7 Strategi Melatih Sikap Kritis Pada Anak
Pernahkan Anda dibantah oleh anak-anak? Tidak sedikit orang tua yang mengeluhkan tingkah laku anak-anak sekarang. Mereka cenderung suka membantah, berani ber-argumen, dan merasa paling pintar. Bahkan, terhadap orang tua sendiri, terkadang suka kelepasan bersikap kritis. Hal-hal ini tidak akan ditemui pada anak-anak generasi kita dulu, yang cenderung menurut dengan arahan orang tua. Ini karena anak-anak sekarang jauh lebih kritis dibandingkan anak-anak zaman dulu. Sebenarnya apa sih, yang dimaksud dengan bersikap kritis itu?
Menurut salah seorang ahli, Etnis (1996) mengatakan bahwa seseorang dikatakan memiliki sikap kritis jika memiliki beberapa aspek. Seperti focus (memusatkan perhatian), reason (memiliki alasan yang baik), inference (menimbang apakah alasan tersebut bisa mendukung kesimpulan), situation (lingkungan sekitar), clarity (jelas), dan overview (mengecek kembali informasi yang didapatkan).
Aspek-aspek tersebut sebenarnya sangat bagus dikembangkan pada anak-anak. Asalkan, orangtua dapat mengarahkannya menjadi kritis yang tetap sopan dan bijaksana. Sayangnya, sikap kritis anak-anak sekarang terkesan tidak sopan. Padahal, perubahan zaman memang mengharuskan mereka bersikap kritis pada lingkungan sekitarnya.
Jangan sampai mereka menelan mentah-mentah semua perubahan tersebut tanpa menganalisa terlebih dahulu. Jika kita menginginkan agar anak memiliki sikap kritis, maka kita harus melatihnya. Berikut ini adalah strategi melatih sikap kritis pada anak, yang bisa dicoba, di antaranya adalah:
1. Mengajukan Pertanyaan
Anak-anak yang dalam masa golden age, mempunyai rasa ingin tahu yang besar. Orangtua bisa men-stimulasi-nya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sederhana. Misalnya: Apakah anak sudah makan? Mengapa ia belum makan? Apa yang menyebabkan ia merasa kenyang? Lalu, ajak anak membuat kesimpulan, agar jangan minum susu menjelang waktu makan besar tiba. Ini agar anak tidak melewatkan waktu makannya.
Pertanyaan yang diajukan dapat dinaikkan tingkat kesulitannya, sesuai dengan usia anak. Pembiasaan ini merupakan proses yang melatih pola pikir anak agar menjadi kritis. Ia tidak akan melakukan sesuatu, jika tidak mengetahui sebab-akibatnya. Dengan mengajukan pertanyaan pada anak, akan menimbulkan kebiasaan yang sama pada anak. Pernah mendengar seorang anak kecil yang banyak bertanya, bukan? Itu adalah salah satu anak yang bersikap kritis. Tugas orangtua tinggal mengarahkannya agar menjadi seorang yang penanya yang santun dan baik.
2. Mengenalkan Sudut Pandang
Pada anak yang lebih besar, orangtua bisa mulai mengenalkan aspek sudut pandang. Anak akan belajar memahami sudut pandangnya terhadap suatu masalah. Melatihnya membentuk opini sendiri dengan pemikiran sendiri. Setiap masalah memiliki sudut pandang yang berbeda, tergantung orang yang mengalaminya.
Mengenalkan anak-anak terhadap sudut pandang juga, membuat anak menghargai perbedaan sudut pandang dengan orang lain, termasuk teman dan orang tuanya. Dengan demikian, mereka akan lebih sopan saat mengutarakan perbedaan pendapat dengan orang lain.
3. Mengajarkan Anak Bersikap Rasional
Setelah anak dikenalkan pada berbagai sudut pandang, selanjutnya ajarkan anak agar bisa bersikap secara rasional. Artinya, anak diharapkan bisa memberikan alasan terhadap sudut pandang yang dipilihnya, dan bisa menerima sudut pandang orang lain yang berbeda dengannya.
Alasan ini juga harus logis dan disertai dengan bukti nyata. Para ahli mengatakan, untuk mengasah kemampuan bersikap rasional ini, anak harus dilatih untuk mengenal dan membedakan antara alasan atau bukti yang nyata untuk mendukung pendapatnya.
4. Mencari Tahu
Anak-anak yang kritis, salah satu cirinya adalah mempunyai rasa ingin tahu yang besar. Ini sudah terlihat dari anak-anak balita yang sering 'merepotkan' orang tua-nya. Menghadapi anak seperti ini, orang tua harus sabar dan kreatif. Arahkan anak-anak agar mendapat informasi yang benar, dan puaskan rasa ingin tahunya.
Jangan biarkan anak-anak mencari tahu sendiri tanpa tuntunan dari orangtua. Apalagi sekarang semua informasi terbuka lebar di internet, dan bisa diakses oleh semua orang. Anak-anak harus didampingi agar mereka mengakses informasi yang benar, dan bukan hoax yang menyesatkan.
5. Bermain Peran
Bermain peran membuat anak mengenal karakter lain di sekitarnya. Anak menjadi mengerti seandainya ia berada dalam posisi karakter yang diperankannya. Dengan memahami karakter lain, membuat pikiran anak-anak menjadi lebih terbuka, lebih kritis terhadap sesuatu yang dilihat, atau dirasakannya. Ia tidak akan menerima sesuatu tanpa memahaminya terlebih dahulu.
6. Melakukan Analisa
Anak-anak usia dini pun bisa menganalisa sesuatu yang sederhana. Misalnya, ketika hujan turun, Ibu mengangkat jemuran. Pikiran sederhana mereka sudah mampu menganalisa, bahwa jika pakaian tidak diangkat dari jemuran, maka pakaian akan basah oleh hujan.
Makin bertambah usia anak, makin matang pemikiran sehingga makin baik analisanya. Pada aspek analisa ini, anak-anak belajar mengenal masalah, membuat kategorinya, dan membandingkannya. Mereka belajar memahami sebab dan akibat suatu masalah, dan mencari solusinya.
7. Membuat Kesimpulan
Strategi terakhir melatih anak-anak agar bersikap kritis adalah dengan melatih mereka membuat kesimpulan. Pada masa playgroup, anak-anak bisa dilatih membuat kesimpulan dari hal yang paling sederhana. Misalnya, jangan makan kue menjelang waktu makan malam.
Tujuannya agar mereka merasa lapar saat makan malam, sehingga tidak melewatkan waktu makan malam. Akan tetapi, jika mereka merasa kenyang, dan melewatkan makan malam, maka resikonya mereka akan merasa lapar di tengah malam. Hal ini tentu menganggu tidur mereka sehingga tidak nyenyak, bukan? Berdasarkan kesimpulan itu, mereka akan mengubah kebiasaannya mengemil menjelang waktu makan malam.
Berbagai strategi ini bisa di-stimulasikan pada anak-anak kita, agar mereka bisa bersikap kritis. Strategi ini bisa di modifikasi atau dikembangkan sesuai kebutuhan dan karakter anak. Setiap anak tentunya memiliki sifat dan karakter yang berbeda, sehingga membutuhkan strategi yang berbeda pula saat melatihnya.
Tentu saja, sikap kritis tersebut harus diimbangi dengan akhlak yang baik, sopan santun dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian. Negara kita membutuhkan anak-anak muda yang kritis dan berakhlak baik. Merupakan tugas kita sebagai orang tua untuk mengarahkan anak-anak menjadi kritis yang santun. Jangan takut untuk melatih anak-anak bersikap kritis, ya. Percayalah, anak-anak yang bersikap kritis merupakan anak-anak yang cerdas. Di tangan mereka, kita kelak akan menitipkan bangsa dan negara Indonesia.