Mengenal “Toxic Parenting” dan Dampaknya pada Anak
Setiap orang tua ingin anak-anaknya mendapatkan hal yang terbaik. Misalnya dapat mengenyam bangku pendidikan di sekolah yang favorit dan terbaik, mendapatkan makanan dan pakaian terbaiknya, bisa hidup nyaman dan bahagia, dan mengembangkan minat bakatnya. Namun, terkadang orang tua kurang peka terhadap apa yang terbaik demi anak-anaknya. Terkadang, keinginan orang tua secara berlebihan akan melukai perasaan maupun psikis anak.
Proteksi yang terlalu berlebihan, memiliki ekspetasi yang terlalu tinggi, dan bersikap egois kerap menjadi sikap toxic yang dilakukan orang tua. Nah, pada kesempatan ini, Anda akan mendapatkan penjelasan mengenai toxic parenting dan dampaknya pada perkembangan anak. Simak penjelasannya dengan baik, ya.
Penjelasan tentang Toxic Parenting
Toxic parenting merupakan bentuk perilaku orang tua yang berperilaku toksik atau merusak dalam mengasuh dan mendidik anak. Para orang tua yang bersikap toxic ini akan melakukan toxic parenting yang merupakan penerapan dari pola pengasuhan anak yang buruk. Hal ini akan berdampak negatif terhadap perkembangan mental dan jasmani anak di kemudian hari.
Ciri-Ciri Toxic Parents
Setiap orang tua tentu saja menyayangi anak-anaknya. Namun, kasih sayang tersebut bisa berubah menjadi bumerang jika orang tua mengekspresikannya terlalu berlebihan dan akan merugikan anak Anda sendiri. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk dapat mengidentifikasi dirinya sendiri secara baik dan pengaruh lingkungan tempat tinggal anak.
Berikut ini beberapa ciri-ciri dari perilaku yang paling sering dilakukan oleh orangtua yang toxic dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya, antara lain sebagai berikut:
1. Terlalu Mengontrol Anak
Orang tua selalu beranggapan bahwa apa yang mereka pilih adalah yang terbaik untuk anak, tetapi orang tua kerap kali lupa bahwa anak-anak berhak memiliki pilihannya sendiri. Perilaku ini mulai muncul ketika anak masih kecil, orang tua menganggap bahwa anak-anaknya butuh mereka untuk memilih pilihan si anak karena masih kecil dan belum mengerti apapun yang terbaik untuk dirinya sendiri.
Keputusan ini akan makin sering dilakukan orang tua ketika anak-anak sudah beranjak remaja hingga dewasa. Toxic parents cenderung selalu ikut campur terhadap keputusan anak-anaknya. Mereka senang mengontrol dan menentukan pilihan anak mereka dan bahkan tidak segan melawan kehendak anak.
2. Sering Membentak Anak
Orang tua cenderung menganggap bahwa bentakan adalah bentuk dari ketegasan orang tua. Namun, zaman telah berubah sehingga pola asuh juga ikut berubah. Membentak anak bukanlah hal yang tepat untuk diterapkan dalam mengasuh anak. Terkadang orang tua butuh suara yang keras untuk menegaskan bahwa mereka memiliki power untuk disegani dan ditakuti anak. Itu bukanlah hal yang tepat untuk diterapkan dalam mengasuh anak.
Alih-alih membuat anak-anak merasa patuh dan menghormati orang tuanya, mereka akan merasa bahwa orang tuanya berperilaku buruk dan parahnya mereka akan merasa trauma karena sering dibentak sejak dini. Hal ini akan berdampak buruk pada rasa tidak percaya diri seorang anak.
3. Orang Tua Melakukan Kekerasan Verbal
Mengasuh anak bukanlah hal yang mudah. Kerap kali orang tua akan merasa emosi karena tidak tahan dengan tingkah laku anak yang susah diatur. Walaupun merasa emosi akibat beberapa kondiisii, ada baiknya orang tua berhati-hati dalam bertindak. Jangan sampai melakukan kekerasan verbal sedikit pun terhadap anak. Karena Anda tidak hanya melukai anak Anda sendiri, tetapi Anda juga membuat perasaan anak Anda terluka hingga berdampak buruk baik untuk jasmani dan mental anak sendiri.
Apabila anak-anak salah, menghukum anak dengan memberikan pukulan tidak akan menyelesaikan masalah. Cara ini hanya akan membuat anak menjadi membenci orang tuanya sendiri bahkan merasa depresi karena merasa tidak berguna dan pantas untuk disakiti secara verbal. Di kemudian hari, anak akan membalas dengan hal serupa akibat trauma tersebut.
4. Senang Menyalahkan dan Mengkritik Setiap Tindakan Anak
Para orang tua kerap kali menyalahkan setiap permasalahan yang muncul akibat kesalahan dan kelalaiannya anaknya sendiri. Bahkan, tidak jarang para orang tua melabeli anak-anaknya dengan kata-kata yang negatif. Selain itu, orang tua senang sekali mengkritik setiap tindakan anak. Mereka merasa tidak puas dan menyalahkan tindakan anak sebagai bentuk pelampiasan emosi sesaat.
Apabila anak-anak Anda memiliki kesalahan, ada baiknya Anda menjelaskannya dengan baik supaya mereka bisa tahu apa kesalahannya dan belajar untuk memperbaiki kesalahannya, bukan dengan cara membentak atau mengkritiknya dengan kasar. Setelah tahu penjelasan tentang toxic parenting dan dampaknya pada anak, Anda dapat mengubah pola asuh Anda jika ada yang kurang tepat.
5. Bersikap Egois
Dalam beberapa kesempatan, para toxic parents senang menekan, membatasi, mengkritik dan menyuruh anak-anaknya demi kebaikan anak sendiri. Padahal sesungguhnya itu adalah bentuk dari memenuhi ego berlebihhan para orang tua. Salah satu bentuk dari keegoisan orangtua yang mengatasnamakan kebaikan anak, yaitu menekan anak untuk giat belajar dan harus bisa memasuki sekolah favorit demi masa depan yang cerah, padahal tujuan orang tua bukan untuk kebaikan anak sendiri, tetapi untuk memuaskan egonya untuk mendapatkan pengakuan sosial di lingkungan sekitarnya.
Padahal, ada baiknya orang tua lebih dulu mengetahui kemampuan dan potensi anak maka selanjutnya mereka akan membantu anak-anak mereka dalam meningkatkan kemampuannya tersebut. Anak yang belajar sesuai dengan kemampuannya akan jauh lebih bahagia dalam proses belajarnya dibandingkan dengan anak-anak yang belajar sesuai dengan tuntutan orang tuanya sendiri.
6. Mengganggu Privasi Anak
Anak-anak sama seperti orang dewasa yang memiliki privasi masing-masing. Ada baiknya orang tua menghargai hal tersebut. Namun, pada umumnya orang tua selalu beranggapan bahwa anak-anak mereka tidak boleh memiliki rahasia sekecil apapun. Orang tua berhak tahu segalanya, karena mereka masih kecil dan belum tahu apa-apa. Tidak masalah jika orang tua ingin tahu apa yang terjadi pada anak, tetapi ada baiknya menggunakan metode yang benar. Bukan dilakukan secara memaksa dan menekan anak sehingga melewati batasan privasi yang mereka miliki.
Dampak dari Toxic Parenting
Walaupun orang tua ingin melakukan berbagai macam hal demi kebaikan anak-anaknya, ada baiknya para orang tua harus belajar lebih mendalam tentang bagaimana cara mengasuh anak yang benar. Hal ini dikarenakan, perilaku toxic parenting lebih sering akan berdampak negatif secara langsung bagi kehidupan anak, terutama perkembangan psikisnya. Anak-anak yang berada dalam pola asuh toxic parenting ini cenderung akan mengalami gangguan kesehatan mental, seperti mengalami stres, trauma, hingga depresi berkepanjangan.
Bukan hanya sekadar menekan mental dan jasmani anak saja, tetapi pola asuh seperti itu juga akan membuat anak menjadi kehilangan kepercayaan dirinya sendiri. Mereka cenderung akan merasa minder dan lebih tertutup. Apabila hal ini dibiarkan terlalu lama akan membuat kehidupan sosial anak makin parah. Mereka menjadi pribadi yang muram, tidak percaya diri, dan sulit mengambil keputusan.
Selain itu, tidak jarang toxic parenting ini akan menumbuhkan rasa benci yang mendalam pada anak terhadap orang tuanya sendiri. Bahkan kemungkinan besar, anak-anak akan meniru perilaku orang tuanya tersebut kepada orang lain sebagai bentuk pelampiasan akibat tindakan toksik orang tua.
Hal ini akan berlaku dalam jangka waktu yang panjang dan akan berdampak pada dirinya setelah berumah tangga. Tentu saja ini akan menjadi bom waktu dan racun untuk keluarganya di masa depan. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengenal toxic parenting dan dampaknya pada anak supaya hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi di masa mendatang.
Selain dapat membantu anak-anak Anda untuk tinggal dan hidup di lingkungan yang positif, pola asuh yang tidak toxic juga dapat membantu setiap orang tua untuk membangun chemistry maupun ikatan yang baik dan indah. Jika orang tua mengajari hal-hal yang baik pada anak maka ketika dewasa kelak mereka akan membalas kebaikan-kebaikan orang tua tidak kalah besar.