Dirgahayu RI ke-75: Badai Pasti Berlalu!
75 tahun yang lalu (17 Agustus 1945), bapak proklamator Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsa ini. Saat itu kondisi sulit melanda hampir seluruh belahan dunia. Kala itu perang dunia ke-2 baru usai dan bersamanya terbawa problematika baru. Jutaan korban jiwa gugur saat itu, hampir seluruh kota-kota pada negara berkonflik hancur akibat peperangan yang menggunakan mesin dan amunisi. Akibatnya ekonomi di dunia mengalami depresi dan menyebabkan krisis ekonomi dan sosial berkepanjangan.
Negara ini pun tak terlepas dari belenggu penjajahan yang kala itu masih belum rela meninggalkan bumi nusantara. Masih empat tahun lamanya bangsa ini perlu berjuang hingga sang penjajah berhasil terusir dan mengakui kemerdekaan bangsa kita sepenuhnya, yaitu tepatnya pada 27 desember 1949.
Kesulitan ekonomi dan perubahan sosial yang signifikan mengiringi kehidupan awal bangsa ini. Seiring berjalannya waktu, bangsa ini menjadi semakin bersatu, berkembang besar dan kuat. Berbagai tantangan dilewatinya, masa-masa sulit dari periode transisi sampai orde baru dilalui dengan beragam dinamika, termasuk gejolak anti-komunisme di tahun 1965 dan krisis finansial di tahun 1997.
Sejak krisis kala itu bangsa ini memasuki babak baru, era yang mana kita kenal dengan masa reformasi. Era ini menjadi tonggak perubahan tatanan sistem politik, sosial, ekonomi, dan tentu saja pendidikan. Sekarang negara ini dikenal sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, dengan ekonomi peringkat ke-10 di dunia [Sumber: WorldBank, berdasarkan Purchasing Power Parity].
Pencapaian pada sektor ekonomi rupanya belum diikuti juga pada bidang pendidikan.
Pendidikan di tanah air sejak berdirinya bangsa ini rupanya masih mencari-cari formula yang pas dan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan bangsa ini.
Hal ini dibuktikan dengan sudah sepuluh (10) kali terjadi perubahan dalam kurikulum pendidikan bangsa ini, mulai dari kurikulum rencana pelajaran (1947) hingga kurikulum 2013 yang kita gunakan saat ini.
Apabila merujuk dari data PISA, TIMSS, dan PIRLS, daya saing pelajar Indonesia masih jauh dibawah negara-negara lainnya. Misalnya Berdasarkan laporan PISA (Programme for International Student Assessment) yang dirilis, Selasa 3 Desember 2019, skor literasi Indonesia ada di peringkat 72 dari 78 negara, lalu skor numerasi ada di peringkat 72 dari 78 negara, dan skor sains ada di peringkat 70 dari 78 negara. Tentu saja dari informasi tersebut bisa sedikit menggambarkan kualitas pendidikan kita yang perlu dibenahi baik dari sistem maupun kualitas SDM.
Setidaknya ada tiga (3) hal penting yang harus diperhatikan dalam membenahi pendidikan kita, yaitu terkait kurikulum yang konsisten dan visioner, peningkatan kualitas SDM pendidikan, dan pemerataan infrastruktur pendidikan.
Belum usai dalam membangun tatanan ekonomi, sosial, dan pendidikan, pada usianya yang ke-75 ini bangsa kita kembali terkapar dengan adanya penyakit pandemi virus corona (COVID-19) yang juga menyapu seluruh dunia. Seperti krisis-krisis yang dialami sebelumnya, bersama pandemi ini datang kesulitan ekonomi dan perubahan sosial yang besar, termasuk dalam ranah pendidikan. Pada sektor ekonomi banyak usaha bangkrut dan pekerja kehilangan pendapatan.
Dunia pendidikan pun menjadi sektor yang terkena dampak signifikan. Sekolah-sekolah ditutup, pembelajaran yang biasanya dilakukan secara tatap muka harus beralih menjadi pembelajaran daring di rumah masing-masing. Hasilnya selama berjalan beberapa bulan ini dalam kenyataannya pelaksanaan sistem KBM daring tidak berjalan mudah dan mulus. Lantas apa saja penyebabnya?
1. Belum terbiasa dengan sistem baru. Sebelum pandemi, kebanyakan sekolah belum menerapkan sistem daring sebagai bagian dari kegiatan belajar mengajar. Pandemi datang dengan tiba-tiba, hingga tidak ada masa penyesuaian. Akibatnya guru, orangtua, dan siswa masih banyak yang belum terbiasa menggunakan platform daring.
2. Keterbatasan gawai dan kuota. Selama pandemi ini, kesenjangan ekonomi antara yang mampu dan kurang mampu semakin terasa. Siswa yang mampu dapat terus belajar dengan menggunakan gawai dan kuota internet yang memadai, sedangkan yang kurang mampu semakin tertinggal belajarnya karena keterbatasan biaya untuk menunjang KBM online.
3. Infrastruktur kurang memadai. Selain kesenjangan ekonomi, kesenjangan geografi atau ketidakmerataan pembangunan infrastruktur juga menghambat pelaksanaan KBM daring. Banyak area, terutama di daerah 3T, mempunyai jaringan internet masih lemah dan kurang memadai untuk menunjang kegiatan belajar daring. Akibatnya, proses belajar-mengajar menjadi tidak efektif dan optimal. Seperti contoh kasus di beberapa daerah, para guru harus mendaki bukit puluhan kilometer untuk mendapatkan jaringan internet agar bisa tetap terhubung dengan para siswanya, begitupun sebaliknya.
4. Tantangan orang tua. Selama belajar dari rumah, orangtua harus mengambil peran lebih dalam mengawasi kegiatan belajar anaknya. Di lain pihak, orang tua sendiri harus terus bekerja atau mengurus rumah tangga dari rumah. Juga, tidak semua orang tua mengerti atau mampu membantu kegiatan belajar anaknya dengan efektif, termasuk mengatur dan membantu KBM daring anak.
5. Kondisi stress. Siswa mengalami stress karena banyaknya tugas, keterbatasan tatap muka dengan guru dan teman-teman, maupun situasi di rumah. Orang tua mengalami stress karena harus mengatur jadwal mengajar anak di sela-sela kesibukan dan tekanan ekonomi. Guru mengalami stress karena banyaknya persiapan membuat materi ajar, media pembelajaran, hingga membuat asesmen dan soal ujian untuk siswa.
Untunglah ada tindakan cepat dari Kemdikbud maupun upaya dari berbagai penyedia layanan pendidikan. Inisiatif seperti program belajar di TVRI, pembebasan dana BOS, pengurangan kurikulum, kelas daring dan fasilitas gratis lainnya merupakan upaya untuk meringankan beban dan tantangan yang dihadapi sekolah, guru, orangtua, dan siswa.
Meskipun dalam pelaksanaan terobosan dan program yang sudah diluncurkan untuk menunjang dan memudahkan jalannya proses KBM daring ini kurang mendapat respon yang cepat dari guru, siswa dan orangtua.
Kebanyakan para guru dan orangtua belum sepenuhnya paham dengan cara penggunaan berbagai layanan dan fasilitas yang diberikan secara gratis dari pemerintah karena minimnya sosialisasi dan pemahaman untuk mau mempelajari hal baru. Sehingga banyak guru-guru harus kembali menggunakan cara lama, seperti datang langsung ke rumah-rumah siswa untuk memberikan materi dan penugasan. Hal ini tentunya kurang sesuai dengan tujuan pelaksanaan KBM online, di mana penyebaran virus harus dikurangi dengan peniadaan pertemuan tatap muka.
Tapi tentu saja ini adalah potret dinamika dalam kehidupan berbangsa yang lumrah, memang pasti akan ada masa sulit, ada masa mencekik, masa haru, dan masa datangnya bahagia. Yang terpenting kita tidak menyerah dan selalu maju untuk berbuat dan melakukan kontribusi sesuai dengan kapasitas dan kemampuan kita masing-masing.
Perayaan kemerdekaan tahun ini, kita lakukan dari rumah masing-masing. Memang kondisi bangsa ini sedang sulit. Pandemi ini memberikan tempaan dan refleksi kepada bangsa kita dalam hal solidaritas dan soliditas diantara sesama anak bangsa. Apakah senantiasa bersama dan saling membantu ataukah sebaliknya.
Kenyataannya kita semua masih tetap bersatu, berkolaborasi dan bergotong royong agar bangsa ini terus maju dalam kondisi kritis sekalipun. Hal ini sudah mampu kita buktikan dalam 75 tahun ini, bahwa kita selalu bangkit dari krisis serta menjadi lebih kuat dan berjaya dari sebelumnya. Begitu juga saat krisis pandemi ini.
Terlepas dari kendala dan masalah yang sudah dilewati selama beberapa waktu ini, tentu saja kita harus berbangga karena kita sebagai bangsa yang berkembang sudah mampu berada pada titik ini. Ibaratnya di atas kapal besar, saat ini kapal yang kita tumpangi sedang dilanda badai dan ombak besar. Tapi syukurlah, walaupun perlahan dan penuh dengan hambatan, ternyata kita mampu menghadapi badai itu. Walaupun merangkak dan tertatih, tapi kita bisa. Semua karena kita bersatu dan berkolaborasi, semua karena kita punya niat dan keyakinan yang sama, niat dan tekad untuk mau maju dan merdeka dari belenggu pandemi, belenggu kemiskinan, dan belenggu kebodohan. Aamiin. Percayalah, badai pasti akan berlalu. Merdeka!
- dari kejarcita.id untuk Indonesia -