Fakta Menarik yang Melatarbelakangi Program Merdeka Belajar
Merdeka belajar adalah sebuah slogan sekaligus program kebijakan baru dan dianggap transformatif dari Menristekdikbud Nadiem Anwar Makarim. Konsep merdeka belajar menurut Nadiem Makarim terdorong akan keinginan menciptakan suasana belajar yang bahagia tanpa dibebani dengan pencapaian skor atau nilai-nilai tertentu. Esensi dari kemerdekaan belajar dimulai dari guru sebelum memulai pengajaran kepada siswa.
Ada empat pokok kebijakan baru yang menjadi fokus utama program merdeka belajar, yaitu:
- Ujian Nasional yang kemudian digantikan dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Asesmen ini menekankan pada kemampuan penalaran literasi dan numerasi. Berbeda dengan Ujian Nasional yang diberikan kepada siswa di jenjang/kelas akhir tiap tingkatnya, Asesmen Nasional dilaksanakan di kelas 5, 8, dan 11. Di mana hasilnya diharapkan mampu menjadi masukan bagi sekolah untuk memperbaiki proses pembelajaran yang selanjutnya.
- Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) akan diserahkan kepada pihak sekolah. Sekolah diberikan keleluasaan dalam bentuk penilaian, seperti portofolio, karya tulis atau bentuk penugasan lainnya.
- Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP dari yang biasanya dibuat berlembar-lembar, kini menurut Nadiem Makarim cukup dibuat satu halaman saja. Melalui penyederhanaan administrasi diharapkan waktu guru dalam pembuatan RPP bisa lebih dioptimalkan untuk kualitas pembelajaran dan peningkatan kompetensi guru.
- Dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), sistem zonasi diperluas (tidak termasuk daerah 3T). Pemerintah daerah juga diberikan kewenangan secara teknis untuk menentukan daerah zonasi ini.
Kebijakan program Merdeka Belajar ini dibuat tanpa alasan. Konon program ini tercetuskan juga karena melihat banyaknya keluhan dari orangtua pada sistem pendidikan yang berlangsung selama ini. Salah satu keluhannya ialah nilai yang dipatok di sekolah. Merdeka belajar adalah salah satu upaya untuk memerdekakan cara siswa dan guru dalam berpikir dan berkreasi. Dari ide untuk mengubah dan memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia hingga dilaksanakan, berikut ini beberapa fakta menarik mengenai program Merdeka Belajar:
- Terinspirasi dari filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara merupakan pahlawan nasional bidang pendidikan di Indonesia, sekaligus sebagai menteri pendidikan pertama dengan sebutan Departemen Pengajaran pada masa jabatan Ir. Soekarno. Sebagai pendiri Perguruan Taman Siswa, beliau bertujuan membangun suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi penduduk pribumi agar mendapatkan hak belajar sebagaimana golongan bangsawan maupun orang-orang Belanda.
Menurut beliau, tujuan dari belajar adalah mencapai kemerdekaan dan kemandirian. Bukan hanya sebagai tujuan, kemerdekaan sebagai paradigma pendidikan yang perlu dipahami oleh segenap pemangku kepentingan. Kemerdekaan memiliki makna yang lebih daripada kebebasan hidup. Yang paling utama dari kemerdekaan adalah kemampuan untuk hidup dengan kekuatan sendiri, menuju ke arah tertib-damai serta selamat dan bahagia, berdasarkan kesusilaan hidup manusia. Makna merdeka dalam merdeka belajar, dengan demikian, bukan semata-mata kebebasan tetapi juga kemampuan, keberdayaan, untuk mencapai kebahagiaan.
Ki Hajar Dewantara mengemukakan bahwa dalam pendidikan harus senantiasa diingat bahwa kemerdekaan atau kebebasan memiliki tiga macam sifat yaitu: berdiri sendiri (zelfstandig), tidak tidak bergantung pada orang lain (onafhankelijk) dan dapat mengatur dirinya sendiri (vrijheld, zelfbeschikking). Pernyataan beliau menyiratkan bahwa kemandirian dan upaya untuk mencapai kemerdekaan diri adalah tujuan yang ingin dicapai melalui proses pendidikan. Dengan demikian merdeka belajar bukan hanya sekedar kebijakan, namun juga filsafat pendidikan yang kemudian diharapkan menjadi tujuan pendidikan itu sendiri. Maka merdeka belajar bukanlah suatu konsep yang baru, melainkan suatu pandangan yang mengenai pendidikan yang ingin dihidupkan kembali.
2. Upaya untuk Mendongkrak Hasil PISA
Programme for International Student Assessment (PISA) yang diinisiasi oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) adalah suatu studi untuk mengevaluasi sistem pendidikan yang diikuti oleh lebih dari 70 negara di seluruh dunia. Setiap 3 tahun, murid-murid berusia 15 tahun dari sekolah-sekolah yang dipilih secara acak, menempuh tes dalam mata pelajaran utama yaitu membaca, matematika, dan sains. Tes ini bersifat diagnostik yang digunakan untuk memberikan informasi yang berguna untuk perbaikan sistem pendidikan. Indonesia telah berpartisipasi dalam studi PISA mulai tahun 2000.
Pada Selasa, 3 Desember 2019 hasil studi PISA dirilis serentak, Menristekdikbud Nadiem Makarim mengemukakan hasil PISA merupakan perspektif yang bagus bagi kemajuan kualitas pendidikan di Indonesia. Melalui perspektif yang berbeda, Indonesia diajak untuk melihat bagaimana orang lain, negara lain melihat sistem pendidikan di Indonesia, sekaligus memberi masukan objektif tentang perbaikan yang perlu dilakukan ke depan. “Perspektif itu penting, karena menjadi insight baru dan angle untuk mengukur kita dan menunjukkan hal yang tidak kita sadari. Kunci kesuksesan belajar adalah mendapat sebanyak mungkin perspektif. Kita tidak bisa mengetahui apa yang mesti kita perbaiki jika kita tidak punya perspektif,” disampaikan Mendikbud Nadiem Anwar Makarim pada Rilis Hasil Studi PISA Indonesia Tahun 2018, di kantor Kemendikbud, Jakarta, Selasa (3/12/2019).
Hasil studi PISA 2018 yang dirilis oleh OECD menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam membaca, meraih skor rata-rata yakni 371, dengan rata-rata skor OECD yakni 487. Kemudian untuk skor rata-rata matematika mencapai 379 dengan skor rata-rata OECD 487. Selanjutnya untuk sains, skor rata-rata siswa Indonesia mencapai 389 dengan skor rata-rata OECD yakni 489. Dalam kategori kemampuan membaca, sains, dan matematika, skor Indonesia tergolong rendah karena berada di urutan ke-74 dari 79 negara. Dilihat dari perspektif hasil PISA Indonesia di tahun 2018, pemerintah mengambil langkah strategis salah satunya melalui kebijakan utama yang ada dalam program Merdeka Belajar. Diantaranya Ujian Nasional yang kemudian diganti menjadi Asesmen Nasional, pelaksanaan Asesmen Nasional dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan literasi dan numerasi siswa. Hasil Asesmen Nasional yang dilaksanakan akan menjadi rujukan bagi pemerintah untuk kebijakan pendidikan berikutnya sekaligus mengetahui upaya strategis lainnya untuk mendongkrak kemampuan bernalar siswa, hingga akhirnya bisa meningkatkan hasil PISA Indonesia dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
3. Mendorong Guru untuk Meningkatkan Kompetensi yang Dibutuhkan
Bukan hal yang aneh bila upaya perbaikan pasti diikuti perubahan untuk menuntut orang harus bisa beradaptasi. Pada prinsipnya, sekolah dipacu untuk melakukan proses adaptasi. "Bagi yang belum siap, bagi yang masih mau belajar menggunakan cara penilaian baru. Silakan. Itu haknya sekolah. Namun, bagi sekolah-sekolah dan guru yang sudah siap, bisa maju duluan. Dan itu tentunya tidak akan kita tinggalkan sendiri, kita akan selalu memberikan contoh-contoh," kata Nadiem saat rapat kerja dengan Komisi X DPR RI.
Adanya program Merdeka Belajar juga menimbulkan pekerjaan rumah yang mendesak yaitu dalam meningkatkan kompetensi guru secara merata. Keberhasilan program Merdeka Belajar akan sangat ditentukan kompetensi guru yang kondisinya saat ini belum merata. Dengan demikian guru-guru perlu didorong untuk meningkatkan kompetensinya agar mampu mengelola kegiatan pembelajaran dengan merdeka.