8 Kalimat yang Sebaiknya Jangan Dipakai Guru Saat Mengajar
Kata-kata yang terlontar dari ucapan seorang guru dapat menjadi kekuatan yang luar biasa bagi anak. Word is magic! Namun bisa menjadi petaka ketika kalimat yang didengarnya adalah kata-kata yang tidak pantas. Kalimat guru yang tidak konstruktif akan mudah menjatuhkan mental peserta didiknya.
Orang dewasa yang sudah menjalani hidup lebih lama masih banyak yang insecure karena perkara ucapan. Apalagi psikologis anak yang sangat rentan terganggu meskipun lewat ucapan singkat, tentu akan terbawa hingga di masa depan.
Selaku orang yang berperan mendidik siswa, guru harus cerdas dalam mengolah emosi. Baik dalam nonverbal maupun verbal. Hampir setiap hari mendampingi siswa belajar, maka hindari 8 kalimat ini saat mengajar:
1. Anak Bodoh
Mengatakan secara gamblang kata bodoh kepada siswa akan sangat menyakitinya. Tidak ada anak yang mau disebut bodoh. Dan di dunia ini tidak ada anak bodoh. Faktanya semua anak pintar dengan bidangnya masing-masing.
Jika ada siswa yang lemah di satu pelajaran, tidak lantas menjadikannya payah di pelajaran lain. Pasti ada satu bidang yang dikuasainya dibandingkan dengan yang lain. Maka tugas Anda adalah mencari tahu bakatnya tersebut. Kemudian memberikan arahan dan fasilitas yang tepat kepadanya.
“Kenapa kamu tidak bisa membuat kalimat dengan benar padahal sudah dijelaskan berkali-kali? Anak bodoh sepertimu membuat penuh saja kelas ini”
Contoh kalimat di atas bukan hanya tidak pantas bagi guru, namun juga mempermalukan siswa di depan teman-temannya. Mentalnya menjadi down secara drastis. Kemungkinan besar ia tidak mau berusaha lagi belajar materi tersebut.
Cobalah mengganti kalimat di atas dengan kata-kata yang konstruktif.
“Ibu lihat kamu kesulitan membuat kalimat seperti yang ibu jelaskan. Apa yang membuatmu bingung, Nak?”
Dari pada menyebut siswa dengan kata bodoh dan mengeluhkan kekurangannya, lebih baik menanyakan kesulitan yang dia alami. Kalimat tersebut akan lebih diterima oleh siswa. Keinginannya untuk belajar akan tetap membara.
2. Tugas ini Sangat Sulit
Untuk menumbuhkan semangat kepada siswa, hindari kata-kata sulit, apalagi sangat sulit.
“Anak-anak, hari ini kita akan belajar tentang penamaan tumbuhan dalam bahasa latin. Tugas ini sangat sulit, jadi belajarlah dengan benar!”
Secara blak-blakan Anda menakut-nakuti siswa bahkan sebelum mereka mempelajarinya. Dari kalimat di atas ada penekanan yang membuat siswa terbebani dalam belajar. Hal ini jangan sampai terjadi. Perasaan senang dan percaya diri harus terus dipupuk dalam benak mereka. Dengan begitu optimisme dalam dirinya dapat mendorong untuk melampaui materi yang sulit sekalipun.
Contoh kalimat seharusnya diucapkan dalam konteks ini, yakni:
“Anak-anak, hari ini kita akan belajar tentang penamaan tumbuhan dalam bahasa latin. Materi ini tentu tidak kalah serunya dengan materi minggu lalu. Yuk kita bedah bersama-sama tugasnya dan bersenang-senang!”
3. Anak Nakal
Perkara lain yang pantang dilakukan guru adalah memberi label nakal kepada siswa dengan mudah. Kata nakal dapat menjadi sebab mereka benar-benar menjadi anak yang tidak baik. Padahal sebelumnya bisa jadi ia tidak seperti label yang diberikan.
“Pelajaran sudah dimulai sejak tadi, tapi kamu baru masuk. Anak nakal! Cepat kembali ke tempat dudukmu!”
Bayangkan jika Anda yang mendapat judge demikian padahal belum tentu itu sesuai kenyataan. Siswa yang dikasi cap sebagai anak nakal tersebut kemungkinan mendapat kendala saat hendak masuk kelas. Semisal sakit perut sehingga harus bolak balik ke toilet. Mungkin juga ia sedang sedih karena ada masalah dalam keluarganya.
Maka dari itu seharusnya gantilah kalimat tuduhan menjadi pertanyaan.
“Kenapa kamu telat masuk kelas? Pelajaran sudah mulai sejak tadi. Apakah terjadi sesuatu?”
4. Temanmu Bisa Melakukannya
Membanding-bandingkan kemampuan satu siswa dengan siswa yang lain bukan langkah yang tepat. Meskipun berniat untuk memotivasi, perbandingan akan membuat siswa justru semakin minder. Jika mentalnya tidak kuat, maka dapat menyebabkan ia frustasi.
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa kemampuan masing-masing siswa berbeda. Si A jago dalam berhitung tapi lemah dalam penguasaan bahasa. Si B lihai dalam memecahkan studi kasus namun tidak punya skill dalam seni.
“Apa susahnya menghitung perkalian? Temanmu bisa melakukannya, kenapa kamu tidak bisa?”
Ucapan tersebut adalah salah satu contoh perilaku membanding-bandingkan secara tidak proporsional. Terlebih lagi jika guru tahu kelebihannya di bidang lain dan sangat lemah dalam berhitung. Maka beralih lah pada kalimat seperti berikut:
“Ayo coba lagi melakukannya. Kamu pasti bisa jika berusaha lebih keras. Katakan kalau kamu butuh penjelasan lagi.”
5. Nilaimu Selalu Buruk
Nilai berupa angka seharusnya tidak menjadi patokan akan kecerdasan siswa. Itu hanya jadi panduan guru untuk merancang bahan ajar agar lebih terarah. Nilai yang sesungguhnya adalah proses yang dilaluinya serta pencapaian yang ia raih sesuai passion.
“Nilaimu selalu buruk sejak semester awal. Kapan angka-angka merah ini bisa kamu perbaiki?”
“Kamu sangat berbakat dalam leadership. Guru sangat bangga. Materi akademik akan semakin mendukung kemampuanmu jika kamu juga belajar lebih keras lagi.”
Perhatikan dua jenis ucapan di atas. Perkataan pertama terkesan memarahi, meuntut, dan mengkritik saja. Sedangkan perkataan kedua memberi saran yang membangun kepada siswa.
6. Kamu Tidak Pantas
Kalimat “Kamu tidak pantas” akan sangat merendahkan kemampuan siswa meskipun pada nyatanya ia memang tidak bakat dalam suatu bidang yang sedang berlangsung. Namun memberinya kesempatan akan lebih bagus sehingga ia menyadari kemampuannya. Tidak ada yang tahu batas kemampuan seseorang kecuali dirinya sendiri.
Maka sebaiknya kalimat tersebut diubah menjadi “Ayo kamu coba sampai bisa”. Kalimat ini lebih bijak dan membuatnya bersemangat. Dia juga mungkin bisa mengubah pandangan Anda sebelumnya tentang ketidakmampuannya.
7. Ikuti Apapun yang Guru Katakan!
Guru memang dituntut menjadi sosok panutan untuk murid-muridnya. Akan tetapi perlu diketahui bahwa guru juga manusia yang tidak luput dari kesalahan.
Merdekakan siswa Anda dari doktrin bahwa guru selalu benar. Ciptakan ruang bagi mereka untuk bisa berpendapat tentang apapun yang diketahuinya.
“Ide pementasan ini tidak sesuai dengan instruksi yang diberikan. Ingat, ikuti apapun yang guru katakan agar penampilan kalian spektakuler.”
Dari kalimat di atas sebaiknya diganti dengan kalimat berikut:
“Jika ada ide dari kalian, utarakan saja. Pementasan ini adalah milik kita bersama, bukan hanya milik guru.”
8. Kamu Pemalas!
Kalimat terakhir yang pantang diucapkan oleh guru saat mengajar adalah label pemalas pada siswa.
“Sudah beberapa kali kamu bolos. Memang kamu pemalas!”
Kalimat tersebut terlalu dangkal untuk diucapkan oleh guru. Ketika ada siswa yang tidak rajin, seharusnya itu menjadi sebuah evaluasi bagi guru. Barangkali metode mengajarnya membosankan sehingga membuat siswa malas.
Sebagaimana tidak baik memberi label nakal kepada anak, kata-kata malas juga sebaiknya dihindari.
Begini kalimat yang lebih tepat:
“Kamu terlihat kurang bersemangat di kelas IPA. Apakah pelajaran ini membuatmu bosan?”
Masih ada banyak lagi kalimat yang sebaiknya tidak diucapkan guru saat mengajar. Delapan ungkapan di atas adalah kalimat yang paling sering muncul. Jika masih banyak yang mengatakannya, maka mari benahi satu persatu menjadi ucapan positif yang membangun karakter siswa dengan lebih baik.