Penilaian Pembelajaran Berbasis Proyek Saat PJJ
Setelah berbulan-bulan terus memperhatikan perkembangan situasi pandemi sekaligus kondisi para guru dan siswa yang menjalani pembelajaran secara daring, Kemendikbud mendapatkan hasil bahwa rata-rata anak hanya belajar 1 – 2 jam per hari. Hampir bisa dipastikan setiap hari anak-anak mendapatkan tugas dari guru sebagai bentuk pembelajaran mandiri, sebab pandemi membuat intensitas pertemuannya menjadi menurun.
Tidak heran apabila anak-anak akhirnya merasakan kejenuhan karena terkadang ada kesulitan atau ketidakpahaman anak terhadap materi tertentu, tetapi tidak bisa secara langsung mendapatkan penjelasan dari guru. Namun setelah gempuran vaksinasi yang dilakukan pemerintah di seluruh wilayah Indonesia, terlihat banyak zona kuning bahkan hijau mulai muncul dalam peta Satgas Covid-19. Ini merupakan sinyal kuat bagi pendidikan untuk memulai pembelajaran tatap muka.
Tahun akademik 2021/2022 resmi sebagai momen pembelajaran tatap muka terbatas atau PTMT hampir di seluruh wilayah Indonesia. Meskipun dalam kondisi pembelajaran yang tidak ideal, para guru tetap berusaha melakukan berbagai model pembelajaran dan telah dilakukan dari semester-semester sebelumnya. Didasari oleh Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 tentang pembelajaran pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah, ada beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan. Model-model tersebut antara lain discovery learning, project-based learning, problem-based learning, inquiry learning.
Salah satu model pembelajaran yang dapat distimulasikan kepada anak adalah project-based learning atau pembelajaran berbasis proyek. Tidak semua materi dalam mata pelajaran dapat menggunakan model pembelajaran ini, jadi guru harus bisa mencermati terlebih dahulu materi mana yang dapat diterjemahkan dengan model pembelajaran berbasis proyek ini.
Model project-based learning (PjBL) menjadikan anak sebagai pusat belajar dan memberikan pengalaman yang bermakna bagi mereka dalam melakukan investigasi secara mendalam terhadap topik tertentu. Tugas-tugas dalam proyek ini bersifat kompleks, memberikan tantangan kepada anak juga merangsang mereka untuk mendesain, mengambil keputusan dan memunculkan kemandirian. Pada model pembelajaran berbasis proyek ini guru bertindak sebagai fasilitator yang hanya memberikan jembatan arahan bukan sebagai pemberi jawaban. Sehingga anak-anak dapat mengatasi sendiri permasalahan yang konkret dan mencari solusinya serta mengerjakan proyek secara team work atau kelompok kerja.
Pembelajaran berbasis proyek memiliki beberapa karakteristik, antara lain:
- Anak dapat membuat sebuah keputusan mengenai suatu kerangka kerja.
- Anak menerima adanya permasalahan yang diajukan oleh guru.
- Anak melakukan proses desain solusi dari masalah yang telah diajukan.
- Bersama dengan kelompok kerja secara bersama-sama bertanggung jawab mengakses serta mengelola informasi untuk pemecahan masalah.
- Evaluasi dilakukan secara terus menerus dan bertahap serta dilakukan monitoring oleh guru.
- Evaluasi produk dari hasil proyek oleh guru untuk melihat keotentikan dan produk yang nyata.
Sebagai gambaran model pembelajaran berbasis proyek ini bisa dipakai oleh guru ketika ada materi yang menghendaki penekanan pada keterampilan sains, seperti pada kegiatan pengamatan, penggunaan bahan dan alat, menginterpretasikan, perencanaan proyek, penerapan konsep, pengajuan pertanyaan dan terwujudnya komunikasi yang baik. Selain itu bisa juga digunakan model ini ketika guru ingin agar anak lebih mampu berpikir kreatif dalam hal perancangan dan membuat suatu proyek bermanfaat secara sistematis dalam mengatasi permasalahan.
Budaya high order thinking/HOT atau berpikir tingkat tinggi dapat terjadi jika pembelajaran berbasis proyek sering dilakukan, sebab di abad ini pembelajaran secara saintifik sangat diperlukan. Berikut adalah langkah-langkah yang perlu dipersiapkan dalam model pembelajaran berbasis proyek:
- Menentukan pertanyaan yang mendasar.
- Desain perencanaan proyek.
- Membuat jadwal pengerjaan.
- Melakukan monitoring.
- Melakukan assessment atau penilaian.
- Melakukan evaluasi pengalaman membuat proyek.
Kemudian, bagaimana cara guru melakukan penilaian terhadap proyek yang dibuat oleh anak? Pembelajaran dengan tatap muka terbatas membuat peserta didik dalam tiap kelas terbagi menjadi dua yaitu sebagian melaksanakan pembelajaran daring dan sebagian melaksanakan pembelajaran luring. Tentunya mereka akan bergantian melakukan pembelajaran daring dan luring sesuai dengan pengaturan jadwal pihak sekolah.
Sehingga biasanya peraturan guru dalam pembuatan sebuah proyek akan sama untuk tiap anak dengan jadwal daring dan luring. Adapun penilaian produk dari sebuah proyek secara umum terangkum sebagai berikut:
1. Perencanaan
Pada tahap ini guru dapat melakukan penilaian dalam beberapa hal yaitu:
- Kemampuan anak dan kelompok kerja memilih topik, mengakses informasi, dan pengelolaan waktu dalam mengumpulkan data serta pelaporan.
- Adanya relevansi antara topik, data yang diperoleh dan produk yang akan dihasilkan.
- Proyek berupa produk yang dihasilkan adalah hasil karya sendiri dengan adanya arahan dari guru.
- Produk memiliki nilai kreativitas.
Anak dan kelompok dapat mengumpulkan tahap perencanaan ini dalam bentuk sketsa desain atau model produk yang akan dibuat. Selanjutnya dilakukan dokumentasi berupa foto atau video untuk dievaluasi oleh guru dengan hasil disetujui atau diubah sesuai arahan.
2. Proses
Tahap selanjutnya adalah proses yang bisa dilaksanakan sampai tiga tahap perkembangan, disesuaikan dengan topik yang sudah disetujui. Dalam tahap ini, pembaharuan setiap proses hasilnya dapat didokumentasikan melalui video atau foto bahkan bisa keduanya. Misalnya, proyek pembuatan rangkaian arus listrik sederhana pada pelajaran IPA kelas IX.
Pada tahap satu, anak mengumpulkan foto atau video berupa alat dan bahan yang diperlukan untuk membuat rangkaian arus listrik. Tahap kedua anak dapat melaporkan perkembangan pembuatan rangkaiannya dalam bentuk foto atau video, dan selanjutnya hingga tahap terakhir yaitu tahap ketiga rangkaian arus listrik sederhana anak wajib menyelesaikan sesuai jadwal yang sudah disepakati dengan guru.
3. Hasil
Anak dan kelompok dapat melaporkan hasil proyeknya berupa produk dalam bentuk foto atau video. Penilaian ini untuk melihat:
- Kemampuan anak dan kelompok membuat produk, seperti produk makanan, hasil seni (patung, gambar, lukisan, miniatur), benda yang terbuat dari tanah liat, kayu, logam bahkan plastik ataupun limbah daur ulang.
- Kesesuaian antara produk dengan perencanaan yang telah diajukan sebelumnya.
- Estetika dari produk juga sangat penting, karena ini merupakan tanda bahwa anak dan kelompok mengerjakan dengan sungguh-sungguh serta mengalokasikan waktu dengan tepat.
- Produk yang dihasilkan memiliki nilai fungsi, sehingga ada kebermanfaatannya pada kehidupan sehari-hari.
- Sesuai dengan tujuan pembuatan produk, ini dapat dinilai dari presentasi yang dilakukan oleh anak dan kepercayaan dirinya ketika melakukan presentasi.
Pelaksanaan model pembelajaran berbasis proyek saat ini bukannya tanpa halangan, beberapa guru yang sempat kami ajak diskusi untuk tulisan ini mengatakan bahwa dengan keterbatasan komunikasi antara guru dan siswa dapat berdampak pada pemberian arahan-arahan untuk pemaksimalan proyek.
Misalnya proyek pembuatan video promosi makanan khas daerah pada pelajaran PKWU, anak dan kelompok mengalami kesulitan dalam melakukan percobaan dan pengumpulan informasi karena terbatasi oleh PPKM. Selain itu guru tidak dapat secara maksimal melakukan pengontrolan terhadap proses yang dilakukan karena seringkali tidak sesuai jadwal dengan alasan banyaknya tugas yang diberikan oleh guru mata pelajaran yang lain. Semoga bermanfaat.