Apa itu Incidental Learning?
Proses dan metode belajar tidak henti-hentinya terus dikembangkan oleh para pakar pendidikan. Beragam cara bisa dipilih untuk mencerdaskan sumber daya manusia secara optimal. Dari banyak pilihan itu, ada yang namanya incidental learning, yaitu sebuah metode belajar yang melibatkan peran orangtua serta orang-orang di sekitar dalam penerapannya.
Incidental Learning adalah cara belajar yang tidak terstruktur, tidak disengaja, tidak dirancang secara serius untuk tujuan pembelajaran. Belajar insidental ini terjadi di antara aktivitas anak dengan orang-orang di sekitarnya tanpa melihat tempat dan waktu. Secara alamiah, anak mempelajari sesuatu yang ia suka. Bahkan hal yang dibencinya pun dapat menjadi ilmu baru untuknya dengan melihat tingkah laku orang terdekatnya.
Menurut Dr. Benjamin Spock, ahli parenting dan dokter spesialis anak asal Amerika, proses pembelajaran anak banyak diperoleh dari pendidikan formal. Namun, ia menekankan bahwasanya anak juga tumbuh karena belajar dari kebiasaan di lingkungannya. Dan meniru kebiasaan orangtua adalah hal yang paling mungkin terjadi. Cara belajar anak yang demikian itulah yang ia sebut incidental learning.
Manfaat Incidental Learning
Metode belajar yang satu ini sangat berguna untuk perkembangan anak. Terlebih dalam hal problem solving dan perkara-perkara sosial. Kurikulum merdeka belajar yang saat ini digencarkan oleh pemerintah dapat sangat terbantu jika incidental learning dioptimalkan. Pasalnya, cara belajar ini sudah berlangsung sejak peserta didik masih bayi. Terutama pada siswa tingkat sekolah dasar dan anak preschool yang sedang sedang dalam golden age. Apa saja manfaatnya?
1. Siswa Merasa Senang Saat Belajar
Harapan ini tentu yang diinginkan semua orangtua ketika anaknya melakukan aktivitas belajar. Dalam proses incidental learning, di mana metode ini secara spontan terjadi begitu saja dalam kehidupan manusia mulai kecil. Apabila cara ini difasilitasi dengan tepat, maka hasilnya tentu akan memuaskan.
Dalam incidental learning, anak bebas memilih hal apa yang hendak dia pelajari. Segala sesuatu yang ada di sekitarnya akan dengan mudah diserapnya dan melekat erat dalam pikiran. Tidak hanya itu, pengetahuan tersebut mengakar menjadi karakter dan sikap yang akan sering mereka lakukan.
Tidak seperti belajar secara formal yang pasti ada materi yang tidak disukai anak, masa-masa belajar informal menjadi masa keemasannya. Belajar informal yang dimaksud ini adalah saat masih sering menghabiskan waktu dengan keluarganya, contohnya ketika anak masih balita. Saat mereka senang, maka pemahamannya pun lebih mudah.
2. Siswa Mempelajari Banyak Hal Tanpa Sadar
Dikarenakan perasaan suka dan senangnya, anak-anak seringkali tidak menyadari apa saja yang sudah dipelajarinya. Tiba-tiba saja mereka memiliki kemampuan dan ingatan tentang suatu hal. Atau mereka menjadi sering melakukan perilaku yang tidak secara terstruktur mereka belajar tentang itu. Padahal sebenarnya tidak ada yang tiba-tiba. Semua wawasan dan karakter yang ada dalam dirinya adalah hasil dari belajar dari mengidentifikasi setiap perilaku di lingkungannya. Tanpa mereka sadar, tanpa effort yang tinggi.
Oleh karena itu, hal ini menjadi catatan penting bagi orangtua dan guru yang sering membersamai anak. Sikap dan tingkah lakunya akan secara mudah ditiru dan dipraktikkan. Menjadi mengkhawatirkan jika anak tidak bisa mengontrol dirinya dalam menyerap beragam hal yang ada di sekelilingnya. Jadi wajib hukumnya bagi orangtua dan guru untuk terus meningkatkan kualitas ilmu, sikap, dan memperbaiki sifat-sifat buruk.
3. Pemahaman Anak Berjangka Panjang
Benjamin Spock juga mengutarakan bahwa incidental learning dapat mendukung anak untuk melatih dasar untuk bertahan hidup. Jauh sebelum memulai sekolah formal, mereka telah dibekali banyak alat perang agar bisa survive. Nah, pertanyaannya adalah apakah alat perang yang anak miliki sudah tepat dan ampuh untuk masa depannya? Jawabannya tentu bergantung pada bagaimana lingkungan yang membentuknya. Orangtua adalah guru pertama bagi anak dan orangtua selalu menjadi inspirasi anak dalam berbuat banyak hal.
Setelah orangtua, anak akan mulai memperhatikan lingkungannya. Tanpa disuruh, mereka dengan mudah meniru perilaku orang lain selain keluarganya. Semisal ketika mereka berada di pusat perbelanjaan, area bermain, maupun di sekolah, mereka pasti mempelajari tingkah laku orang yang ia temui. Namun kendatipun demikian, orangtua tetap menjadi role model utama dalam proses belajarnya. Baik dalam hal berbusana, memperlakukan tamu, merawat benda-benda kepemilikan, cara berbahasa, dan hal sepele lainnya.
4. Anak Langsung Menerapkan Ilmu yang Didapat
Berlangsungnya incidental learning di rumah juga menjadi latar belakang perilaku anak saat di tempat lain, terutama di sekolah. Manfaat metode ini tidak boleh disia-siakan dengan membiarkan anak terlalu mandiri dalam belajar pada lingkungan. Jika orangtua tidak paham mengenai ini, maka sangat disayangkan karena anak bisa jadi tumbuh dengan kurang terarah.
Contoh konkrit yang dapat dilakukan orangtua dalam proses incidental learning yakni ketika ada karakter-karakter baik tertentu yang ingin ditanamkan pada anak. Semisal, orangtua ingin berharap anaknya punya kecintaan pada buku, maka tugas semestinya anak dibacakan buku setiap hari. Tidak hanya itu, orangtua juga harus memperlihatkan bagaimana mereka tidak sekadar membaca buku, namun juga menikmati bacaannya.
Dengan demikian anak tidak menyerap sikap suka membaca sebagai sebuah kewajiban. Namun, hal itu menjadi sebuah kecintaan yang akan bermanfaat untuk kehidupannya. Tidak heran jika kualitas perilaku orangtua berperan penting dalam tumbuh kembang anak.
Sesepele apapun tingkah orang-orang di sekitar, anak sebenarnya lebih peka dari yang dibayangkan. Meniru dan menjadikannya pedoman adalah sebuah keniscayaan. Tidak perlu menunggu lama, anak dengan sendirinya meniru perilaku yang baru saja ditemukannya.
Pepatah tingkah laku anak adalah cerminan dari orangtua dan buah jatuh tidak jauh dari pohonnya adalah sebuah fakta. Anak memang tidak akan sama persis seperti orangtuanya. Namun pasti ada sifat, karakter, dan sikap yang dominan didapatkannya dari orangtua. Oleh karenanya, muncullah teori incidental learning ini. Tanpa RPP yang rapi, jadwal belajar yang terkonsep, dan beragam persiapan lainnya, konsep belajar ini menjadi alamiah terjadi.
Semua orang akan menjalaninya tanpa harus mendaftar dan mengeluarkan biaya khusus. Namun, bukan berarti pembelajaran formal tidak diperlukan. Justru incidental learning akan terus berlangsung selama kehidupan, belajar di sekolah pun mendukung terhadap efektifitas konsep belajar ini. Selama ada orang lain yang ditemui, selama itu pula anak akan menjalani incidental learning.
Oleh karena itu, berhati-hatilah dalam memilih lingkungan belajar, bermain, dan berkehidupan. Selektiflah dalam memilih teman, partner kerja, guru, dan semua hal dalam kehidupan. Mengapa? Karena incidental learning lebih bekerja pada hal-hal yang bersifat sosial dan bisa mendarah daging pada diri anak. Sebelum terlambat, perbaiki segala sesuatu yang dapat dilihat anak menjadi lebih baik.
Semoga artikel ini dapat memberikan Anda pencerahan mengenai metode belajar yang mudah dijalani namun sulit untuk dikontrol. Apabila incidental learning Anda mulai dengan kualitas baik, besar kemungkinan anak akan tumbuh melebihi dari apa yang Anda bayangkan. Selamat bereksplorasi!