Menggunakan Empati untuk Membangun Pemahaman

Empati, dalam kehidupan sehari-hari kita sering menggunakan kata ini. Bahkan, kita sering dituntut untuk selalu menggunakan empati dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk dalam bidang pendidikan, nyatanya empati sangat dibutuhkan.

Empati dalam proses pembelajaran bisa membantu siswa lebih memahami pelajaran. Bagaimana mungkin? Mungkin saja. Tulisan ini selanjutnya akan membahas apa itu empati dan bagaimana menggunakan empati untuk membangun pemahaman dalam proses pembelajaran.

Definisi Empati

sumber: https://www.pexels.com

Dalam percakapan sehari-hari kita seringkali mendengar kata empati. Empati berasal dari kata Empatheia, yang artinya ikut merasakan. Empati diartikan sebagai sebuah keadaan mental di mana seseorang merasakan pikiran, perasaan, atau keadaan yang sama dengan orang lain. Secara singkat, bisa dikatakan jika empati adalah ikut merasakan.

Timbulnya empati ini dimulai saat berhadapan dengan perasaan orang lain, dan berusaha untuk melakukan tindakan seperti yang diharapkan perasaan orang lain tersebut.

Chaplin mendefinisikan empati sebagai sebuah kemampuan memproyeksikan perasaan sendiri pada suatu kejadian, satu objek alamiah, atau karya estetis dan realisasi serta pengertian terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain.

Perkembangan Empati

Empati ini memiliki beberapa tahap perkembangan tertentu. Berikut adalah beberapa tahapan perkembangan emosi.

- Empati Emosi

Menurut Hoffman, Empati ini disebut juga empati global. Empati emosi adalah suatu keadaan di mana individu tidak bisa membedakan antara dirinya dengan orang lain. Empati ini terdapat pada bayi baru lahir hingga usia satu tahun. Bayi akan menangis saat melihat bayi lain menangis.

- Empati Egoisentrik

Empati egoisentrik ini kondisi di mana individu sudah mulai bisa membedakan dirinya dengan orang lain. Kesedihan ataupun kesusahan orang lain bukanlah kesusahannya. Meski tidak tahu harus membantu seperti apa, keinginan untuk membantu orang lain ada dalam empati ini. Empati egoisentrik ini dimiliki oleh balita.

- Empati Kognitif

Empati kognitif muncul saat usia enam tahun. Empati kognitif adalah kondisi di mana individu sudah bisa memahami apa yang dirasakan oleh orang lain. Empati ini bisa saja diperlihatkan, bisa tidak.

- Empati Abstrak

Empati abstarak ini tidak hanya ditujukan untuk orang yang dikenal atau sering ditemui saja. Tetapi, juga bisa ditujukan oleh individu atau kelompok lain yang sebeleumnya tidak dikenal. Empati abstrak ini biasanya muncul mulai usia 10 tahun.

Ciri-Ciri Empati

sumber: https://www.pexels.com

Empati ini memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu :

- Kemampuan Memahami Orang Lain

Ciri empati yang pertama adalah kemampuan memahami orang lain. Saat melihat orang lain merasakan emosi tertentu, secara alami diri sendiri ikut merasakan juga. Kemampuan ini membuat diri bisa membaca situasi serta memahami dan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.

- Memahami Bahasa Tubuh

Memahami bahasa tubuh atau komunikasi non verbal menjadi penting dalam berempati pada orang lain. Perasaan yang dialami orang lain bisa dilihat dari bahasa tubuhnya. Tanpa dikatakan, gerak-gerik atau bahasa tubuh bisa menunjukkan perasaan yang tengah dirasakan.

Misalnya, saat senang maka akan terlihat ceria dan bersemangat. Sebaliknya, saat sedih tentu akan lesu dan murung.

- Peran yang Dilakukan

Perasaan empati diwujudkan dengan peran yang dilakukan dalam merespon emosi orang lain. Empati tak sekadar merasakan perasaan orang lain saja, tetapi diwujudkan dalam sebuah peran yang dilakukan.

Misalnya, saat melihat orang lain menangis, memberikan tisu adalah salah satu peran yang dilakukan. Mewujudkan empati dalam sebuah tindakan.

- Kemampuan Memahami Diri Sendiri

Empati tidak hanya fokus pada memahami orang lain saja. Ketika akan berempati pada orang lain, pastikan sudah memahami diri sendiri terlebih dahulu.

- Tidak Harus Larut dengan Perasaan Orang Lain

Meski saat berempati kita bisa memahami perasaan orang lain, hal ini bukan berarti kita harus larut dengan perasaan orang lain tersebut. Kita boleh menunjukkan perhatian atas perasaan orang lain, tetapi jangan sampai masuk terlalu dalam. Jangan sampai ikut campur dengan masalah orang lain.

Faktor yang Mempengaruhi Empati

Empati tidak muncul begitu saja. Ada banyak faktor yang mempengaruhi empati tersebut. Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi empati.

- Pola Asuh

Secara umum, pada dasarnya manusia lahir dengan memiliki kemampuan berempati. Hanya sedikit orang yang bersifat psikopati.

Pola asuh menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi empati. Sejak kecil, orang tua mendidik anaknya untuk tidak mementingkan diri sendiri. Mengajari anak untuk bisa mengekspresikan perasaannya, serta tidak membatasi pergaulan anak selama dalam lingkup positif.

7 Perbedaan Parenting Orang Tua Boomers dan Milenial
Parenting adalah proses pembelajaran tentang pengasuhan interaksi antara orang tua dan anak, seperti menyediakan segala kebutuhan anak, memberikan perlindungan pada anak

Pola asuh yang seperti ini pada akhirnya membentuk anak untuk bisa berempati dengan orang lain.

- Kepribadian

Individu dengan kepribadian yang tenang dan mampu memahami dirinya sendiri, cenderung memiliki kepekaan untuk bisa memahami orang lain. Kepekaan inilah yang mendorong individu untuk bisa berempati pada orang lain.

- Usia

Semakin tinggi usia seseorang, kemampuan berempatinya akan semakin baik. Usia tinggi membuat individu memiliki kematangan yang baik. Ini memunculkan kemudahan untuk bisa merasakan perasaan orang lain.

Pentingnya Mendidik Anak Sesuai Usia Mereka
- Saat bicara hendaknya mensejajari tinggi anak sehingga kita bisa menatap wajahnya. - Berikan respon yang sewajarnya, sesuai kebutuhan anak. - Jangan terlalu melindungi atau terlalu banyak larangan.

- Sosialisasi

Sosialisasi juga menjadi faktor yang mempengaruhi tumbuhnya empati. Saat individu bersosialisasi dengan orang lain, maka akan timbul kerja sama atau tumbuhnya relasi yang lebih dekat. Hal ini kemudian akan memunculkan empati. Individu akan lebih mudah memahami perasaan yang dirasakan oleh individu lain.

Menggunakan Empati untuk Meningkatkan Pemahaman

Empati ini memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Melalui empati yang kita miliki, kita akan semakin mudah berinteraksi dengan orang lain. Saat kita tahu bagaimana perasaan orang lain, saat itulah kita bisa memberikan respon atau tindakan yang tepat. Sehingga, kita lebih mudah dalam bergaul secara sosial.

Tak hanya sangat membantu dalam pergaulan sosial, empati juga memiliki manfaat dalam proses pembelajaran. Saat menggunakan empati dalam proses pembelajaran, ini akan memudahkan untuk meningkatkan pemahaman.

Empati sangat penting untuk dimiliki oleh seorang guru. Dengan empati yang dimilikinya, guru tak sekadar mengjar, tetapi juga mendidik dengan hati. Melalui empatinya, guru akan menggunakan hati dalam mendidik siswanya. Mengajar dengan penuh kasih sayang. Hal ini akan membuat suasana belajar menjadi lebih menyenangkan. Siswa pun akan semakin mudah dalam memahami pelajaran.

Melalui empati, guru akan lebih mudah mengetahui karakteristik setiap siswanya. Hal ini akan memudahkan guru dalam memilih metode mengajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa-siswanya. Pada akhirnya, cara ini bisa membantu guru dalam mengajar menggunakan metode pembelajaran yang berdiferensiasi.

Pembelajaran berdiferensiasi adalah metode pembelajaran yang berfokus pada siswa. Memahami setiap karakteristik dan kebutuhan belajar siswa. Sebuah metode pembelajaran yang berpusat pada siswa. Metode yang akan membuat siswa lebih mudah dalam memahami setiap materi pelajaran yang diberikan oleh guru.

Bila disimpulkan, empati snagat penting dalam proses pembelajaran. Saat guru menggunakan empati, saat itulah guru sedang berusaha untuk membangun pemahaman.

Demikian artikel tentang menggunakan empati untuk meningkatkan pemahaman. Semoga artikel ini bisa membantu Anda dalam memahami bagaimana menggunakan empati untuk meningkatkan pemahaman dalam proses pembelajaran.