Bagaimana Mengatasi Bullying Pada Siswa Luar Biasa di Sekolah Inklusi?

Sekolah Luar Biasa (SLB) bukan satu-satunya yang merancang pembelajaran disesuaikan untuk siswa luar biasa. Sekolah inklusi juga bisa menjadi salah satu alternatif bagi orang tua yang memiliki anak kebutuhan khusus dan ingin memberikan kesempatan belajar yang sama dengan anak regular lain yang tidak memiliki keterbatasan serupa. Kendati begitu, tidak semua sekolah ditunjuk pemerintah untuk menjalankan peran sebagai sekolah inklusi karena beberapa faktor seperti keterbatasan sarana, prasarana, atau sumber daya manusia.

Kehadiran sekolah inklusi memberikan hak yang sama kepada setiap anak untuk mengakses pendidikan namun juga memiliki tantangan tersendiri diantaranya risiko bullying (perundungan). Siswa luar biasa yang bersekolah di pendidikan inklusi dihadapkan pada risiko bullying yang lebih tinggi dibandingkan di SLB.

Bullying (perundungan) adalah serangkaian tindakan negatif dari individu atau kelompok terhadap pihak yang dianggap lemah agar merasa takut dan tidak nyaman, tertekan. Potensi siswa luar biasa atau anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi dijadikan objek bullying karena mereka berada di kelas yang sama dengan anak-anak reguler seusianya. Keterbatasan yang dimiliki siswa luar biasa mungkin saja dipandang sebagai orang lemah atau bahkan aneh sehingga bisa dengan mudah diejek atau dikucilkan oleh anak reguler lainnya.

Aksi bullying (perundungan) bisa menjadi sangat berbahaya karena dapat mempengaruhi psikis korban bahkan menyebabkan kehilangan nyawa, jika tidak segera dihentikan. Bentuk bullying bisa secara verbal, fisik, maupun mental atau psikologis. Tidak hanya siswa luar biasa, siapa pun yang mengalami bullying di sekolah pasti menimbulkan dampak yang berpengaruh terhadap kegiatan belajar. Siswa yang menjadi korban bullying menjadi terganggu dalam mengikuti proses pembelajaran bahkan malas untuk datang ke sekolah.

Jenis-Jenis Bullying

1. Fisik

Bullying fisik bisa berupa tindakan menampar, mendorong, menendang, mencubit, menggigit, mencakar bahkan melakukan pelecehan seksual.

2. Non-fisik

Tindakan bullying yang bersifat mengintimidasi, mengancam, memalukan, menggangu, memanggil dengan julukan atau kecacatan fisik seseorang.

3. Cyber

Tindakan bullying ini dilakukan melalui media elektronik. Sebagai contoh, pelaku menjelek-jelekkan atau menghina korban melalui aplikasi gim atau media sosial.

4. Verbal dan Nonverbal Langsung Maupun Tidak Langsung

Tindakan perundungan ini juga dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung, melalui ucapan atau tanpa ucapan.

Ciri-Ciri Siswa yang Menjadi Pelaku Bullying

  1. Pelaku perundungan atau bullying biasanya cenderung memiliki sikap hiperaktif, impulsif, menuntut perhatian, tidak patuh, menantang, dan selalu ingin menguasai orang lain yang dianggap lebih lemah.
  2. Egois dan mementingkan keinginan sendiri, punya tempramen yang tinggi.
  3. Kurang memiliki empati dan sulit melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain.
  4. Mempunyai perasaan iri, marah, benci terhadap sesorang tanpa alasan yang jelas dan kadang bisa juga karena ingin menutupi kegelisahan dan rasa malu.
  5. Memiliki pemikiran jika permusuhan merupakan suatu hal yang positif.
  6. Cenderung lebih dominan dan mempunyai fisik yang lebih kuat dibanding rekan sebayanya.
Cara Mengembangkan Kemandirian untuk Anak Berkebutuhan Khusus
Dukungan yang tepat sangat penting dalam mengembangkan kemandirian anak berkebutuhan khusus. Dukungan bisa berupa bantuan fisik, dukungan emosional, atau bantuan teknologi jika diperlukan

Peran Orang Tua untuk Mencegah Tindakan Bullying

Orang tua yang memiliki anak luar biasa dengan kebutuhan khusus, hendaknya mengajarkan cara, mengidentifikasi perilaku apa saja yang mengintimidasai mereka dan bagaimana cara menghindari perundungan. Selain itu, ajarkan anak untuk melaporkan kepada guru apabila mendapatkan perilaku intimidasi dari rekan sekelasnya. Mendorong anak untuk mencari bantuan orang dewasa yang tepat dan menghindari perlawanan bullying juga perlu diajarkan.

Di sini, guru dan orang tua harus bisa berkolaborasi untuk menghentikan tindakan bullying tersebut. Meskipun dalam beberapa kasus, siswa luar biasa atau berkebutuhan khusus lebih sering memperoleh tindakan intimidasi dari teman sebayanya karena menganggap kehadiran mereka lucu sehingga ditargetkan untuk objek lelucon. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa siswa dengan kebutuhan khusus tersebut juga bisa menjadi pelaku intimidasi yang menyerang siswa lain baik verbal maupun fisik.

Mungkin saja perilaku kasar yang dilakukan tersebut merupakan bagian atau cara mereka untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi atau mengekspresikan diri kepada rekannya. Di sinilah peran penting orang tua untuk selalu mengajarkan kepada anak baik yang memiliki keterbatasan maupun tidak, untuk mencontohkan perilaku yang baik dan bahasa yang pantas digunakan di rumah. Dengan demikian, anak bisa meniru dan belajar bagaimana cara berbicara dengan hormat dan ramah kepada teman sebaya ataupun orang dewasa (guru).

Orang tua juga harus menjelaskan kepada anak mereka mana perilaku yang pantas dan tidak menyakiti orang lain, mana yang tidak pantas untuk dilakukan. Jika orang tua dan guru bisa bekerja sama menjalankan peran mereka, maka perilaku bullying terhadap siswa di sekolah mungkin bisa diminimalkan.

Strategi Mencegah Bullying Terhadap Siswa Luar Biasa di Sekolah

Secara umum, strategi untuk mengatasi bullying terhadap siswa luar biasa di sekolah inklusi bisa dilakukan dengan berbagai pendekatan diantaranya mempererat hubungan atau relasi teman sebaya serta dengan mengembangkan empati antar siswa. Berikut ini beberapa strategi yang bisa diterapkan untuk mencegah bullying terhadap siswa luar biasa.

  1. Libatkan siswa untuk aktif dalam kegiatan pengembangan minat di mana setiap orang memiliki peran untuk merancang dan anak lainnya akan melaksanakan atau berpartisipasi dalam kegiatan yang dirancang tersebut.
  2. Berikan informasi kepada para siswa bahwa rekan mereka yang memiliki kebutuhan khusus memerlukan dukungan. Dukungan teman sebaya merupakan salah satu faktor penting yang melindungi korban dari perilaku intimidasi atau bullying.
  3. Libatkan seluruh siswa untuk berpartisipasi aktif dalam memahami kebutuhan orang lain yang berbeda satu sama lain.
  4. Lakukan kegiatan pembelajaran yang berbasis kelompok dan membagi siswa dalam kelompok heterogen untuk memudahkan mereka saling mengenal dan menjalin pertemanan.
  5. Ajarkan sosial-emosional dalam proses pembelajaran di kelas.
  6. Hargai dan apresiasi perilaku positif, saling membantu, dan inklusif yang dilakukan oleh siswa.

Cara-Cara untuk Mengatasi Bullying di Sekolah

  1. Sekolah menyediakan layanan pengaduan yang menjaga kerahasiaan identitas siswa yang melapor bullying.
  2. Bekerja sama dengan pihak orang tua untuk melaporkan apabila terjadi tindakan tidak menyenangkan yang dialami anak dan mengindikasikan bullying.
  3. Membuat kebijakan anti-bullying.
  4. Pendidik dan tenaga kependidikan memberikan contoh teladan kepada siswa untuk selalu berprilaku positif dan menghindari kekerasan.
  5. Membuat program anti-bullying yang melibatkan masyarakat sekitar.
  6. Memastikan sarana dan prasarana yang tersedia tidak mendorong anak melakukan bullying antar sesama.
Langkah Membangun Kebiasaan Baik pada Peserta Didik
Salah satu cara untuk membantu peserta didik mengembangkan diri adalah dengan membangun kebiasaan baik. Kebiasaan baik dapat membantu mereka menjadi lebih disiplin, bertanggung jawab, dan produktif.

Salah satu alasan mengapa anak-anak ataupun orang dewasa muda yang memiliki kebutuhan kusus punya risiko lebih tinggi mengalami intimidasi atau tindakan bullying di sekolah atau masyarakat karena mereka kurang memiliki dukungan dari teman sebaya yang menghormati segala kekurangan dan kebutuhan mereka.

Dengan adanya dukungan teman serta kerja sama di antara guru dan orang tua, ditambah pula kegiatan pembelajaran yang terus memupuk persahabatan dan membangun empati antarsiswa, diharapkan tindakan bullying atau perundungan di sekolah bisa dicegah dan diatasi. Dengan demikian, siswa bisa merasa aman dan inklusif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, khususnya bagi mereka yang memiliki kebutuhan khusus.