ini, bullying tak hanya terjadi secara langsung, melainkan bisa terjadi via online atau daring, disebut sebagai cyber bullying.

Menurut data dari KPA (Kementerian Perempuan dan Anak), selama empat tahun terakhir, yaitu tahun 2016-2020, terdapat laporan 480 kasus anak menjadi korban bullying. Semua itu mencakup beragam jenis bullying. Di mana semuanya tentu menimbulkan dampak serius bagi korbannya. Mulai dari luka fisik, depresi, hingga kehilangan nyawanya.

Jenis-jenis Bullying

sumber: https://www.pexels.com

Meski kebanyakan perilaku bullying adalah gertakan, nyatanya bukan hanya menggertak atau perundungan verbal saja. Ada banyak jenis bullying ini.

1. Bullying Verbal

Jenis bullying yang pertama adalah bullying verbal. Jenis perundungan ini dilakukan dengan kata-kata, pernyataan, julukan, ataupun panggilan yang menghina. Pelaku perundungan akan terus menerus melakukan penghinaan untuk meremehkan, merendahkan, dan melukai perasaan korbannya.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa intimidasi verbal dan julukan yang buruk bisa memberikan dampak yang sangat serius bagi korban. Secara mental, korban akan terluka dalam dan ini meninggalkan perasaan traumatis yang bertahan lama.

2. Bullying Fisik

Bullying fisik merupakan tindakan intimidasi yang bersifat fisik. Pada jenis bullying ini pelaku berusaha untuk mengontrol korban dengan menunjukkan kekuatan fisik yang dimilikinya. Pada kesempatan ini, pelaku dapat menendang, menampar, memukul, dan beragam tindakan kekerasan fisik lainnya untuk mengintimidasi korban.

Bullying fisik ini tentu akan meninggalkan bekas di badan korban. Oleh karena itu, biasanya jenis bullying ini akan mudah dikenali. Meski begtu, bullying fisik ini seringkali lebih membahayakan. Korban perundungan secara fisik ini tak hanya mendapatkan luka, banyak kasus yang membuat korban merenggang nyawa.

Laporan yang sering terjadi, misalnya saat kegiatan orientasi mahasiswa. Dengan dalih orspek, senior melakukan perundungan kepada juniornya. Memukul, menendang, menampar, dan lain sebagainya. Para junior jelas kesakitan dan menderita luka-luka. Namun, ada yang paling miris, terkadang kegiatan oroentasi menelan korban. Banyak junior merenggang nyawa karena siksaan seniornya.

3. Agresi Relasional

Bullying tak harus disakiti secara fisik, ataupun diejek dengan beragam julukan yang buruk, pengucilan juga termasuk tindakan perundungan. Anak mungkin difitnah, atau dijelek-jelekkan, sehingga tidak ada yang mau berteman dengannya.

Pengucilan ini bisa dibilang intimidasi emosional atau yang juga disebut sebagai agresi relasional. Pelaku bullying membuat korbannya dikucilkan dari kelompok. Biasanya pelaku memfitnah, atau menyebarkan desas-desus tentang keburukan korban.

Seringkali hal tersebut bukanlah yang sebenarnya, hanya karangan pelaku bullying saja. Sehingga, korban tidak diterima dalam kelompok. Korban dikucilkan dalam interaksi sosial. Tidak ada teman bermain.

Agresi relasional ini tentu akan sangat berdampak pada kondisi psikologis korban. Korban tentu sedih dan merasa tertekan, karena dikucilkan. Korban hanya bisa menyendiri dalam lingkungan sosialnya.

Beberapa kasus bahkan membuat korban agresi relasional ini bunuh diri. Sebab, sudah tidak kuat lagi. Korban mengalami depresi yang dalam.

4. Cyber Bullying

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang cukup pesat, ternyata juga memberikan dampak buruk. Internet tak hanya memudahkan kita dalam mencari informasi ataupun mempermudah setiap pekerjaan, namun juga mengakibatkan perundungan secara daring, atau yang disebut dengan cyber bullying.

Cyber bullying biasanya terjadi di media sosial. Misalnya, saat postingan anak di sosial media dibanjiri komentar negative atau hate speech. Baru-baru ini terjadi seorang remaja diolok-olok di sosial media, hanya karena menyebut tas pemberian ayahnya adalah barang mewah pertama yang dimiliki. Netizen yang berkomentar negative itu melihat brand dari tas tersebut bukanlah termasuk brand tas mewah.

Karakter Anak-anak yang Harus Dipertahankan sampai Dewasa
Orang tua memiliki peran penting untuk mendidik anak, agar menjadi manusia berkarakter, lebih baik dan bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungan.

Selain komentar jahat, contoh cyber bullying lainnya adalah saat ada pihak yang tidak bertanggungjawab menyebarkan foto dan video anak tanpa izin. Apalagi jika foto dan video tersebut diedit agar lebih nampak buruk.

Sebenarnya, anak tak akan menjadi korban cyber bullying jika tidak bermain sosial media. Jika orang tua bisa melarang anak bermain sosial media sebelum usia 17 tahun, maka anak akan terhindar dari cyber bullying.

5. Perundungan Seksual

Perundungan seksual merupakan tindakan di mana korban disentuh pada bagian-bagian pribadinya atau tindakan di mana korban dipanggil dengan tidak senonoh. Perundungan seksual tidak hanya diderita oleh anak perempuan saja, tak jarang anak laki-laki juga menjadi korban perundungan seksual.

Pelaku perundungan seksual merundung korbannya dengan membuat komentar kasar tentang penampilan, daya tarik, perkembangan seksual, atau aktivitas seksual teman sebayanya.

Bagaimana Mengimplementasikan Pendidikan Etika?
Pendidikan tidak hanya mengacu pada kecerdasan pikiran, namun juga pada budi pekerti

6. Perundungan Prasangka

Jenis bullying yang terakhir adalah perundungan prasangka. Perundungan prasangka disebut juga prejudice bullying. Perundungan prasangka adalah macam-macam bullying yang didasari pada prasangka pelakunya terhadap seseorang dari ras, agama, atau suku.

Anak yang menjadi korban perundungan prasangka ini biasanya memiliki ciri sosial dan budaya yang berbeda dengan kelompok mayoritas yang ada di sekitarnya. Korban tak hanya diolok-olok dengan ciri sosial dan budaya yang melekat padanya, namun juga dikucilkan secara sosial.

Banyak sekali jenis-jenis bullying yang perlu diketahui. Bullying juga bisa terjadi di mana saja. Pelakunya juga bisa siapa saja. Oleh karena itu, orang tua perlu memberikan pemahaman kepada anak tentang perundungan ini. Juga menjalin komunikasi yang baik, agar jika anak menjadi korban perundungan, dia akan bercerita. Orang tua bisa membantu anak untuk mengatasi masalah perundungan ini.