Tips Menciptakan Kolaborasi Siswa dan Guru dalam Melaksanakan Tugas Proyek
Sudah menjadi hal lumrah bagi banyak orang jika di sekolah kita hanya menerima pemaparan materi dan mengerjakan soal sebagai tugas, terutama bagi generasi yang lahir di tahun 70—90-an. Namun, metode kuno tersebut sudah cukup usang untuk diaplikasikan di masa kini yang sudah sangat maju serta telah ditemukan juga metode belajar kreatif. Metode pembelajaran kreatif dapat menggugah hati siswa untuk mau dan mampu menyerap materi yang diberikan guru. Terlebih lagi, kini kita sudah sangat menikmati yang namanya digitalisasi. Tentu saja pemaparan di kelas dengan metode konvensional sudah cukup membosankan bagi para siswa.
Salah satu metode belajar kekinian dan membuat siswa mampu mengembangkan kreativitas dan inovasi ialah dengan menciptakan proyek. Selain aplikatif dalam keilmuannya, tugas proyek juga dapat meningkatkan kemampuan teamwork para siswa. Mereka juga akan lebih mengenal minat dan bakatnya pada suatu bidang. Tugas proyek biasanya digunakan dalam pelajaran-pelajaran yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti IPA, IPS, bahasa, kesenian, olahraga, dan pelajaran-pelajaran di sekolah kejuruan.
Meskipun tetap dalam lingkup silabus dan kurikulum, tugas proyek bisa diserahkan pada peserta didik. Ide, struktur, maupun pelaksanaannya dapat diserahkan kepada peserta didik. Hal ini mengajarkan mereka untuk bertanggung jawab atas apa yang mereka putuskan. Jika mereka tidak menemukan ide, guru dapat memberikan beberapa opsi ide untuk dipilih sebagai proyek yang akan dijalankan.
Sebagai contoh dalam tugas biologi bab fermentasi, guru bisa memberikan opsi makanan jenis apa yang akan dibuat, misalnya tape, kimchi, nata de-coco, tempe dan lain-lain. Lalu setelah memilih, tanyakan kembali pada mereka bentuk pertanggungjawabannya selain menjadi lembaran laporan saja. Misalnya tempe untuk dimasak, kimchi dan tape bisa langsung dinikmati atau nata de-coco yang bisa dibuat sajian menggugah selera seperti es campur.
Lalu, apakah hanya sampai di situ saja? Oh tentu tidak! Jika hanya begitu maka tidak akan tercipta kolaborasi antar siswa dan guru. Maka dari itu ikuti beberapa tips tentang menciptakan kolaborasi siswa dan guru dalam melaksanakan tugas proyek berikut ini!
Guru sebagai Fasilitator
Mungkin Anda sudah tidak asing dengan kata-kata “guru adalah fasilitator”. Akan tetapi, apakah Anda tahu bagaimana bentuk-bentuk fasilitator saat siswa dan guru berkolaborasi dalam tugas proyek? Fasilitator di sini bisa berbentuk guru memberikan opsi-opsi ide proyek yang sudah dijelaskan di paragraf sebelumnya. Bentuk lainnya ialah menjadi penasehat ketika siswa-siswi mengalami kendala dalam penyelesaian proyek, selain itu juga dalam bentuk memberikan arahan atau tutorial, dan turut berperan dalam setiap proses proyek tersebut.
Guru bertanggung jawab untuk memfasilitasi para siswa untuk menemukan “jalan yang benar” dalam menjalani sebuah proyek. Mengingat siswa-siswi dalam tahap belajar mengaplikasikan pengetahuan yang mereka dapat. Di sini guru juga dapat melihat siapa saja yang memiliki keinginan berproses dan siapa yang menjalani proyek dengan asal-asalan. Guru pun dapat menjadi motivator saat mereka mulai lengah dalam penyelesaian tugasnya.
Menyerahkan Keputusan pada Peserta Didik
Konsep kolaborasi ialah mendengar semua pendapat dan saling menghargai asal tidak menyalahi aturan yang ada. Dalam tugas proyek, guru dapat memberikan keputusan atau pendapat pada peserta didik. Namun, guru perlu menetapkan boundaries yang berupa kurikulum, silabus, dan lingkup materi.
Ketika guru mampu mempercayai para peserta didiknya untuk membuat keputusan, di situlah letak kolaborasinya. Kelas bukan hanya miliknya, kelas dan proyek adalah milik bersama, milik guru dan murid. Mau tidak mau, guru harus tetap menghargai keputusan siswa sebagai orang-orang yang memiliki suara terbesar.
Hal ini membuat siswa merasa dihargai dan dipercaya. Mereka akan lebih percaya diri, baik dalam ranah pendidikan maupun ranah pribadinya. Saat anak diberikan kepercayaan, mereka cenderung akan menjaga kepercayaan itu, termasuk membuat keputusan yang mungkin kelihatannya tidak begitu penting bagi orang dewasa, tetapi bagi anak ini adalah “pintu gerbang” menuju dirinya yang lebih berkembang.
Jadi, berkolaborasi bukan tentang mengerjakan tugas bersama, tetapi lebih ke perannya masing-masing dalam sebuah lingkup.
Ide Out of The Box
Biasanya, di sekolah terdapat tugas proyek yang template-nya sama dari tahun ke tahun. Membuat tempe atau tape untuk mata pelajaran fermentasi. Membuat pagelaran seni tari daerah untuk pelajaran seni atau drama Cinderella yang kita tahu kisah dan endingnya seperti apa. Coba tawarkan ide-ide Out of The Box untuk ide proyek yang baru.
Ide-ide Out of The Box bisa seperti mengganti tugas fermentasi tape atau tempe dengan fermentasi lobak atau kombucha. Mengganti tugas menanam biji kacang hijau/jagung/kedelai dengan menanam kaktus atau bunga matahari. Mengganti tugas drama Cinderella dengan drama yang cerita dan alurnya dibuat sendiri oleh para siswa atau mengganti tugas mading dua dimensi menjadi mading tiga dimensi.
Ide-ide yang unik dan Out of The Box akan memancing siswa juga memproduksi ide-ide keren dalam pikirannya. Guru memberikan stimulus agar mereka bebas dalam berpikir, bebas berinovasi, dan bebas untuk menjadi berbeda. Namun, tetap dalam jangkauan kurikulum.
Siswa-siswa yang dibiasakan mengungkapkan pendapat dan memunculkan ide-ide unik akan lebih terlatih dalam menciptakan inovasi di masa depan. Ketika ada masalah, mereka akan lebih tanggap dan otaknya bekerja memunculkan ide-ide Out of The Box yang mana dapat dijadikan sebagai solusi.
Menarik, bukan?
Tidak Menggurui
Meskipun Anda guru, tetapi dalam tugas proyek berhentilah menggurui. Jadilah orang bijak yang membuat peserta didik mampu memilih hal yang sangat cocok dengan diri mereka. Tugas Anda hanyalah memberikan pengarahan, sebagai penerang di saat mereka gelap dalam tugas proyek. Jadilah rekan kolaborasi yang menyenangkan bagi murid-murid Anda. Jika Anda menggurui, artinya proyek ini Anda, bukan milik bersama antara Anda dan para siswa.
Salah satu cara menjadi partner untuk siswa ialah dengan jadi seperti mereka. Bukan membuat guru menjadi seperti siswa, lho ya! Namun, masuklah dalam ranah siswa sebagai teman, bukan sebagai guru. Dengan begitu, siswa akan merasa safe dan lebih percaya diri dalam melaksanakan tugasnya. Biasakan untuk menggunakan empati agar kita tahu apa yang menjadi kesulitan bagi siswa.
Mengapresiasi Proses Siswa
Biasanya angka adalah bentuk apresiasi terakhir yang diberikan guru pada murid-muridnya. Siswa akan cenderung insecure jika penilaian atas kerja keras mereka berakhir di angka tanpa sentuhan apresiasi lain. Oh, tentu bukan apresiasi berbentuk materi seperti hadiah kulkas sepuluh pintu atau sepeda Brompton untuk masing-masing siswa. Akan tetapi, berterima kasihlah pada mereka yang sudah berusaha dalam setiap proses yang dilalui. Berikan pujian juga sebagai bentuk rasa bangga Anda terhadap mereka.
Siswa yang dihargai karena proses-prosesnya akan cenderung tidak akan bergantung dengan nilai. Mereka akan mengusahakan diri semaksimal mungkin dan itulah poin pentingnya. Usaha yang maksimal dari diri mereka masing-masing. Apabila hasilnya tidak maksimal, tentu saja tetap ada kekecewaan. Akan tetapi, apresiasi yang diberikan guru cukup mengobati rasa kecewa itu. Percayalah bahwa setiap murid memiliki potensinya masing-masing.
Itulah beberapa tips untuk menciptakan kolaborasi siswa dan guru dalam tugas proyek yang bisa diaplikasikan dengan mudah. Salam kreatif dan inovatif!