Flying Colours : Film Inspirasi Seorang Pendidik yang Mengubah Hidup Muridnya

pendidikan 24 Nov 2021

Menuju akhir pekan butuh hiburan? Sudah penat dan melalui hari-hari penuh tekanan? Bila tak sempat piknik dan menyempatkan waktu untuk liburan, menonton film bisa jadi solusi manjur mengatasi kebosanan dalam pekerjaan. Tidak hanya untuk menghibur diri, menonton film juga menambah semangat dan memberikan inspirasi bagi penikmatnya. Film Flying Colors/Flying Colors: How a Teen Girl Went from Academic Absurdity to an Elite University in One Amazing Year, boleh jadi rekomendasi tepat terutama untuk bapak/ibu guru agar mendapatkan semangat dalam mengajar, serta bagi siswa untuk mewujudkan impiannya dan menggapai prestasi.  

Flying Colours adalah sebuah film ber-genre komedi, drama juga pendidikan. Film yang dirilis pada tahun 2015 ini diadaptasi dari tulisan karya Nobutaka Tsubota, sebuah novel yang menuturkan kisah nyata pengarangnya. Disutradarai oleh Nobuhiro Doi yang juga menggarap beberapa film populer Jepang lainnya seperti Nada Soso.  Dalam film ini juga melibatkan aktris dan aktor kenamaan Jepang, seperti Kasumi Aramura, Atsushi Ito, Shuhei Nomura dan beberapa pemain lainnya. Bertemakan kehidupan sehari-hari dengan latar belakang tokoh utamanya siswa sekolah menengah atas dan guru yang mengajar di lembaga bimbingan belajar, film ini sangat menarik untuk ditonton.

Bagaimana Cerita Film Ini?

Diceritakan dari masa kecil tokoh utama bernama Sayaka Kudo (diperankan oleh Kasumi Aramura), di mana saat sekolah dasar ia mengalami perundungan, sehingga membuatnya menjadi anak yang pemalu dan mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan teman sebayanya. Menginjak sekolah menengah pertama, ia bertemu dengan teman-teman baru dan disekolahkan di sekolah khusus perempuan. Di sana ia bertemu dengan beberapa teman yang mengajaknya bermain dan mengajarinya berdandan. Teman-temannya itu lantas menjadi sahabat hingga ia menginjak SMA.

Terlepas dari kasus perundungan yang dialaminya, ia menemukan kebahagiaan dan bisa bersenang-senang bersama teman-temannya sekarang. Dia tumbuh menjadi gadis yang ceria, namun Sayaka kurang memperhatikan pembelajaran di sekolah hingga prestasi akademiknya cukup rendah. Hal itu menempatkan Sayaka di posisi terakhir di sekolah bersama teman-temannya juga. Suatu waktu saat gurunya mengajar di kelas, Sayaka ketahuan menyimpan sebatang rokok di tasnya. Sayaka dibawa ke ruangan kepala sekolah dan ditanyai dengan siapa ia merokok, guru dan kepala sekolah menduga pasti dia tidak melakukannya sendiri. Meskipun berulang kali ditanya, hingga diundang-lah ibunya ke sekolah, Sayaka tetap memilih diam daripada mengkhianati teman-temannya. Akhirnya ia dihukum skorsing karena tidak mau mengaku.

Di tahun keduanya SMA, saat memasuki masa liburan di musim panas, ibunya menyarankan Sayaka untuk mengikuti kelas khusus di lembaga bimbingan belajar. Pertama kalinya mendatangi tempat kursus, Sayaka mengenakan pakaian ketat dan rok mini. Dia berdandan cukup tebal untuk gadis seusianya, rambutnya juga diwarnai pirang. Memasuki tempat kursus ia bertemu dengan bapak guru bernama Tsubota (diperankan oleh Atsushi Ito). Guru Tsubota menyambut Sayaka sambil tersenyum, lalu memuji penampilannya yang keren. Respon yang dilontarkan pak Tsubota membuat Sayaka cukup senang, karena guru-guru lainnya biasanya tidak menyukai penampilan Sayaka yang seperti itu. Pujian itu pertama kalinya ia dapatkan, selain dari ibunya.

Sebelum menjalani program bimbingan belajar khusus bersama guru Tsubota, Sayaka diminta untuk mengerjakan beberapa soal. Selesai mengerjakan soal-soal yang diberikan, Pak Tsubota mengecek hasil jawaban Sayakan. Melihat semua jawaban Sayaka ternyata tidak ada satupun yang benar. Meskipun nilai yang diperoleh dari tes yang diberikan kepada Sayaka hasilnya nol, Pak Tsubota tetap mengapresiasi Sayaka dan memberikan pujian. Guru Tsubota mengatakan pada Sayaka kerja bagus, walaupun belum menjawab dengan benar, namun mampu menuntaskan dan menjawab semua soal yang diberikan.

Hari berikutnya ke tempat kursus, Pak Tsubota memberikan tes lagi untuk melihat kemampuan Sayaka. Dari tes yang dilakukan, ternyata kemampuan Sayaka setara dengan anak SD kelas 4. Mengetahui hasil tersebut, pak Tsubota tidak patah harapan dan tetap optimis bahwa Sayaka bisa memperbaiki prestasi akademiknya. Pak Tsubota mengajak dan mendorong Sayaka untuk bermimpi, seperti "Maukah bertemu dengan pria-pria tampan setelah lulus SMA di Universitas ternama?", binar-binar semangat lalu nampak pada ekspresi Sayaka. Ia lalu memilih Universitas Keio sebagai tujuannya melanjutkan studi setelah lulus SMA nanti. Sebelumnya Sayaka tidak ada harapan atau keinginan mengejar impian sampai ke universitas ternama di Jepang. Setelah melihat optimisme, semangat dan kesabaran dari guru Tsubota, Sayaka belajar lebih giat dan bersungguh-sungguh.

Ada kalanya ia masih menyempatkan waktu bermain dan keluar bersama sahabatnya. Bahkan saat ia bermain, Sayaka membawa buku-buku pelajaran, kamus dan juga mengerjakan tugas yang diberikan pak Tsubota. Sahabatnya yang melihat kesungguhan dan semangat Sayaka akhirnya memutuskan untuk tidak menemuinya lagi. Mereka ingin Sayaka fokus mengejar impiannya hingga bisa diterima di Universitas Keio. Sebagai sahabat yang baik, mereka tidak mau menjadi penghalang perjuangan Sayaka. Mereka berharap Sayaka bisa berhasil.

Di sisi lain, ibunya terus mendukung Sayaka mengikuti program belajar khusus untuk mengikuti ujian memasuki perguruan tinggi di tempat kursus. Ibunya bahkan mengambil pekerjaan paruh waktu di pabrik dan bekerja sangat keras. Hingga waktu belajar dalam seminggu ditambah, biaya kursus yang terbilang tidak murah menuntut ibunya berpikir lebih keras untuk menambah dana yang dibutuhkan. Sedangkan, ayah Sayaka saat itu lebih fokus pada kakak lelakinya yang digadang-gadang menjadi pemain baseball profesional. Ibunya memikirkan sendiri bagaimana mendapatkan uang untuk menambah jadwal kursus Sayaka. Hingga dana asuransi adik perempuannya pun digunakan untuk membantu, setelah ibunya mendapatkan persetujuan dari adiknya.

Dalam perjuangannya mengejar impian untuk bisa diterima di Universitas Keio, Sayaka mendapatkan banyak rintangan. Diremehkan, disepelekan, kelelahan dan kurangnya waktu tidur, hingga di kelas pun ia ketiduran. Tak sedikit uang yang dibutuhkan, hingga ibu dan adiknya perlu berkorban. Dari gadis ceria yang hanya senang bermain, berdandan dan bersenang-senang. Ia menjadi gadis biasa berpenampilan pada umumnya, dan bersungguh-sungguh mengejar impiannya.

Pesan film Flying Colors

Menonton film Flying Colors cukup menguras emosi dan haru, sekaligus semangat dan tertawa. Film ini mengajarkan bahwa perjuangan tidak akan mengkhianati hasil. Dari kisah Sayaka membuktikan bahwa kesabaran dan proses yang panjang akan mendatangkan keberuntungan. Film ini sangat direkomendasikan bagi pemburu beasiswa, bagi pengejar impian dan untuk mereka yang mencari alasan mengapa harus berjuang. Film ini juga menjadi refleksi bagi orang tua untuk mendukung impian anaknya dan mengetahui potensi yang sesuai dengan mereka. Di sisi lain juga menjadi pengingat bagi pendidik/guru, bahwa tidak ada murid yang bodoh. Semua murid memiliki ciri khas masing-masing, cara belajar yang berbeda sesuai kebutuhan mereka, juga potensi dan bakat yang perlu dikembangkan. Menjadi pendidik memang tak mudah, namun bisa mengubah hidup seseorang hingga ia berhasil adalah kebanggaan yang tidak bisa tergantikan dengan apapun.

Itulah beberapa hal mengenai film Flying Colors yang bisa Anda ketahui. Semoga menginspirasi dan menangkap pesan yang ada di dalamnya.

Insani Miftahul Janah

Trying. Learning. Then Doing.

Great! You've successfully subscribed.
Great! Next, complete checkout for full access.
Welcome back! You've successfully signed in.
Success! Your account is fully activated, you now have access to all content.