7 Kecakapan yang Belum Diajarkan di Sekolah, tetapi Diinginkan Orang Tua

Dunia sekolah memang menjadi sarana menimba ilmu secara akademis, meskipun di sana juga disediakan wadah untuk mengasah bakat non-akademis. Akan tetapi, banyak orang tua menginginkan anak-anaknya menjadi pintar dalam pendidikan maupun berkehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dicermati dari banyaknya keluhan orang tua, “Kok kayak gitu, padahal udah disekolahin?”

Banyak yang mengira, pendidikan di sekolah akan seutuhnya membentuk karakter anak, padahal kenyataannya keluarga lah yang menjadi sumber utama dalam pendidikan karakter si kecil.

Menjadi orang tua memang bukan hal yang mudah. Tanggung jawab orang tua begitu besar, mulai dari si kecil berada dalam kandungan, lalu mereka lahir, orang tua menjaga dan mendidik hingga saatnya mereka siap bersekolah, hingga mereka dapat mengantarkan anak-anaknya membangun keluarga sendiri. Sekolah adalah bentuk fasilitas yang diberikan pemerintah maupun pihak swasta untuk membangun kualitas sumber daya manusia di suatu wilayah, tetapi moral dan etika tentu saja perlu ditanamkan sejak dini di keluarga sendiri.

Ada beberapa kecakapan yang diinginkan orang tua untuk anaknya. Namun, sekolah tidak memberikan edukasi terkait skill tersebut. Amat disayangkan karena kecakapan ini sangat diperlukan untuk kehidupannya mendatang. Ingin tahu skill yang diinginkan kebanyakan orang tua tetapi tidak atau belum diajarkan di sekolah? Simak tujuh poin berikut ini.

1. Komunikasi Asertif

sumber: https://www.pexels.com/

Banyak cara untuk berkomunikasi. Namun, kecakapan dalam komunikasi asertif dapat mempermudah si kecil untuk menghadapi banyak tantangan ke depannya. Apa itu komunikasi asertif? Komunikasi asertif merupakan bentuk komunikasi yang terbuka namun penuh rasa hormat. Sederhananya, menyampaikan ide atau pendapat tanpa menyinggung dan tidak berbelit-belit. Dengan demikian, lawan bicaranya tidak salah tangkap dan kebingungan atas maksud yang disampaikan.

Banyak orang tua yang merasa anaknya sulit menyampaikan keinginannya atau apa yang mereka keluhkan. Komunikasi asertif memang bisa diajarkan di sekolah. Namun, hal ini haruslah ditanamkan sejak dini dari keluarga inti. Bagaimana cara membuat anak memiliki kecakapan dalam berkomunikasi yang asertif?

Pertama, jika anak merasa kecewa atau sedih karena keinginannya tidak tercapai, orang tua harus memberikan validasi atas emosi yang mereka rasakan. Jangan malah memarahi anak atas rasa kecewanya. Memberikan validasi perasaan dapat membuat si kecil merasa berharga dan cepat pulih dari rasa kecewa.

Kedua, jangan potong apapun yang si kecil sampaikan. Biasanya orang tua yang dilanda emosi akan menyela pendapat atau penjelasan anak. Ini membuat mereka sulit menyampaikan pendapatnya di kemudian hari. Tak hanya itu, anak akan berpotensi menarik diri dari orang tua.

Ketiga, bantu anak untuk menganalisis pendapatnya, bukan malah membuatnya malu karena pendapatnya kurang masuk akal. Wajar jika anak-anak belum bisa menyampaikan pendapat dengan tertata. Akan tetapi, jika terus dilatih, si buah hati dapat terbiasa mengelola komunikasi dengan baik.

2. Mengenal Uang

Selama ini sekolah hanya mengajarkan soal menabung atau mengenalkan uang sebagai alat tukar. Sepatutnya, sekolah juga memberikan arahan bahwa kecakapan dalam mengelola uang akan memudahkan anak di kemudian hari. Banyak orang tua mengajarkan anaknya untuk menjadi sukses agar memiliki uang yang banyak. Dengan uang yang banyak, seseorang dapat membeli apa pun. Cukup disayangkan karena pembelajaran soal uang ini masih sangat jauh dari definisi dan penjelasan yang kita dapat sehari-hari.

Kini, sudah banyak platform yang mengenalkan mindset soal uang. Para orang tua bisa belajar dari sana dan mengajarkan kembali pada si kecil. Skill mengenal uang memang tidak diajarkan di bangku sekolah. Namun, tidak sedikit orang yang pernah mengalami kegagalan dalam urusan finansial membuat mereka menemukan formula, mindset, dan cara-cara dalam mengelola uang.

3. Manajemen Emosi

Setiap orang tua mendambakan anak yang manis, mudah diatur, tidak membangkang, dan pintar. Sangat mustahil jika itu didapatkan tanpa usaha. Anak yang manis dan terkontrol adalah mereka yang memiliki pengelolaan emosi yang baik, tidak menahan maupun meledakkan emosi.

Tentu saja ini harus diajarkan sejak dini dari rumah sendiri. Anda tak perlu khawatir, kini sudah ada platform, konselor, dan ahli parenting yang dapat memberikan saran maupun metode yang tepat untuk membantu orang tua mengajarkan manajemen emosi pada anak.

Mengenal Pembelajaran Berbasis Aktivitas Siswa (Activity Based Learning)
Activity based learning adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan aktivitas siswa secara optimal untuk mendapatkan hasil belajar yang seimbang antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

4. Memanfaatkan Peluang

Sangat disayangkan ketika anak Anda memiliki kesempatan, tetapi ia tidak mengambilnya. Sebagai contohnya, Andi pandai dalam bahasa Inggris. Saat kuis di kelas, tidak satu pun temannya bisa menjawab. Hanya Andi yang bisa menjawab, tetapi ia tak mau angkat tangan untuk menjawab. Bisa jadi Andi merasa tindakan itu tidak begitu signifikan, tetapi sebenarnya dari kesempatan itulah akan tumbuh kesempatan-kesempatan baru lainnya.

Ajarkan kecakapan peka terhadap kesempatan-kesempatan kecil yang akan mengundang kesempatan besar. Mulai latih si kecil untuk menghargai hal-hal sepele atau kecil.

5. Mengelola Rasa Percaya Diri

sumber : https://www.pexels.com/

Mungkin banyak yang mengira bahwa percaya diri saja sudah cukup untuk membawa kemudahan dalam hidup. Tidak hanya sampai situ saja, mengelola rasa percaya diri akan lebih membuat anak terkontrol dalam mengekspresikan diri.

Anak-anak usia 0—11 tahun belum bisa berpikir abstrak. Maka, ajarkan mengelola rasa percaya dirinya agar lebih terarah. Jika tidak, anak akan mendapatkan konsekuensi-konsekuensi yang kurang menyenangkan dari lingkungan barunya.

Sebagai contohnya, ketika si kecil di rumah sangat percaya diri, lalu ia membawa kebiasaan-kebiasaan di rumah ke sekolah. Bisa jadi yang ia dapatkan adalah terisolasi dari lingkungan barunya, bullying, atau hal lain yang tidak diinginkan.

6. Tanggap

Pasti sangat menyenangkan memiliki anak yang tanggap dan peduli. Skill ini bisa dilatih di rumah sebelum anak menginjakkan kaki di dunia sekolah. Bagaimana caranya? Selalu dengar pendapat anak, apresiasi atas tindakan-tindakan baiknya, ajarkan tentang kepedulian, dan tanggap atas sesuatu yang terjadi di sekitar. Anak yang tanggap akan mudah beradaptasi di lingkungan baru dan mudah mengenali situasi.

7. Bersosialisasi

Ada yang membuat anak takut untuk bersosialisasi, biasanya pengalaman yang kurang menyenangkan membuatnya tidak ingin mengulanginya lagi. Rumah adalah tempat pertama ia bersosialisasi, yakni dengan ayah, ibu dan saudara-saudaranya. Jika ingin si kecil memiliki kecakapan dalam bersosialisasi, bentuk interaksi di rumah sangat menentukan bentuk sosialisasi mereka di luar.

Bersosialisasi adalah gerbang untuk membangun relasi yang nantinya mengantarkan anak-anak kita mencapai impiannya. Jadikan rumah tempat ternyamannya. Jadikan ayah dan ibu sebagai orang yang dapat ia percaya. Jadikan saudara sebagai orang yang dapat menjaganya.

Pentingnya Peran Keluarga dalam Penguatan Pendidikan Karakter
Penguatan pendidikan karakter tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah saja. Keluarga memiliki peran penting dalam penguatan pendidikan karakter.

Itulah tujuh kecakapan yang diinginkan orang tua meskipun belum maupun tidak diajarkan di sekolah. Menjadi orang tua adalah pembelajaran seumur hidup. Tidak ada orang tua yang selalu benar maupun selalu salah. Jika ada orang tua yang sering melakukan kesalahan, mungkin saja karena belum mengetahui ilmunya.

Semoga ketujuh poin di atas dapat membantu orang tua maupun guru untuk meningkatkan kualitas penerus bangsa yang makin hari makin baik. Nasib bangsa ini berada di tangan anak-anak kita dan kita berperan penting dalam membentuk mereka.