Cara Asyik Menemani Anak Belajar dari Rumah
Banyak orangtua mendapat tugas tambahan di tengah pandemi corona, yakni harus menemani anak belajar dari rumah. Pemerintah Indonesia turut menerapkan social distancing sebagai langkah pencegahan penyebaran virus Covid-19 menjadi lebih luas. Social distancing artinya membatasi kegiatan atau interaksi secara sosial, termasuk kegiatan belajar dan mengajar di sekolah. Oleh karena itu, pemerintah mengambil keputusan untuk "meliburkan" sementara anak-anak sekolah sejak 17 Maret 2020 dengan menerapkan program belajar dari rumah.
Sebagian anak-anak menyambut gembira bahwa sekolahnya diliburkan. Mereka belum mengerti sepenuhnya tentang konsep belajar dari rumah yang dianjurkan pemerintah. Khususnya untuk anak-anak kelas bawah, seperti TK, PAUD, dan kelas 1-2 SD. Anak-anak ini dibekali pekerjaan rumah dari gurunya, sebagai aktivitas belajar berlangsung dari rumah.
Berbeda dengan anak-anak kelas atas, apalagi yang bersiap menghadapi ujian. Mereka menyadari bahwa libur sekolah saat ini bukanlah libur yang sebenarnya, melainkan perubahan sistem belajar ke online karena adanya wabah corona. Proses belajar-mengajar mereka dialihkan menggunakan berbagai media. Ada yang menggunakan aplikasi WhatsApp milik Facebook. Beberapa aplikasi lain juga banyak digunakan, seperti Skype, Zoom, dan Google Meet.
Kegiatan belajar dari rumah sebenarnya sangat menyenangkan. Anak-anak bisa mengerjakan tugas sambil bersantai, tanpa seragam atau duduk manis di depan kelas. Pendampingan dari orangtua tentu sangat dibutuhkan untuk mengawal kedisplinan anak. Misalnya, tugas apa yang harus dikerjakan hari ini, kapan deadline pengumpulannya, dan bagaimana cara mengumpulkan tugas tersebut.
Kedengarannya sederhana sekali, bukan? Nyatanya belum sampai seminggu, linimasa media sosial diramaikan oleh berbagai meme para orangtua, yang kelimpungan menemani anak-anak mereka belajar dari rumah. Ada yang mengeluh tekanan darah tingginya naik karena tidak sabar menemani anaknya belajar. Ada juga yang menyerah mengajari anaknya, dan mengakui kehebatan para guru di sekolah. Ada juga yang mengkhawatirkan hubungannya dengan anak bakal retak. Ada-ada saja, ya.
Bahkan di minggu pertama, KPAI menerima banyak aduan orangtua dari berbagai daerah yang merasa keberatan dengan tugas anak-anak mereka, dilansir dari liputan6.com (19/3/2020). Beberapa orangtua menganggap bahwa tugas anak-anak terlalu banyak dan berat, sehingga anak-anak ini harus begadang mengerjakan tugas. Jika memang demikian, dikhawatirkan kondisi anak bisa drop, padahal kita butuh stamina yang prima untuk menghadapi wabah corona ini. Oleh karena itu, pernyataan keberatan orangtua ini perlu mendapat tanggapan dan konfirmasi dari para guru. Jangan sampai hal ini hanya akal-akalan anak yang merasa terbelenggu dengan tugas saat "liburan". Masih banyak anak-anak dan orangtua yang salah kaprah soal "liburan" ini. Bukannya mengikuti anjuran pemerintah untuk belajar dari rumah, malahan mereka mengajak anak-anak liburan ke luar kota. Kemungkinan anak-anak seperti ini yang akan mengeluh dengan tugas dari sekolah.
Di sisi lain, curhatan para orang tua ini menandakan suatu hal, bahwa kita belum siap mendampingi anak-anak belajar dari rumah. Apa yang menyebabkan banyak dari kita belum siap dengan sistem belajar dari rumah secara online ini?
- Belum semua orangtua menggunakan gawainya untuk kepentingan belajar atau mengakses beberapa website pendidikan. Hal ini membuat orangtua menjadi gagap dengan aplikasi yang digunakan. Indonesia memang merupakan pengguna media sosial terbesar kedua di dunia. Akan tetapi, penggunaan media sosial ini masih terbatas pada chatting dan posting-posting foto saja. Diikuti oleh pebisnis online dan pekerja freelance. Sedangkan untuk bidang pendidikan, masih terbatas penggunaannya pada layanan bimbingan belajar online yang berbayar.
- Tidak semua orangtua memiliki paket data yang cukup untuk mengakses website pendidikan tersebut. Apalagi untuk kepentingan melihat materi pelajaran atau submit tugas, biasanya memerlukan paket data yang tidak sedikit.
- Tidak semua orangtua memiliki perangkat yang mendukung kegiatan belajar secara online. Nah, ini menjadi catatan penting bagi kita semua. Tidak semua anak beruntung memiliki perangkat yang memadai sebagai alat belajarnya. Jangan sampai ketiadaan perangkat ini membuat anak harus ke luar rumah, misalnya ke warnet atau ke rumah teman untuk belajar kelompok. Fokus utama kita adalah membatasi aktivitas sosial, untuk memutus rantai penyebaran wabah corona, jadi sebaiknya tugas yang diberikan disesuaikan dengan poin ini.
Dengan segala keterbatasan di atas, lalu apa yang harus dilakukan orangtua untuk mendampingi anak-anak belajar dari rumah? Tentunya orangtua harus turut belajar juga. Belajar apa saja, sih?
- Melakukan eksplorasi penggunaan media sosial.
Jika selama ini hanya menggunakan media sosial sebagai tempat chatting dengan teman, mulailah belajar mengenal aplikasi atau website pendidikan. Mulai melihat materi belajar anak, bagaimana cara mengerjakan tesnya, atau bagaimana cara mengumpulkan tugasnya. - Mulai menyisihkan budget untuk kuota internet.
Saat anak-anak belajar dari rumah, menggunakan aplikasi secara online, maka anak-anak membutuhkan paket data untuk bisa terhubung dengan layanan aplikasi atau website yang dipakai. Oleh karena itu, orangtua sudah harus mulai memasukkan dana untuk paket data ke dalam daftar pengeluaran bulanan. Sedangkan untuk anak-anak yang kurang mampu, kita berharap saja semoga ada subsidi dari pemerintah. - Menata ulang manajemen waktu di rumah.
Anda bisa menata ulang manajemen waktu di rumah agar tetap bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga, sambil mengawasi anak-anak belajar. Ada wàktu untuk mengurus rumah, memasak, memberesekan cucian, dàn menemani anak-anak belajar.
Bagaimana menyiasati agar proses belajar di rumah ini menjadi menyenangkan? Coba simak hal-hal berikut, agar kegiatan menemani anak-anak belajar menjadi menyenangkan, yaitu:
- Mengatur ulang jadwal
Orangtua harus terlebih dahulu mengatur ulang jadwal sehari-hari. Jadwal belajar anak diatur agar tidak bersinggungan dengan jadwal orang tua di rumah. Jangan sampai saat anak belajar dari rumah, si ibu malah asyik menonton drakor atau sinetron di televisi. Bisa-bisa anak tidak fokus belajar, malahan ikut menonton juga. - Mempersiapkan bahan makanan
Bagi anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan, bahan makanan tak ubahnya amunisi untuk "peperangan" mereka. Yup, belajar telah menjadi sebuah peperangan buat mereka. Terlalu didramatisir, ya? Akan tetapi, begitulah adanya pemikiran mereka, dan mereka membutuhkan amunisi yang cukup. Bukan senjata, maksudnya adalah makanan dan camilan untuk anak-anak. Mereka akan fokus belajar jika perut kenyang. Anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan membutuhkan asupan nutrisi yang seimbang. Apalagi dalam masa wabah seperti ini, yang menuntut daya tahan kita tetap optimal. - Berdamai dengan target
Jangan menyamakan target belajar secara offline di sekolah dengan belajar online di rumah. Semua memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Jika target capaian belajar di rumah tidak setinggi target belajar di sekolah, orangtua harus menerima. Begitupun dengan guru, jangan menetapkan target yang terlampau tinggi untuk anak-anak. Proses belajar dari rumah berbeda dengan belajar di kelas. Anak-anak tidak memiliki kebebasan bertanya tentang materi yang kurang jelas, seperti halnya saat di kelas. - Merancang kegiatan kreatif
Sesekali kegiatan belajar di rumah harus diselingi dengan kegiatan kreatif. Tujuannya agar anak tidak merasa bosan dengan materi pelajaran dari sekolah. Orangtua bisa melakukan searching di YouTube berbagai aktivitas kreatif yang cocok untuk anak-anak. Seperti membuat prakarya, belajar berkebun, mencoba resep masakan sederhana, dan praktik sederhana lainnya. Anak-anak sekolah dasar bisa membuat box penyimpanan alat-alat tulis dari kotak susu bekas, mengenal macam-macam sayuran sambil membantu ibu memasak, atau membantu ayah membersihkan kandang hewan. Anak-anak TK dan PAUD bisa belajar mewarnai gambar, membuat lukisan abstrak dengan jari tangan, atau bereksperimen dengan daun-daun kering. Anak-anak kelas atas seperti SMP dan SMA bisa mencoba belajar hal-hal baru di website pendidikan yang banyak beredar. Misalnya, belajar animasi, belajar bahasa asing, atau belajar coding. Hal-hal yang berbau internet seperti ini biasanya menumbuhkan minat pada anak seusia mereka. Cukup lakukan satu aktivitas saja setiap hari, diselingi dengan belajar materi utama dari sekolah. - Jadwal yang fleksibel
Salah satu keuntungan belajar secara online adalah waktu yang fleksibel. Di beberapa sekolah, ada yang mengharuskan anak-anak mengisi presensi setiap pagi melalu WhatsApp. Selanjutnya baru mengerjakan tugas yang deadline submitnya sore hari. Jadi, sepanjang pagi dan siang, anak-anak bebas mau mengerjakan apa. Akan tetapi di sore hari, tugas yang dikerjakan berhasil disubmit. - Mengenali tipe belajar anak
Setiap anak memiliki gaya belajar sendiri-sendiri. Seorang adik bahkan bisa memiliki gaya belajar yang berbeda dengan sang kakak. Ada tiga tipe belajar anak yang harus dipahami orang tua, agar lebih mudah mendampingi mereka saat belajar di rumah, yaitu:
Tipe Visual. Anak tipe visual lebih mudah menerima informasi dengan melihat gambar. Orangtua bisa mengajarinya melalui visual gambar, peta pikiran (mind mapping), dan buku-buku pelajaran yang ada ilustrasinya.
Tipe Audio. Anak tipe audio lebih suka belajar dengan mendengarkan suara. Seperti irama musik, dan lagu. Ini cocok untuk anak-anak yang belajar hapalan melalui audio. Menemani anak audio belajar, orangtua dapat menggunakan intonasi atau penekanan suara saat menyampaikan informasi pada anak. Anak audio sangat menyukai belajar dengan teknik bercerita.
Anak Kinestetik. Anak kinestetik ini tidak bisa diam. Energinya luar biasa. Menemani anak kinestetik belajar, orangtua harus menyiapkan alat peraga atau aktivitas sederhana agar anak mengerti. Contohnya adalah menempelkan potongan alfabet di beberapa tempat bermain anak, atau menempelkan kosakata bahasa Inggris langsung di bendanya. - Mengelola emosi orangtua
Satu hal yang tidak kalah penting adalah mengelola emosi orangtua. Tidak bisa dipungkiri kalau kondisi social distancing ini mempengaruhi pikiran orangtua. Rasa takut dan kalut dengan wabah yang kian menyebar, membuat pikiran orang tua bercabang. Hal ini yang membuat aktivitas mendampingi anak belajar dari rumah menjadi kurang fokus, sehingga orangtua menjadi kurang sabar menghadapi anak. Segera kelola emosi kita sebelum perseteruan dengan anak berlangsung panjang, karena kita tidak tahu sampai kapan aktivitas belajar dari rumah ini dilakukan.
Dengan mempersiapkan hal-hal di atas, kita akan lebih siap menemani anak-anak belajar dari rumah. Sehingga tidak ada lagi ketegangan yang bisa mengancam hubungan anak dan orangtua. Semoga pengalaman ini mempererat hubungan kita sebagai orangtua dengan anak-anak.