Pembelajaran Berbasis Studi Kasus Tematik untuk Penerapan Computational Thinking

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut seseorang untuk memiliki karakter dan keterampilan yang dapat mengimbangi hal tersebut. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia mulai mengusung pembelajaran abad ke-21. Pada abad ini, aktivitas pembelajarannya menjembatani peserta didik agar dapat menjawab tantangan perkembangan zaman melalui keterampilan berpikir kritis dan perilaku sesuai nilai-nilai luhur Pancasila.

Tenaga pendidik atau guru memiliki peran yang krusial dalam aktivitas pembelajaran, terutama dalam hal menyampaikan pembelajaran. Guru harus kreatif dan inovatif untuk menyesuaikan pola belajar di kelas dengan kemampuan yang dimiliki oleh tiap siswa. Dengan begitu, aktivitas belajar mengajar menjadi lebih efektif dan tepat sasaran bagi kompetensi siswa. Pasalnya, kini ketercapaian dalam pembelajaran tidak lagi hanya berdasarkan pengetahuan terkait materi yang disampaikan. Penguasaan keterampilan berpikir dan kecakapan siswa juga berperan dalam memecahkan masalah.

Pembelajaran yang semula berpusat pada guru mulai berfokus pada siswa. Hal ini diyakini sebagai salah satu pendekatan yang dapat membantu mencapai kompetensi yang diharapkan. Metode pembelajarannya pun bermacam-macam. Kali ini, metode pembelajaran berbasis studi kasus akan dibahas sekaligus penerapan keterampilan berpikir komputasional pada metode tersebut. Simak penjelasan berikut.

Pembelajaran Berbasis Studi Kasus

Banyak cara atau metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran agar tercapainya tujuan pembelajaran. Kini, pendekatan pembelajaran mulai mengacu pada pembelajaran yang berpusat pada siswa atau Student Centered Learning. Studi kasus atau Case Based Learning (CBL) merupakan salah satu metode pembelajaran yang berpusat pada siswa.

Pembelajaran berbasis studi kasus berarti cara pembelajarannya menghadirkan masalah dan melibatkan siswa secara aktif untuk memecahkan masalah tersebut. Kasus yang digunakan dapat berupa yang terjadi secara nyata di sekitarnya maupun yang direkayasa, tetapi tetap kontekstual. Perlu diketahui bahwa pembelajaran berbasis studi kasus memerlukan informasi dan data yang memadai terkait kasus atau permasalahan. Penyebabnya, teori dan praktik bisa saja berbeda. Melalui metode ini, siswa dapat menerapkan ilmunya dan mengetahui teorinya, bukan hanya salah satunya.

Pada prosesnya pembelajaran dapat mengusung karakteristik tematik. Dengan demikian, metode berbasis studi kasus secara umum dapat menjadi studi kasus tematik. Hal tersebut menjelaskan bahwa permasalahan nyata juga melibatkan integrasi disiplin ilmu untuk memecahkannya. Sebagai contoh, masalah yang didiskusikan dalam pembelajaran sains bertema pelestarian lingkungan. Beberapa kasus yang dapat diangkat meliputi illegal logging, efek rumah kaca terhadap perubahan iklim, dampak buruk limbah pabrik, dan sebagainya (Pratiwi, 2023).

Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Studi Kasus

  1. Menentukan permasalahan yang sesuai dengan tujuan.
  2. Mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan untuk menganalisis permasalahan. Pada proses analisis data, siswa perlu mengetahui kebenaran data dengan berbagai metode yang dipakai.
  3. Mengklasifikasikan atau mengorganisasi data sesuai dengan kategori yang dibutuhkan. Data yang telah dianalisis akan menjadi data baru yang berbentuk perbaikan atau penguatan data. Dengan begitu, data baru akan menjadi kategori baru.
  4. Menuliskan laporan atau kesimpulan berdasarkan hasil analisis dan perbaikan data yang telah dilakukan sehingga informasi penting dapat tersampaikan dengan baik dan jelas.

Kemampuan Berpikir Komputasi

Berpikir komputasional atau Computational Thinking (CT) adalah bentuk proses berpikir dalam memformulasikan persoalan dan berstrategi dalam menentukan solusi yang efektif, efisien, optimal untuk dikerjakan oleh agen pemroses informasi (solusi) tersebut (Natalia, 2022). Keterampilan berpikir yang dipopulerkan kembali oleh Jeannette Wing ini menjadi kemampuan dasar yang penting untuk dimiliki di abad ke-21 ini.

Dalam pembelajaran, CT diperlukan sebagai salah satu pendekatan untuk menyelesaikan masalah. CT memiliki empat fondasi, yaitu dekomposisi, pengenalan pola, abstraksi, dan algoritma. Keterampilan berpikir ini memiliki langkah-langkah yang jelas dan terstruktur dalam menyelesaikan masalah. Dengan begitu diharapkan siswa yang memiliki pola pikir komputasi akan terbiasa berpikir sistematis dan solutif.

Bentuk Penerapan Computational Thinking dalam Pembelajaran

Pembelajaran yang baik pada pelaksanaannya tidak cukup hanya dengan menghasilkan output berupa tingginya nilai siswa dalam ujian. Namun, keterampilan berpikir yang dimiliki oleh siswa juga muncul dan terasah selama pembelajaran berlangsung. Hal ini berguna dalam penyelesaian masalah sederhan maupun kompleks yang ada di sekitarnya.

Belum banyak penelitian yang membahas terkait penerapan Computational Thinking dalam pembelajaran berbasis studi kasus. Namun, pada dasarnya setiap metode pembelajaran dapat disisipkan berbagai pola pikir yang penting untuk dimiliki pada era digital ini, khususnya keterampilan berpikir komputasional. Sebagai metode pembelajaran yang berpusat pada siswa, pembelajaran berbasis studi kasus menghadirkan masalah yang kontekstual dalam aktivitasnya yang mana membuat siswa menjadi lebih aktif. Kemudian, siswa diminta untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan menyajikan kesimpulan atau hasil dari pemecahan masalah.

Computational Thinking dalam pembelajaran berbasis studi kasus tematik bentuk penerapannya dalam ranah problem solving. Mulai dari menyelesaikan persoalan sehari-hari, menyelesaikan soal literasi membaca, matematika, sains, dan finansial, mengintegrasikannya dengan membangun proyek STEM (Science, Technology, Engineering, and Math), hingga menyelesaikan persoalan yang melibatkan analisis data, pemodelan, dan simulasi.

1. Menyelesaikan Persoalan Sehari-hari

Salah satu upaya mengasah keterampilan Computational Thinking adalah adanya Bebras. Bebras sebagai wadah yang merupakan hasil dari inisiasi internasional menyediakan soal-soal latihan mengandung unsur komputasi untuk siswa. Anda dapat mengecek informasi Bebras pada laman berikut:

Situs Resmi Bebras Indonesia – Computational Thinking

Contoh menyelesaikan persoalan sehari-hari dengan CT, misalnya persoalan dalam memilih hadiah untuk teman. Pada kegiatan tersebut, untuk mendapatkan hadiah yang sesuai tentu terdapat batasan-batasan yang harus diperhatikan. Seperti dana yang dimiliki, preferensi teman, waktu yang dibutuhkan untuk membeli hadiah tersebut, dan sebagainya. Proses komputasi yang diaplikasikan adalah dekomposisi.

2. Menyelesaikan Soal Literasi Membaca, Matematika, Sains, dan Finansial

Salah satu kegiatan pembelajaran di Kurikulum Merdeka adalah adanya program yang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal di bidang literasi membaca, matematika, sains, dan finansial sebagai bentuk asesmen yang sejenis dengan Programme for International Student Assessment (PISA) adalah Asesmen Kompetensi Minimum (AKM).

3. Menyelesaikan Persoalan yang Melibatkan Analisis Data, Pemodelan, dan Simulasi

Di kehidupan sehari-hari maupun kegiatan pembelajaran, menerapkan CT tidak hanya pada bidang atau mata pelajaran tertentu saja, tetapi juga bidang lainnya. Sebagai contoh, pada mata pelajaran ekonomi yang juga memiliki persoalan yang melibatkan analisis data, pemodelan, dan simulasi. Perlu diketahui bahwa pada kegiatan menyelesaikan persoalan ini sesuai dengan definisi lainnya, yaitu konsep Computational Thinking tidak hanya terbatas pada empat fondasi.

Berikut contoh soal AKM sekaligus persoalan yang melibatkan pemodelan (Natali, 2022).

Toko sembako dikunjungi oleh pemasok mi setiap 15 hari dan pemasok sabun setiap 30 hari. Pemasok sabun dan pemasok mi datang bersamaan ke toko Sembako pada 1 Maret 2020 untuk pertama kalinya. Pada tanggal berapa mereka akan datang bersamaan lagi untuk yang kedua kalinya?

Langkah-langkah untuk menyelesaikan persoalan tersebut melibatkan pencarian kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dan satuan waktu dalam hari, minggu, dan bulan. Ini memerlukan keterampilan komputasi berupa abstraksi yang fokus pada informasi terkait waktu pemasok datang secara bersamaan lagi.

4. Mengintegrasikannya dengan membangun proyek STEM

Kepanjangan dari STEM adalah Science, Technology, Engineering, & Math. Bidang atau mata pelajarannya aktivitasnya menerapkan matematika, penyelidikan ilmiah, hingga merancang teknologi terbarukan. Misalnya dalam proyek STEM siswa diminta merancang jembatan yang tahan gempa. Maka, keterampilan CT sebagai pemecahan masalah terjadi proses mengidentifikasi ciri-ciri jembatan tahan gempa yang mana merupakan bentuk dari fondasi pengenalan pola. (Natali, 2022)

Demikianlah penjelasan mengenai pembelajaran berbasis studi kasus tematik untuk penerapan computational thinking. Semoga artikel ini bermanfaat bagi Anda!