Cara Meningkatkan Kecerdasan Eksistensial Anak
Banyak orang yang meyakini bahwa kecerdasan hanya berkaitan seputar bagaimana anak mendapatkan nilai bagus di sekolah, menonjol di matematika dan mampu memborong piala atau piagam penghargaan di lomba cerdas cermat. Padahal kecerdasan lebih luas dari itu, seperti yang dipaparkan oleh tokoh psikologi Howard Gardner, Ph.D mengenai kecerdasan majemuk.
Terdapat sembilan bentuk kecerdasan majemuk yang diuraikan oleh Howard, antara lain kecerdasan musikal, naturalis, linguistik, interpersonal, intrapersonal, visual spasial, logika matematika, kinestetik, dan eksistensial.
Dari kesembilan kecerdasan di atas, kecerdasan eksistensial termasuk bentuk kecerdasan yang cukup unik. Kecerdasan ini dianggap terlalu “berat” untuk dimiliki anak-anak. Mengapa bisa begitu ? Ya, kecerdasan eksistensial biasanya anak suka atau sering memberikan pertanyaan yang begitu dalam, bahkan tidak begitu terpikirkan oleh orang dewasa. Contohnya seperti ;
“Mengapa Tuhan menciptakan aku?”
“Kenapa ada kematian?”
“Untuk apa aku hidup?”
dan pertanyaan-pertanyaan lain yang berkaitan dengan keberadaan atau eksistensi manusia.
Anak-anak yang memiliki kecerdasan eksistensial biasanya juga dianggap memiliki spiritualitas yang matang dibanding anak-anak lain seusianya. Mereka dapat menempatkan dirinya sebagai bagian dari suatu kosmos yang tak terbatas, mencari kaitan antara dirinya atau manusia lain dengan alam semesta.
Ciri-Ciri Anak yang Memiliki Kecerdasan Eksistensial
Berikut adalah ciri-ciri anak yang memiliki kecerdasan eksistensial yang perlu Anda ketahui, yaitu antara lain;
a. Suka diskusi mengenai hidup dan kehidupan.
b. Peka terhadap alam dan makhluk hidup di sekitarnya.
c. Lebih suka berwisata ke alam daripada ke tempat wisata wahana.
d. Suka mempelajari tentang alam, ekologi, dan biasanya memiliki belas kasih terhadap makhluk hidup lainnya.
e. Biasanya dapat memahami dan mengerjakan dengan baik tugas-tugas yang berkaitan dengan alam seperti biologi.
Anak dengan kecerdasan eksistensial-spiritual biasanya sangat analitik sekaligus kreatif, berlogika namun imajinatif, sangat detail, namun juga suka dengan hal-hal yang umum. Sungguh kompleks, bukan?
Pentingnya mengasah kecerdasan eksistensial pada anak ialah agar anak dapat bersikap bijak terhadap apapun yang terjadi dalam hidupnya. Sebab, dari ciri yang telah dijabarkan, orang-orang yang memiliki kecerdasan eksistensial yang baik cenderung menganalisis terlebih dahulu sebelum memutuskan atau membuat kesimpulan.
Mereka tidak tergesa-gesa dalam menghadapi situasi yang cukup rumit, memikirkan risiko serta kebaikan yang lebih luas. Anak-anak ini biasanya lebih memahami kondisi orang lain alias memiliki empati yang bagus, selalu “tahu diri”, dan tidak mudah menghakimi orang lain.
Para anak yang memiliki kecerdasan eksistensial biasanya dianggap lebih dewasa daripada anak-anak seusianya. Tak jarang mereka lebih suka bergaul dengan orang-orang yang lebih dewasa. Anak dengan kecerdasan eksistensial ini tak jarang juga geleng-geleng kepala saat melihat anak seusianya bertindak kurang baik atau merugikan diri mereka sendiri, seperti membolos, mencontek, merokok, tidak mau belajar atau mempersiapkan diri. Ya, mereka sering disebut “jiwa tua”.
Pekerjaan yang cocok bagi mereka si pemilik kecerdasan eksistensial biasanya adalah filsuf, ilmuwan, penulis, pendeta, konselor, dan psikolog.
Nah, orangtua dapat membantu anak untuk mengasah kecerdasan eksistensialnya, lho! Yuk simak cara-caranya!
Cara Mengasah Kecerdasan Eksistensial Anak
Berikut adalah beberapa cara mengasah kecerdasan eksistensial anak yang dapat Anda terapkan, yaitu antara lain:
1. Mengenalkan Anak dan Berbaik Hati pada Alam
Kenalkan anak pada alam sejak dini. Tak perlu muluk-muluk mengajak anak untuk rekreasi ke daerah hutan, gunung ataupun pantai jika mereka masih terlampau kecil. Kenalkan mereka dengan binatang peliharaan seperti hamster, kucing, ikan dan lainnya. Lalu ajak anak mengenali tanaman di sekitar lingkungan Anda, ajak mereka melihat sawah, menyiram tanaman, dan semacamnya.
Ajarkan anak untuk berbaik hati pada alam, misalnya dengan tidak membuang sampah sembarangan, tidak memetik tanaman sembarangan, merawat tanaman dengan baik, memberi makan kucing liar, tidak membakar sampah karena dampaknya sangat signifikan.
Saat mereka bertambah umur dan bisa diajak berwisata keluar daerah, ajak mereka ke pantai, pegunungan dan wisata alam lainnya. Dengan mengenalkan dan berbaik hati pada alam, lama-kelamaan anak dapat memahami bahwa dia adalah bagian dari alam.
2. Menghargai Leluhur
Penting sekali memberikan pemahaman pada anak tentang leluhur kita. Tidak hanya sebatas nenek-kakek atau buyut, namun generasi-generasi sebelumnya yang memudahkan kita di masa sekarang. Contohnya para pahlawan yang memperjuangkan Indonesia merdeka, para nenek moyang yang menemukan jenis makanan lezat dan kita dapat menikmati resepnya hingga kini, kerajaan-kerajaan zaman dahulu yang berjaya meninggalkan banyak pelajaran, budaya, pemahaman serta agama.
Intinya, kita ada karena ada mereka sebelumnya. Jadi, penting menghargai perjuangan para leluhur dengan cara belajar lebih giat dan disiplin, membangun semangat patriotisme, menjaga kelestarian budaya, tidak mencoret-coret prasasti atau merusaknya saat berkunjung ke tempat bersejarah, memberikan apresiasi pada para veteran dan mengadaptasi kebiasaan positif leluhur.
3. Menanamkan Iman yang Kuat
Terlepas apapun agamanya, penting bagi orangtua menanamkan iman pada Tuhan Yang Maha Kuasa. Tanpa Tuhan, kita tidak bisa apa-apa. Menanamkan iman tidak perlu menakut-nakuti mereka dengan balasan neraka, sebab jika begitu mereka beriman hanya karena diberikan imbalan surga semata.
Menanamkan iman yang tepat adalah dengan menanamkan cinta kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, anak akan tahu ketika dia mencintai Tuhannya, maka ia akan berbuat yang terbaik untuk Tuhan.
Cara menanamkannya ialah dengan cara ketika anak bertanya “kenapa Tuhan menciptakan aku?”, maka jawablah “Sebab Tuhan mencintaimu, kamu dipercaya lahir di dunia ini. Tuhan sangat sayang padamu, meski kamu tidak melihat wujud-Nya, tetapi kamu merasakan banyak sekali nikmatnya, kan? Kamu bernafas dengan lega, kamu bisa berjalan, kamu bisa ini itu, semua itu karena cinta Tuhan terhadap kamu. Ayo, nak kita sama-sama mencintai Tuhan dengan taat pada-Nya”
4. Mindful
Mengajarkan anak mindful tentu saja orangtua juga harus bersikap demikian. Bersikaplah se-mindful mungkin di hadapan anak. Seperti tidak memegang gawai saat makan, atau saat beraktivitas lainnya. Buatlah peraturan rumah agar semua anggota keluarga menjadi akrab dan hangat.
Gawai sangat berpengaruh besar saat ini, apalagi media sosial yang terus mengganggu pikiran dan konsentrasi Anda. Jika anak Anda terbiasa terpapar distraksi gawai, maka juga akan mudah mengurangi daya analitisnya. Berikan pengertian pada anak jika gawai atau smartphone gunanya untuk komunikasi dan belajar. Bisa mencari hiburan di internet, namun lebih pilih hiburan secara luring seperti main congklak, menyanyi bersama, jalan-jalan keliling komplek, mencoba resep baru dan lainnya.
5. Sering Ajak Anak Diskusi
Untuk meningkatkan daya pikir anak, ajaklah mereka berdiskusi. Tak perlu diskusi yang berat, cukup diskusikan hal-hal yang dilakukannya. Misalnya anak pulang sekolah, tanyakan bagaimana harinya di sekolah, apa saja kejadiannya, tanyakan pendapat mereka tentang kejadian-kejadian yang ia alami di sekolah.
Lakukan deeptalk dengan anak saat mereka akan tidur. Selain berdiskusi kecil-kecilan, orangtua dapat memberikan sugesti positif pada anak. Pemberian sugesti dan afirmasi positif sebelum tidur memiliki dampak yang cukup besar. Saat kondisi mengantuk, manusia berada dalam gelombang Teta, yang mana gelombang ini membuat apapun sugesti yang diberikan masuk ke alam bawah sadar.
Nah itulah beberapa cara untuk mengasah kecerdasan eksistensial pada anak. Yuk, mari kita terapkan!