7 Cara Mengatasi Ulah Murid Dengan Cara Mendidik dan Beretika
Manusia adalah makhluk sosial yang hidup berdampingan dengan orang lain. Ini berarti kita akan bertemu banyak orang dengan beraneka ragam kepribadian dan latar belakang. Kita harus mampu beradaptasi dengan orang-orang dari lingkungan di sekitar. Itulah salah satu sebab, betapa pentingnya pengaruh lingkungan dan kerabat dalam kehidupan seseorang.
Begitu pula bagi seorang guru. Setiap hari bertemu dengan beragam sifat dan karakter para murid. Mulai guru tingkat sekolah dasar, sekolah menengah, hingga perguruan tinggi dan bimbingan belajar.
Suatu hal yang langka dalam sebuah sekolah jika di dalamnya tidak dihiasi dengan murid yang berulah atau malah sering diberi label sebagai anak yang 'nakal' walau hanya satu atau dua orang. Tak jarang sekolah langsung memberikan hukuman berat kepada mereka. Hukuman berat yang sama pada setiap kategori pelanggaran
Alih-alih menimbulkan efek jera, mereka justru merasa sudah kebal dengan hukuman tersebut dan kembali mengulangi pelanggaran yang sama atau bahkan lebih parah. Bisa jadi karena sekedar mencari perhatian, merasa hukumannya tidak mempan, hingga bahkan karena dendam akibat hukuman sebelumnya yang dirasa tak adil baginya.
Hukuman bukan satu-satunya cara mengatasi murid yang berulah. Berikut 7 cara mengatasi ulah murid yang mendidik dan beretika:
1. Memberikan Teguran
Jika mendapati seorang murid yang melanggar untuk kali pertama atau dalam tahap ringan, jangan langsung diberi hukuman berat yang tidak sesuai. Bisa jadi murid tersebut hanya khilaf dan tidak berniat melakukannya. Kita bisa memanggilnya terlebih dahulu. Siram rohaninya dengan nasihat-nasihat yang membuat si murid enggan mengulangi kesalahan tersebut. Jangan lupa berikan alasan kenapa saat ini ia dipanggil menghadap. Dengan demikian murid akan merasa bahwa kita menegur atau menghukumnya demi kebaikan dirinya, bukan hanya melampiaskan ego semata. Karena guru adalah sosok yang seharusnya digugu dan ditiru.
2. Konsisten
Memberikan 'hukuman' pada murid yang melakukan pelanggaran bisa dengan cara berkala dan konsisten. Artinya murid akan mendapat hukuman tiap kali ia melanggar. Jangan sampai hanya diberi hukuman ketika kita memiliki waktu luang saja atau bahkan menghukumnya ketika menginginkannya saja. Jika menghukumnya demikian, maka murid akan bermudah-mudah dalam pelanggaran dengan harapan tidak dihukum seperti kemarin.
Sehingga tidak akan menumbuhkan efek jera dalam diri mereka. Atau kemungkinan buruk lainnya murid akan mengira adanya diskriminasi atau pilih kasih antara guru dengan murid-murid tertentu. Hal tersebut akan mendorong timbulnya kebencian dari diri sang murid kepada gurunya. Akibatnya nasihat guru tidak lagi diindahkan dan dituruti, sehingga akan menumbuhkan pelanggaran demi pelanggaran berikutnya.
3. Membangun Murid
Setelah melalui hukuman tahap pertama dengan memberi teguran, Anda bisa memberikan hukuman lain yang mendidik jikalau ia kembali melakukan pelanggaran secara sengaja. Berilah mereka hukuman yang membangun dan mendidik yang tentunya disesuaikan dengan lingkungan. Misalkan, bagi guru sekolah dasar, bisa memberi hukuman dengan meminta murid menghafal rumus-rumus matematika, atau menulis esai beberapa lembar bertema adab-adab penuntut ilmu.
Bagi guru sekolah asrama atau pondok pesantren, 'menghukum' murid bisa dengan menghafal hadis-hadis panjang dengan waktu yang dibatasi, menyapu dan mengepel aula pesantren, hingga membersihkan kamar mandi. Berikan mereka hukuman yang bermanfaat namun membekas di hati mereka. Sehingga tak ada lagi keinginan untuk melakukan pelanggaran di sekolah.
4. Menjaga Fisik, Psikis, dan Mental
Sering kali didapati sekolah yang menghukum muridnya tanpa memikirkan manfaat yang akan diperoleh dari hukuman tersebut. Sebagai guru yang menginginkan kebaikan pada diri murid-muridnya, seyogianya memperhatikan hukuman yang akan diberikan. Jangan beri mereka hukuman yang melukai fisik, psikis, apalagi perasaan. Hal tersebut hanya akan membuat kita terabadikan dalam benaknya sebagai guru yang kurang menyenangkan.
Jangan menghukum mereka dengan keluar dari kelas. Selain mereka akan tertinggal pelajaran, mereka juga mungkin akan merasa senang karena lebih bebas berada di luar kelas tanpa diperhatikan. Bukannya menimbulkan efek jera, hal ini akan menimbulkan pelanggaran baru. Jangan juga memberi hukuman yang sifatnya seperti bullying. Oleh karena itu hanya akan melukai hatinya dan menambah kebencian dan rasa ingin balas dendam saja.
5. Tidak Menimbulkan Rasa Hina dan Permusuhan
Guru adalah sosok yang mendidik dan mengayomi muridnya. Oleh karena guru merupakan sosok pengganti orang tua di dalam kelas. Menjadi perantara orang tua dalam membina buah hati mereka. Sehingga kita boleh menegur dan menjatuhi hukuman yang sesuai ketika di rasa bahwa murid sudah menyimpang dari ketentuan sekolah. Pentingnya tetap menjaga hati murid dari rasa hina saat berjalannya suatu hukuman. Berikan ia hukuman atas kesalahan yang dilakukannya, tidak perlu memberi alasan-alasan tambahan yang tidak selaras. Seperti misal, kebanyakan dari murid yang hobi melanggar adalah murid yang kurang berprestasi di kelas. Maka jangan bawa-bawa kebodohannya ketika hukuman tersebut tengah berlangsung.
Jangan pernah mengatakan padanya: “Tidak bosan-bosan melanggar! Mending jika nilai bagus di kelas, ujian saja selalu remedial.” Perkataan sejenis ini hanya akan menimbulkan rasa hina pada diri murid seakan-akan tak ada sama sekali yang bisa ia lakukan. Selain itu dapat juga menimbulkan permusuhan dan kebencian terhadap guru. Terlebih jika guru membanding-bandingkan dirinya dengan siswa nomor satu di sekolah yang jauh dari pelanggaran. Jika hatinya sudah tak bisa menghormati guru, akan semakin sulit pula mereka mendengarkan nasihat guru.
6. Melibatkan Orang Tua/Wali
Jika memang murid sudah kebal dengan segala hukuman yang diberikan, guru bisa kembali memanggilnya dan memberi tahunya bahwa akan memanggil orang tua ke sekolah. Biasanya anak akan lebih takut dan lebih taat dengan orang tua daripada gurunya. Sehingga ketakutan itu secara naluriah mengurungkan niat sang anak untuk kembali melakukan pelanggaran. Namun, apabila ancaman semacam ini kembali tak diindahkan, panggillah orang tua mereka ke sekolah sesuai apa yang telah dijanjikan. Beri tahu orang tua akan pelanggaran-pelanggaran anaknya beserta punishment yang telah diberikan dan tidak adanya kesadaran untuk tidak mengulangi kesalahan tersebut.
7. Drop Out
Setelah proses panjan
g membangun kepribadian murid dengan hukuman atas kesalahan, biasanya sekolah akan menskors mereka dalam beberapa hari, pekan, hingga semester. Ada pula yang memberikan hukuman berupa tinggal kelas. Namun, jika kata tak lagi berguna, hukuman demi hukuman tak lagi memberi jera, maka bisa menggunakan jalan terakhir. Yaitu dikeluarkan dari sekolah. Dengan ini pertanda bahwa guru dan sekolah sudah tak mampu lagi menangani kenakalan murid tersebut. Sehingga orang tua akan semakin menyadari betapa anaknya sudah melewati batas. Dan si anak pun akan merasa malu jika tiba-tiba dipindahkan di sekolah lain. Terlebih jika teman-teman barunya tahu bahwa dirinya dikeluarkan dari sekolah. Semoga dengan ini menyadarkan dirinya akan kenakalan-kenakalan yang dilakukannya kemarin.
Perlu diperhatikan, kenakalan anak-anak biasanya tidak timbul dari keinginan mereka semata tanpa sebab. Menurut pengalaman, murid-murid yang nakal biasanya berawal dari keluarganya. Kurangnya perhatian dari orang tua, karena mereka merupakan anak sulung, sering dimarahi di rumah atau karena anak semata wayang yang amat dimanja. Sehingga sekolah menjadi pelampiasan bagi mereka berlaku seenaknya asalkan mereka bahagia. Tidak peduli aturan apa yang telah mereka langgar, yang penting bagi mereka adalah hidup senang dalam kebebasan.
Selain itu faktor teman juga cukup memengaruhi. Oleh karena itu bagi orang tua dirasa penting untuk mengetahui kawan dekat anaknya beserta kepribadiannya. Cari tahu dengan siapa anak berteman, dan bagaimana sifatnya.