Bagaimana Menciptakan Pendidikan yang Membebaskan?
Apakah pendidikan yang membebaskan adalah dengan membiarkan siswa mencari sendiri pemahaman akan suatu ilmu? Atau melepaskan ketidaktahuan mereka dengan pengetahuan lain yang bahkan mereka tidak menginginkannya?
Bukan, tidak demikian maksudnya. Pendidikan yang membebaskan adalah sebuah proses belajar yang membuat siswa tidak membuang-buang waktunya untuk menampung banyak informasi namun tidak mengalami penyadaran. Ilmu pengetahuan diturunkan dari generasi ke generasi seharusnya dengan kejujuran dan tanggung jawab.
Edukator asal Brazil, Paulo Freire menyuarakan pendidikan yang membebaskan ini berdasarkan pengalaman pahit yang dialaminya berkaitan dengan pendidikan. Ia menegaskan dalam buku-buku yang ditulisnya bahwa pendidikan semestinya tidak hanya berupa proses pemindahan pengetahuan dari guru kepada murid. Hal ini dia sebut dengan banking education.
Freire menyebut banking education sebagai analogi dari pendidikan yang memberikan beban. Tidak membebaskan. Maksudnya adalah selayaknya sebuah celengan, otak siswa dipenuhi dengan ilmu-ilmu dari pengajar. Siswa terus menampung pengetahuan yang dianggap berharga itu sebagaimana lembaran uang yang ditabung dalam celengan.
Bukankah dengan metode menabung pengetahuan siswa terus bertambah? Tentu. Namun hanya berupa kuantitas. Karena setelah uang tersebut terkumpul, mereka tidak tahu bagaimana menggunakan uangnya dengan bijak. Sehingga besar kemungkinan akan habis dalam waktu cepat tanpa mendatangkan kemanfaatan. Begitu juga dengan aktifitas banking education. Butuh penyadaran, kejujuran, dan tanggung jawab dalam memberikan ilmu pengetahuan.
7 Tips Menciptakan Pendidikan yang Membebaskan
Lalu, bagaimana menciptakan pendidikan yang membebaskan? Berikut ini ada 7 hal yang bisa Anda terapkan selama proses pembelajaran agar tidak terjadi banking education:
1. Memahami Kembali Esensi dari Pendidikan
Pergeseran makna dan esensi dari pendidikan banyak terjadi di negara kita. Tampak dari bagaimana kualitas SDM serta aktivitas belajar mengajar yang berlangsung. Pendidikan dianggap sebagai simbol kebanggaan dari segi kuantitas, bukan kualitas. Padahal, esensi dari pendidikan adalah pembentukan karakter.
Menurut Pluto, pendidikan membuat seseorang yang menjalaninya menjadi baik. Dan orang baik akan bertidak dengan hal-hal yang mulia. Dengan ilmu yang dimiliki, seseorang dapat melahirkan sesuatu yang bermanfaat. Mengaplikasikan pengetahuan yang ia dapatkan secara sadar dan bijak. Dan hal tersebut tidak mungkin terwujud jika sistem dan pola pendidikan yang diterapkan melupakan esensinya. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk menelaah kembali apakah metode yang dipakai dalam pembelajaran sudah sesuai dengan esensi pendidikan atau malah menyimpang.
2. Tidak Menjadikan Murid Sebagai Objek
Murid adalah subjek yang seharusnya juga turut terlibat aktif di dalam kelas. Bukan hanya objek yang harus menerima apapun dari guru. Padahal peserta didik adalah manusia yang dapat merespon secara interaktif, bukan robot yang tanpa emosi dan pikiran. Maka dengan melibatkan murid secara aktif saat pembelajaran adalah salah satu langkah untuk menciptakan pendidikan yag membebaskan. Semisal dengan menyakan pendapatnya, membiarkan mereka banyak bertanya, memberikan apresiasi atas usahanya, dsb.
Akan terlihat perbedaan yang signifikan antara komunikasi satu dan dua arah dalam kelas. Dampaknya tidak akan langsung tampak saat itu juga, namun di kemudian hari. Siswa menjadi pribadi yang pasif jika terbiasa diperlakukan sebagai objek. Sikap inisiatifnya rendah dan selalu butuh instruksi untuk melakukan sesuatu. Hal ini tentu memenjarakan mereka secara tidak langsung dalam menempuh pendidikan.
3. Memberikan Ruang Agar Siswa Berkreasi
Kesempatan seseorang untuk mengasah potensinya secara optimal adalah di saat-saat muda belia. Apabila fase tersebut tidak memberikannya ruang untuk berekspresi, maka ia akan kesulitan meskipun di masa dewasa diberi kesempatan. Hasilnya tidak akan sama. Karena karakter dibentuk sejak dini, bukan di masa dewasa. Maka dari itu, Anda selaku guru punya peran untuk mewadahinya agar pendidikan yang membebaskan terwujud.
4. Guru dan Wali Siswa Harus Open Minded
Bersikap terbuka terhadap perubahan dan hal-hal baru tidak akan merugikan. Justru dapat meningkatkan kualitas diri Anda sebagai tenaga pengajar. Belajar dan mengadopsi metode ajar dari luar negeri atau dari guru guru lain yang lebih baik dapat memperkaya wawasan Anda. Tentu tidak lupa untuk menyaringnya.
Tidak hanya guru, wali siswa pun harus open minded agar tidak menghambat perkembangan anak. Apabila orangtua tidak banyak terlibat dalam pendidikan anak di sekolah, orangtua akan melewatkan kesempatan berharga untuk menjadi bagian penting dari pertumbuhan buah hatinya.
5. Menggunakan Metode Belajar Sesuai Zaman
Gaya mengajar konvensional sudah banyak yang tidak relevan digunakan saat ini. Selain karena tidak fleksible, siswa-siswi sekarang sudah berganti generasi. Beragam sekali perbedaan siswa zaman dahulu dan zaman sekarang. Dari kebiasaan, penggunaan bahasa, jenis makanan, model permainan, hingga cara menyapa guru tidak lah sama.
Sebab itu lah guru semestinya terus memperbaharui metode mengajarnya sesuai zaman. Guru wajib upgrade diri agar tidak tertinggal. Jika masih menggunakan pola pendidikan lama, maka Anda memaksa siswa untuk menjadi seperti generasi Anda. Siswa akan kesulitan mendapatkan kemerdekaan dalam proses belajar.
6. Nilai Bukan Tolak Ukur Kecerdasan dan Kesuksesan
Mindset tentang nilai rapor yang menjadi patokan keberhasilan siswa ternyata sangat membebani siswa. Hal tersebut seharusnya ditepis jauh jauh dari pikiran guru dan orangtua. Setiap anak punya kecerdasan dan kemampuan yang berbeda-beda. Jadi tidak takut jika guru hanya memandang siswa dari nilai ujian yang terdiri dari banyak pelajaran. Dan tidak semua pelajaran di sekolah bisa dikuasai oleh semua siswa.
Menuntut siswa untuk pintar dalam semua mata pelajaran sama saja dengan mengkungkung mereka dalam dunia yang tidak mereka inginkan. Meskipun mereka tampak baik nilainya, bukan berarti menguasai dengan baik. Jadi lebih baik fokus terhadap potensi mereka masing-masing dan tidak menyamaratakan kemampuan siswa.
7. Membangun Kedekatan dengan Siswa
Memiliki kedekatan dengan siswa menjadi nilai plus di masa sekarang. Dengan melakukan pendekatan lebih personal, siswa akan lebih mudah menerima penjelasan guru tanpa perlu diminta. Apalagi jika cara transfer ilmunya menyenangkan. Siswa pun akan enjoy dalam belajar dan menerapkan ilmu dengan tepat.
Untuk membangun kedekatan dengan siswa, cobalah menggunakan gaya bahasa seperti siswa. Pelajari trend-trend kekinian agar memudahkan Anda untuk menyatu dengan dunia mereka. Semisal aktif bermedia sosial, belajar membuat konten-konten edukatif yang melibatkan merea, melakukan interaksi dengan siwa di dunia maya, dan lain sebagainya.
Pendidikan yang membebaskan sangat dibutuhkan oleh peserta didik sebagai bekal untuk mereka dalam survive di masa depan. Semoga cara-cara di atas dapat Anda terapkan untuk menciptakan lingkungan belajar yang ramah, berkualitas, dan menyenangkan.