8 Pemikiran Pak Nadiem Terhadap Pendidikan di Indonesia
Tak terasa sudah hampir 10 bulan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Indonesia kita, Nadiem Anwar Makarim, telah menjalankan tugasnya. Selama itu pula, Pak Nadiem telah melakukan berbagai terobosan guna kemajuan pendidikan Indonesia. Beragam respon masyarakat telah diterimanya, baik pro maupun kontra. Akan tetapi, bagaimana sebenarnya pemikiran Pak Nadiem terhadap Pendidikan di Indonesia?
Kali ini, penulis sudah merangkum 8 pemikiran Pak Nadiem terhadap Pendidikan di Indonesia yang diungkapkan secara apa adanya dalam sebuah wawancara online di kanal YouTube.
8 Pemikiran Pak Nadiem Terhadap Pendidikan di Indonesia
1. Kualitas Guru Adalah Kualitas Pendidikan Indonesia
Hal yang paling disorot Pak Nadiem dalam perkembangan pendidikan di Indonesia yaitu kualitas guru. Ia meyakini bahwa kualitas guru adalah cerminan dari kualitas pendidikan suatu negara. Peran guru sebagai penyalur materi belajar pertama kepada siswa memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kesuksesan pembentukan generasi masa depan.
Pak Nadiem mengatakan, setidaknya ada 60.000 – 70.000 guru PNS yang pensiun setiap tahunnya. Sehingga dalam proses regenerasinya harus dipastikan bahwa pabrik-pabrik pencetak guru baru ini harus menciptakan kualitas guru yang baik atau memadai. “Regenerasi ini merupakan kesempatan emas kita untuk menciptakan generasi guru baru yang melek teknologi, mampu berinovasi, punya purpose dan passion yang benar sebagai guru. Tidak hanya sekadar pekerjaan saja,” ujar Pak Nadiem.
Beliau menyampaikan bahwa purpose dan passion sangat berpengaruh terhadap kinerja guru. Purpose dan passion yang salah dapat menjadi salah satu penyebab kualitas guru di Indonesia hingga saat ini belum sesuai harapan.
Guru yang berdedikasi tinggi dan menaruh hati sepenuhnya pasti akan melakukan yang terbaik selama proses pembelajaran. Ia akan selalu meningkatkan kualitas diri, memahami ekosistem pendidikan di sekelilingnya, dan bertanya tentang apa yang bisa ia lakukan untuk pendidikan Indonesia.
Langkah pertama yang akan dilakukan Kemendikbud guna melahirkan guru-guru berkualitas yaitu membenahi dan meningkatkan sistem PPG sesuai standarisasi yang lebih jelas dan tepat. Selain itu, Pak Nadiem menekankan bahwa kelulusan guru harus dibuktikan dengan kemampuannya mengajar secara praktek dan bukan teoritis.
2. Pentingnya Perubahan Paradigma Kurikulum
Selama ini, kurikulum cenderung dipandang sebagai modul atau materi pendidikan untuk siswa. Pemahaman ini membuat para guru terjebak dalam aturan sehingga materi yang disampaikan hanya berdasarkan modul tersebut. Pak Nadiem mengingatkan bahwa kurikulum bukan hanya suatu modul-modul atau pendidikan yang dibuat untuk dipelajari anak. Lebih jauh dari itu, kurikulum sebenarnya akan menjadi garis panduan dan juga rambu-rambu para pendidik di Indonesia.
Oleh karena itu, perubahan paradigma kurikulum sangat penting dilakukan oleh guru. Untuk mewujudkannya, Kemendikbud akan melakukan penyederhanaan kurikulum agar para guru bisa bebas bereksperimen dalam menyampaikan materi dan tidak terkekang peraturan. “Semakin ketat peraturannya disini, semakin tertahan juga kreativitas dan inovasi para guru,” ucap Pak Nadiem.
Akan tetapi, penyederhanaan kurikulum tidak dapat dibuat dalam waktu singkat. Pengerjaannya bahkan membutuhkan waktu hingga lima tahun. Pak Nadiem mengatakan, pembentukan kurikulum baru membutuhkan pemahaman, analisa, dan kerjasama stakeholderyang efektif serta mendalam.
3. Peran Kepala Sekolah sebagai Pemimpin Sesungguhnya
Menurut Pak Nadiem, Kepala Sekolah memegang tanggungjawab yang luar biasa dan pemberian jabatannya merupakan suatu privilage. Hal ini dikarenakan Kepala Sekolah harus menjadi chief mentor kepada guru-guru lainnya di sekolah yang ia pimpin. Akan tetapi, kinerja Kepala Sekolah selama ini terganjal dengan beban administrasi dan birokasi, regulasi, serta aturan.
Sangat penting untuk mengembalikan peran Kepala Sekolah sebagai pemimpin sesungguhnya. Kepala Sekolah harus menjadi kepala pembelajaran, bukan kepala logistik dan birokrasi di dalam sekolah. Penyederhanaan administrasi, birokrasi, dan pelaporan harus transparan dan sederhana sehingga Kepala Sekolah tidak perlu takut dan percaya diri untuk melakukan gebrakan di sekolahnya.
4. Teknologi: Pemecah Tembok Tak Kasat Mata Pendidikan Indonesia
Sebagai mantan CEO salah satu perusahaan transportasi online terbesar di Indonesia, Pak Nadiem diketahui gencar memperkenalkan teknologi sebagai media pendidikan dalam beberapa kebijakan barunya. Menurutnya, teknologi memang tidak dapat menggantikan fungsi interaksi manusia sepenuhnya dalam bidang pendidikan. Tetapi teknologi dapat menjadi pemecah tembok tak kasat mata bagi beberapa tugas struktural dan sebagai opsi darurat seperti pembelajaran jarak jauh karena COVID-19 yang kini dilakukan.
Teknologi memiliki dampak yang sangat besar terhadap transparansi, terutama kepada urusan regulasi dan birokrasi. Pemanfaatan teknologi dalam tugas struktural nantinya akan sangat membantu semua pihak. Baik itu guru, orang tua murid, murid, dan pejabat struktural lainnya. Dengan adanya teknologi, berbagai macam mekanisme dapat dikontrol.
Sebagai contoh, teknologi dapat digunakan sebagai solusi transparansi anggaran pendidikan bagi Kepala Sekolah. Selama ini, ada istilah ‘pagar-pagar tinggi’ yang terpasang ketika Kepala Sekolah ingin menggunakan anggaran untuk meningkatkan kualitas sekolah & instrumennya sehingga tidak bisa fleksibel menggunakannya. Jika teknologi seperti cashless diterapkan, maka seluruh penggunaan dana nanti dapat di-trackingsehingga 100% transparan. Semua orang dapat melihat transaksi yang terjadi. Masyarakat lokal atau orang tua siswa dapat mengakses penggunaan anggaran yang dilakukan sekolahnya masing-masing.
Kini, Kemendikbud sedang merancang suatu sistem teknologi atau aplikasi sistem pendidikan yang mencakup berbagai fungsi untuk mendukung birokrasi tersebut. Mari kita tunggu kelanjutannya di waktu yang akan datang.
5. Terbentuknya Delta / Gap Antara Daerah Tertinggal dan Perkotaan
Indonesia terdiri dari 34 provinsi yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Kondisi geografis Indonesia ikut mempengaruhi keadaan pendidikan di daerah tersebut. Beberapa provinsi memiliki permasalahan akses transportasi karena berbatasan dengan laut dan pegunungan. Permasalahan akses tentu mempengaruhi infrastruktur di daerah tersebut, sehingga terbentuklah delta atau gapantara daerah 3T dengan daerah perkotaan yang memiliki akses mudah.
Keterbatasan infrastruktur seperti akses internet dan ketersediaan listrik menjadi batu sandungan untuk pengembangan pendidikan di daerah yang bersangkutan. Pembenahan infrastruktur ini sangat dibutuhkan, terutama jika menghadapi kondisi darurat seperti COVID-19 yang bergantung kepada teknologi sebagai solusi terbaik dalam pelaksanaan pembelajaran.
Oleh karena itu, tak jarang kita menemukan kesenjangan skema pencapaian materi siswa antara wilayah pusat dan wilayah 3T. Hal ini dapat diatasi melalui penyederhanaan kurikulum. Jika kurikulum yang baru sudah terbentuk, maka guru diberikan fleksibilitas untuk mengambil level masing-masing standar pencapaian yang sesuai kebutuhan muridnya, mengingat setiap daerah tidak mungkin diterapkan sistem yang sama. “Yang terpenting bukan standarnya sama, tetapi mengalami pembelajaran yang lebih baik. Ada improve,” ujar Pak Nadiem.
Pembenahan mengenai infrastruktur dan kesenjangan pencapaian materi ini tentunya sangat kompleks dan tidak dapat dilakukan oleh Kemendikbud saja. Tetapi juga harus melalui lintas kementerian dan pemerintahan; antara pemerintah pusat, daerah, dan pihak swasta.
6. ‘Pernikahan Massal’ Industri dan Pendidikan Vokasi
Pak Nadiem juga menaruh fokusnya untuk pendidikan vokasi. Kemendikbud bercita-cita agar pendidikan vokasi atau kejuruan dapat langsung terhubung dengan perusahaan atau industri, sehingga tercetuslah sebutan ‘Pernikahan Massal’. Pernikahan dianalogikan sebagai pendidikan vokasi dan industri yang menjadi satu dengan surat kerjasama sebagai tanda sah ‘pernikahan’. Dengan kata lain, sekolah-sekolah vokasi harus berkerjasama dengan industri atau perusahaan guna melahirkan anak-anak yang berkualitas baik. “Harus ada ‘pernikahan massal’, harus sah, harus ada rekrutmen,” ucap Pak Nadiem tegas.
Ia juga menjelaskan bahwa kualitas sekolah vokasi cukup sederhana namun menjadi output yang sebenarnya. Sekolah vokasi yang berkualitas adalah ketika mereka mengadakan partnership dengan industri dan industri merekrut/menyerap langsung siswa-siswa di sekolah tersebut. Strateginya tidak berubah, hanya metodologinya saja. Nantinya, Kemendikbud berharap industri akan berpartisipasi dalam kurikulum, pengajaran, dan kemitraan dengan sekolah vokasi.
7. Ekstrakulikuler Tak Hanya Wadah Penyalur Minat dan Bakat
Kemendikbud ingin menciptakan atau mendukung pelaksanaan program-program ekstrakurikuler atau ekskul di sekolah. Pak Nadiem berpendapat bahwa ekskul tidak hanya sebagai wadah menyalurkan hobi atau bakat, tetapi dapat memacu kemampuan softskillanak, memacu leadership/jiwa kepemimpinan anak, jiwa kompetitif, dan spirit tim. Harapannya ekskul dapat menjadi bagian kor penilaian sekolah.
8. Pendidikan Adalah Kunci Kemajuan Bangsa
Pak Nadiem mempercayai bahwa masa depan negara Indonesia bergantung pada kesuksesan sistem pendidikannya. Urgensi itu pula yang membuatnya menerima posisi sebagai Mendikbud periode ini. Generasi sepertinya, para orang tua, saat ini sudah terbentuk. Potensi Indonesia untuk benar-benar bertransformasi itu ada di generasi berikutnya. Mereka, para generasi muda, kini belum terbentuk dan terasah sehingga perlu dibantu pembentukannya.
Demikian artikel mengenai 8 pemikiran Pak Nadiem terhadap pendidikan Indonesia. Ikuti blog.kejarcita.id untuk mendapatkan kumpulan artikel seputar pendidikan jarak jauh, usaha sosial dan inovasi teknologi.