Praktik Kurikulum yang Memerdekakan di Kelas
Seperti yang digagas oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Nadiem Makarim, bahwa kurikulum Merdeka Belajar bertujuan untuk memudahkan siswa & satuan pendidikan agar para peserta didik dapat mendalami bakat dan minatnya.
Terutama di masa pandemi hingga virus Covid-19 mereda, kurikulum Merdeka sangat membantu para peserta didik untuk tetap memperoleh pendidikan yang baik dan sesuai kaidah. Kurikulum ini juga membantu siswa lebih awal menemukan arah karirnya di masa mendatang, tak hanya diarahkan untuk memahami materi semata tetapi memberikan gambaran keberfungsian ilmu yang diperoleh untuk kehidupan sehari-hari dan sebagai bekal meraih cita-citanya.
Kurikulum Merdeka memang awalnya tidak diterapkan di semua sekolah, tetapi semakin hari dapat dinikmati di berbagai daerah dan diharapkan lebih merata hingga pelosok. Para peserta didik yang mampu mengembangkan dirinya sejak dini akan lebih terlatih menghadapi masa-masa sulit dibanding mereka yang hanya dicecar materi semata. Bukan berarti setiap murid bebas memperlakukan mata pelajaran sesuai apa yang mereka inginkan, tetapi lebih ke penggunaan kelebihan pribadi untuk meningkatkan mutu belajar si siswa itu sendiri.
Yang memiliki gaya belajar kinestetik akan sulit diam saat mereka belajar, tetapi dengan itu mereka memahaminya. Contoh lainnya, tidak semua anak menonjol dalam kemampuan literasi numerasi, jadi apabila hasil asesmen pembelajaran menunjukkan nilai yang kurang dari standar, guru tidak perlu memberikan punishment, tetapi mendukung aspek lain yang ia kuasai dan minati.
Kelas yang merdeka adalah kelas yang dapat menghargai setiap potensi para peserta didiknya. Penting sekali bagi tenaga pendidik untuk memahami tentang materi perkembangan psikososial dan kognitif siswa agar dapat melakukan pembelajaran sesuai tahap perkembangan siswa. Mungkin terdengar merepotkan, tetapi cara ini memudahkan guru untuk membuat para peserta didiknya memahami materi melalui cara mereka masing-masing. Hal ini cukup menghemat energi guru, dengan mengelompokkan siswa berdasar gaya belajarnya, maka lebih efisien dan efektif siswa dalam menyerap materi pembelajaran.
Untuk mengaplikasikan Kurikulum Merdeka, tentunya perlu kita ketahui beberapa cara pengaplikasiannya. Berikut ini terdapat beberapa praktik-praktik kurikulum yang dapat memerdekakan siswa dan guru dalam proses belajar mengajar. Mari kita simak bersama!
Proses Belajar Berbasis Project
Karena yang dikembangkan tidak hanya pengetahuan teoritis, Kurikulum Merdeka dapat diaplikasikan melalui pembelajaran berbasis project. Di mana para peserta didik berkesempatan mengembangkan soft skill, karakter serta mengenali dirinya sendiri. Para peserta didik akan terlihat menonjol kemampuannya, jelas setiap anak memiliki potensi yang berbeda yang harusnya menjadi kabar baik bagi para guru, orangtua dan siswa itu sendiri. Perbedaan potensi dan minat ini dapat menciptakan kolaborasi yang baik. Dalam kurikulum-kurikulum sebelumnya, rata-rata tujuan pembelajaran yakni untuk menyeragamkan para peserta didik. Bayangkan saja apabila dalam satu jenjang kelas, di seluruh sekolah dicetak untuk memiliki satu keahlian saja, apa yang terjadi?
Metode project juga meningkatkan kolaborasinya dengan para peserta didik. Ini kabar baik karena ketika guru dan siswa mampu berkolaborasi dalam sebuah project, siswa akan mengembangkan kemampuannya dalam problem solving dan pengambilan keputusan. Mengapa bisa demikian? Ya, hal ini dikarenakan guru dan siswa memiliki posisi yang sejajar dalam pelaku project.
Kolaborasi dalam project juga membantu siswa terbiasa untuk bekerja secara tim, memimpin, mengembangkan ide project, membuat visi dan misi, serta meningkatan empati antar individu demi mencapai tujuan bersama.
Fokus Pada Materi Esensial
Menurut jurnal yang berjudul “Analisis Materi Esensial Sains SMP/MTs: Sebuah Contoh Langkah Taktis Guru Sains Menuju Sukses UAN” materi esensial diartikan sebagai materi dasar, penting, pokok, yang perlu dipahami atau dikuasai oleh siswa, akan dilihat dari berbagai kacamata praktis. Sebagian dari kacamata ini adalah kurikulum, standar kompetensi lulusan, dan modus soal ujian sebelumnya.
Mengapa harus berfokus dengan materi esensial? Hal ini untuk memperbanyak waktu peserta didik untuk mempelajari secara mendalam kompetensi literasi dan numerasi. Kedua aspek ini dinilai penting bagi siswa karena kedua kompetensi ini berkaitan dengan berbagai bidang, bahkan semua bidang pendidikan dan karir.
Hal yang perlu digarisbawahi ialah bukan berarti mengabaikan materi-materi di luar numerasi dan literasi. Tetapi yang lain cukup mengetahui konsep dasar yang bisa dikembangkan sewaktu-waktu di luar pembelajaran formal. Dampak positif lainnya ialah siswa tidak mengalami “overheat” dalam proses belajarnya. Saat siswa keseringan mengalami “overheat” maka mereka akan mengalami penurunan motivasi belajar hingga burnout.
Ujung-ujungnya akan menutup potensi yang mereka miliki, peserta didik cenderung terlihat seperti pemalas, padahal yang mereka alami adalah burnout. Hal ini masih sering kurang mendapat perhatian, mengapa anak malas di dalam kelas? Guru kadang hanya berfokus pada perilaku malasnya sebagai wujud kenakalan, padahal bukan.
Penyesuaian Materi dengan Konteks dan Muatan Lokal
Tentu kita sudah memahami bahwa bangsa ini adalah bangsa dengan kebhinekaan yang tinggi. Pluralitas penduduknya sangat memperindah Indonesia di mata dunia. Setiap daerah memiliki ciri bahasa dan kebiasaan yang berbeda-beda, namun yang kita yakini tiap wilayah memiliki adat tata krama yang positif. Hal ini dapat diimplementasikan melalui materi pembelajaran.
Kok bisa? Tentu saja sangat bisa! Pelajaran muatan lokal dapat memperkaya pengetahuan siswa tentang keanekaragaman Indonesia. Misalnya, dalam pelajaran Bahasa Daerah dan Seni Budaya. Begitu juga dalam pelajaran Jasmani dan Olahraga, ada olahraga-olahraga tertentu yang berasal dari daerah, seperti silat/ karate.
Dalam konteks materi yang sudah disesuaikan dengan kondisi lapangan (lingkungan siswa dan lingkungan belajar), guru akan lebih dapat membuat para siswa-siswinya mampu mencerna materinya. Sebagai contoh, sekolah yang berada di lingkungan pesisir akan lebih familiar dengan pasir pantai, kerang, karang, pohon bakau, kepiting, air asin, muara dan deburan ombak.
Guru dapat menyesuaikan konteksnya dalam pelajaran yang membahas tentang erosi tanah, siswa diberikan gambaran jika hujan yang lebat dan petir tidak ada pohon bakau maka akan terjadi erosi. Guru dapat menjelaskan itu dengan mengajak siswa membayangkan atau bahkan mengajak mereka melihat secara langsung.
Berbeda dengan mereka yang lingkungan tinggalnya di daerah pegunungan yang jauh dari pantai, mungkin mereka tidak begitu relate dengan erosi pantai. Mereka akan diberikan contoh jika penggundulan hutan dapat menyebabkan erosi tanah dan longsor. Mereka lebih mudah memahami saat di lingkungan mereka juga seperti apa yang dijelaskan guru.
Nanti juga akan menjadi berbeda jika materi tersebut diberikan pada mereka yang berada di tengah kota. Mereka yang mungkin saja memiliki fasilitas lebih lengkap dibanding peserta didik yang berada di pedesaan. Mereka melihat proses erosi bisa melalui video atau melakukan study tour untuk memberikan contoh yang sesuai.
Itulah beberapa cara pengaplikasian atau praktik kurikulum yang memerdekakan kelas. Baik guru maupun siswa harus sama-sama merasakan merdeka, di era gempuran gen Z yang semakin kritis dan kreatif serta inovatif, sistem pendidikan juga harus terus di-upgrade.