Cara Mudah Merancang Pembelajaran Berdiferensiasi
Adanya kebijakan Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) menggulirkan banyak perubahan yang perlu dilakukan oleh tenaga pendidik. Fokus pembelajaran yang semula berpusat pada guru, kini harus berpusat pada siswa. Esensi pendidikan sesungguhnya untuk mencerdaskan siswa agar mampu berpikir dengan nalar yang kritis, mampu memecahkan masalah, serta bertindak secara kreatif dan inovatif dinilai sesuai dengan kebutuhan maupun tantangan dunia pendidikan saat ini. Dengan demikian, pendidikan yang berfokus pada konsep merdeka belajar dibutuhkan.
Merdeka belajar dimaknai dengan berbagai upaya memerdekakan diri dalam berpikir dan berekspresi. Makna merdeka belajar bagi siswa berarti memberikan kesempatan secara luas untuk mengeksplorasi proses pembelajaran yang ada. Menurut Yamin dan Syahrir (2019), orientasi merdeka belajar terdapat dalam pembelajaran yang mengedepankan penugasan berbagai literasi, namun di sisi lain juga tetap melangsungkan pengembangan dan pembangunan pendidikan karakter. Pendidikan karakter dalam merdeka belajar meliputi aspek religius, jujur, kerja keras, adil, disiplin, toleransi, tanggung jawab, cinta tanah air, kreatif, mandiri, rasa keingintahuan, cinta damai, mampu menghargai, peduli lingkungan, peduli sosial, semangat kebangsaan, dan lainnya.
Adapun merdeka belajar bagi guru berarti memiliki keleluasaan sebagai pengajar untuk mendidik siswa sesuai dengan kebutuhannya. Dalam implementasi Kurikulum Merdeka, guru berperan untuk mendorong pengembangan kurikulum maupun proses pembelajaran. Guru harus menjadi fasilitator andal yang profesional, sehingga perlu memiliki kompetensi seperti pedagogik, kepribadian, dan sosial.
Pandangan cara belajar yang berubah dalam Kurikulum Merdeka menuntut guru menggunakan variasi beragam dalam mengajar. Perubahan ini terutama mengubah konsep pembelajaran yang awalnya lebih banyak ceramah (guru sentris), menuju model pembelajaran yang fokusnya pada siswa. Pembelajaran berpusat pada siswa memperhatikan banyak hal, apalagi setiap siswa merupakan individu yang memiliki karakteristik, gaya belajar, bakat, minat, kemampuan, dan potensi berbeda satu sama lain.
Adanya perbedaan pada kebutuhan belajar siswa tentu akan menentukan diferensiasi pula dalam proses belajarnya. Untuk mengakomodasi kebutuhan belajar siswa agar sesuai maka dibutuhkan pembelajaran berdiferensiasi. Apa yang dimaksud pembelajaran berdiferensiasi?
A. Pembelajaran Berdiferensiasi
Pembelajaran berdiferensiasi menurut Tomlinson (2001: 45) adalah usaha menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid. Pembelajaran berdiferensiasi memberikan fleksibilitas pada siswa untuk menjalankan proses belajar yang sesuai dengan kesiapan dirinya, minat, dan profil belajarnya. Dengan begitu pembelajaran yang dilaksanakan dalam diferensiasi tidak hanya berfokus pada produk belajar saja, akan tetapi juga konten dan proses yang dilalui.
Lalu, bagaimana jika siswa di dalam kelas ada belasan hingga puluhan? Apakah harus menyusun strategi pembelajaran berdiferensiasi untuk setiap siswa?
Menjawab pertanyaan tersebut, sepertinya Bapak/Ibu guru tentu lebih paham jawabannya. Rasanya berat, bahkan sepertinya tidak mungkin jika harus membuat strategi pembelajaran berdiferensiasi yang berbeda untuk setiap anak. Pastinya membutuhkan waktu yang lebih lama dan cara yang sangat kompleks untuk merealisasikan pembelajaran berdiferensiasi. Nah, mungkin beberapa pernah menemui miskonsepsi dalam memahami pembelajaran berdiferensiasi ini?
Pembelajaran berdiferensiasi sebenarnya bukanlah strategi pembelajaran yang membingungkan (chaotic). Konsep pembelajaran ini lebih menekankan pada serangkaian keputusan masuk akal yang digunakan guru dalam mengajar dan berorientasi untuk mengakomodir kebutuhan belajar siswa. Keputusan masuk akal ini bisa meliputi hal-hal berikut:
- Tujuan pembelajaran dalam kurikulum yang terdefinisikan secara jelas. Bukan hanya guru yang memiliki tujuan pembelajaran secara jelas, namun siswa juga ada tujuan belajar yang jelas.
- Cara guru merespons kebutuhan belajar siswa. Saat mendapatkan temuan terkait profil belajar siswa, guru dihadapkan pada situasi untuk mengatasinya. Guru perlu memikirkan bagaimana menanggapi kebutuhan belajar siswa dengan menyusun rencana pembelajaran yang sesuai. Cara menanggapi ini misalnya terkait dengan sumber belajar berbeda, cara atau proses belajarnya, hingga dalam penugasan maupun penilaian yang berbeda.
- Cara menciptakan lingkungan belajar yang mampu mengundang siswa untuk belajar. Dalam pembelajaran berdiferensiasi, proses belajar merupakan hal yang menyenangkan bagi siswa maka lingkungan belajar yang menyenangkan juga diperlukan sebagai prosesnya. Guru perlu memikirkan bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang mengundang siswa agar bersungguh-sungguh dalam belajarnya. Dengan menciptakan lingkungan belajar merupakan upaya memastikan setiap siswa di kelas mendapatkan dukungan selama proses belajar.
- Manajemen kelas yang efektif. Tak hanya menciptakan lingkungan belajar yang kondusif untuk mengundang siswa, guru juga harus melakukan manajemen kelas yang efektif. Guru mempertimbangkan prosedur/struktur, rutinitas, metode yang memungkinkan fleksibilitas pembelajaran.
- Penilaian berkelanjutan. Melakukan asesmen diagnostik membantu guru mendapatkan data yang menjadi sumber untuk membuat pemetaan belajar bagi siswa. Tak hanya dilakukan di awal, tindakan guru dalam mengevaluasi juga membantu mendapatkan referensi terkait kebutuhan maupun gaya belajar siswa. Melalui penilaian formatif, guru juga mendapatkan informasi untuk menentukan mana siswa yang tertinggal, mana saja yang sudah mencapai tujuan belajarnya dan mengambil keputusan terkait proses belajar berikutnya.
Konsep pembelajaran berdiferensiasi sangat menarik bukan? Tentunya untuk melaksanakan proses pembelajarannya dibutuhkan rancangan yang menjadi panduan atau pegangan bagi guru. Lalu, bagaimana caranya merancang pembelajaran berdiferensiasi?
B. Cara Merancang Pembelajaran Berdiferensiasi
Untuk merancang pembelajaran berdiferensiasi, ada beberapa tahapan yang dapat dilalui oleh guru. Agar kebutuhan belajar siswa dapat terakomodasi dengan baik maka guru harus melakukan identifikasi secara lebih komprehensif. Berikut penjelasannya.
1. Identifikasi kebutuhan belajar siswa
Dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom, Tomlinson (2001) mengategorikan kebutuhan belajar siswa, setidaknya berdasarkan pada tiga aspek. Ketiga aspek tersebut, yaitu:
a. Kesiapan belajar (study readiness)
Siswa akan mudah memahami suatu materi baru yang disampaikan/dipelajari jika ia merasa sudah siap. Dalam merancang pembelajaran berdiferensiasi, Tomlison menganalogikan kegiatan tersebut seperti sedang mengatur equalizer pada stereo atau pemutar CD.
Untuk memperoleh kombinasi suara terbaik, pastinya kita akan terlebih dahulu menggeser-geser tombol menyesuaikan. Pada saat guru mengajar, menyesuaikan “tombol” yang tepat akan membantu menentukan kebutuhan murid. Dengan begitu, guru dapat menyamakan peluang bagi siswa dengan memberi materi yang sesuai, jenis kegiatan yang dilakukan, serta menghasilkan produk belajar yang tepat di kelas.
b. Minat
Sebagai suatu keadaan yang akan mengarahkan seseorang pada suatu ketertarikan atau objek tertentu, minat siswa juga perlu diidentifikasi. Menurut Tomlinson (2001: 53), tujuan pembelajaran berbasis minat, yaitu:
- Membantu siswa menyadari ada kecocokan antara sekolah dan kecintaan mereka sendiri untuk belajar;
- Mendemonstrasikan kesinambungan/hubungan antarsemua pembelajaran;
- Menggunakan keterampilan atau ide yang telah diketahui oleh siswa sebagai jembatan mempelajari keterampilan atau ide baru yang kurang dikenal atau belum diketahuinya, dan;
- Meningkatkan semangat siswa dalam belajar.
c. Profil belajar
Mengetahui cara atau proses terbaik belajar siswa akan mendukung mereka menyerap materi dengan lebih baik. Informasi seputar profil belajar ini dibutuhkan untuk menentukan strategi proses yang sesuai. Ada beberapa faktor yang terkait profil belajar, yaitu:
- Preferensi terhadap lingkungan belajar. Misal kebisingan suara, kelembapan atau kehangatan ruangan, intensitas cahaya yang masuk, dan lainnya.
- Pengaruh budaya/kultur di sekitarnya. Misal formal, informal, santai, ramah, kaku, dan lainnya.
- Preferensi gaya belajar. Gaya belajar adalah cara siswa dalam memilih, memperoleh, memproses, dan mengingat informasi baru. Ada tiga gaya belajar secara umum, yaitu visual, auditori, dan kinestetik.
2. Membuat rancangan atau strategi pembelajaran berdiferensiasi
Setelah guru memperoleh informasi terkait kesiapan belajar, minat, dan profil belajar siswa, kemudian guru membuat rancangan atau strategi pembelajaran berdiferensiasi sesuai kebutuhan. Guru dapat menyusun RPP berdiferensiasi yang dibuat berdasarkan hasil identifikasi atau pemetaan siswa. Berikut ini tautan contoh RPP berdiferensiasi yang dapat menjadi referensi bagi guru.
Dari penjelasan terkait pembelajaran berdiferensiasi dan cara merancangnya, mungkin secara sadar ataupun tidak, guru pernah menerapkannya di kelas. Upaya mendukung siswa agar berhasil dalam mencapai tujuan pembelajaran pasti menjadi harapan bagi setiap guru. Semoga artikel ini makin bermanfaat ya!